39. Rumus cinta BMKG

147 10 13
                                    

🍁🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁

Khanza berpaling saat Raga menatapnya serius dengan ungkapan rasa yang baru saja tersampaikan, Raga dapat menangkap sebuah keraguan di mata perempuan itu. Ya, Raga memang pantas untuk diragukan setelah beberapa kali berhasil mempermainkan hati Khanza.

"Woi dimana lo berdua?!"

"Raga, Khanza?!"

Raga dan Khanza sama-sama menoleh kearah sumber suara, kedatangan Geo yang memecahkan suasana hening di sore itu. Tak lama setelah itu Geo muncul di pintu dapur, matanya penuh selidik, layaknya penyidik yang memeriksa para pelaku kejahatan.

Raga menatapnya dengan santai, ia meraih teh jahe buatan Khanza untuk diminum.

"Ngapain lo berduaan di dapur?"

"Lo keramas pas cuacanya dingin gini Ga?" protes Geo menoyor kepala Raga yang rambutnya masih basah.

Raga tersedak, ia menatap Geo dengan horor. Sungguh pikiran Geo ini banyak racun nya, karena terlalu banyak bergaul dengan Orlando si playboy kelas kakap.

"Pikiran lo kotor banget sih Kak," cibir Khanza.

"Tau, dasar pikiran tai!" timpal Raga.

"Lo yang tai!" balas Geo.

"Lagipula ngapain lo balik lagi ke Bandung?" sungut Raga, padahal ia merasa lebih leluasa mendekati Khanza kalau tidak ada Geo yang selalu mengintai, merecoki, dan memanas-manasi.

Geo merotasikan bola matanya malas. "Terserah gue lah, nyokap gue aja masih disini."

"Btw nyokap gue dimana Za?" tanya Geo melanjutkan.

"Di kamar, kepalanya sakit katanya." ujarnya.

Geo berdecak. "Kenapa sih pada banyak yang sakit?"

"Lagi musim hujan Kak, terus gimana Papinya Kak Orland?"

"Besok boleh pulang, beliau cuma kecapean." kata Geo.

Geo beralih menatap Raga. "Lo nggak pulang Ga? Serasa bos ya lo, jalan kemana aja. Nggak takut di pecat apa?"

"Iya nih, pulang sana Kak. Profesional dong, kasihan tuh Mas Tejo sama Mbak Vivi. Mbak Vivi tadi bilang ke gue coffe shop lagi ramai-ramainya, mereka lagi keteteran."

Raga tersenyum. "Iya nanti gue pulang,"

"Kapan?"

"Kalau sudah waktunya?" celetuk Raga.

RAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang