25; husbandfree 21+

12.6K 323 10
                                    

Aku memejamkan mata, siap sedia jika dia akan melakukan sesuatu padaku, setidaknya itu yang aku pikirkan dengan kepala yang rasanya seperti habis kesetrum, aku tak mengerti kenapa aku bisa semenerima ini padanya. Namun ternyata, aku salah ....

"Kita sama-sama butuh psikiater," kata Ajun penuh keseriusan, aku membuka mata dan dia masih menatapku sejenak, dalam di mata satu sama lain.

Aku pikir usai diamnya kami selama beberapa saat, dia akan benar-benar melakukannya, tetapi ternyata dia mulai menjauhkan wajahnya padaku. Entah apa yang merasuki, aku malah menarik kepalanya mendekat, dan berikutnya ....

[Full service 21+ ada di karyakarsa

Rp. 2000

Seperti biasa, murah meriah uy 🗿🗿🗿]

Namun, saat-saat kami semakin di puncak ingin merasakan olahraga tiada duanya nan amat panas dingin, bersiap mengekspos diri satu sama lain, tiba-tiba sebuah suara terdengar.

"Hua! Kakak!" teriak seseorang, aku dan Ajun melotot kaget ke sumber suara.

"Vivi!" Aku memekik dan menjauhkan tubuhku ke Ajun, serta merta memungut pakaian kami yang berserakan seraya menutupi badanku dan Ajun pula.

Vivian tampak menutup mulutnya kaget.

Kebiasaan buruk gadis itu, suka menyelonong masuk tanpa babibu, hingga akhirnya seakan dia menangkap basah aku dan Ajun tengah berselingkuh. Rasanya kampret punya teman begini.

Kedua pipiku memerah, dan Ajun tampak bersembunyi di balik pakaiannya, sementara Vivian ....

"Ka-kalian berdua ...." Tangannya lalu menunjukku dan Ajun bergantian.

Ajun tampak menarik celananya lagi agar dipasang, ada helaan napas gusar pula terdengar, dari balik baju yang menutupi kepalanya itu sepertinya ada rasa malu sekaligus kecewa. Masalahnya, kami sama-sama setengah jalan, aku dan dia belum meledakkan apa pun, semua tertahan karena Vivian ini.

"Lo itu kebiasaan ya, Vi! Kalau masuk ya ketuk dulu, bukan asal nyelonong aja!" Aku memekik kesal, ternyata aku sadari daripada malu, aku malah dominan kesal.

Akan tetapi, seperdetik aku ditampar realita kalau aku menelan ludahku sendiri menolak Ajun di depan Vivian, kemudian menerimanya saat ini. Sepertinya memang seperti memergoki orang selingkuh.

"Huaaa maafin gue, maafin gue!" Tanpa aku duga, Vivian malah berlari kabur keluar, hal yang membuatku dan Ajun yang kini mengeluarkan kepalanya dari balik pakaian menatapku heran.

Seperdetik, dia sedikit melongo. "Itu ... asisten kamu, bukan?" tanyanya.

Aku menghela napas. "Maaf, kebiasaan dia memang suka nyelonong masuk."

"Ouh ...." Kedua pipi Ajun tampak memerah. "Sepertinya dia ... harus dikasih penjelasan, dulu."

Aku setuju dengan Ajun, jadwal belah duren ini sepertinya akan ditunda, oh lebih baik begitu. "Sepertinya ada untungnya dia ke sini, Ajun. Maksudku, kamu gak ada kondom, aku baru setengah tahunan sehabis melahirkan anak-anak."

"Oh, benar juga, kapan nanti dilanjut?" tanyanya.

Aku tersenyum geli. "Pengen dilanjut?"

Ajun kelihatan kikuk, dia tersenyum kecut. "Ya kalau boleh, kan sekalian bawa pengaman."

"Bagaimana kalau ... setelah kita menikah aja?" Aku memberi pilihan, itu waktu yang lebih baik tanpa takut dipergoki siapa pun.

"Oh, ba-baiklah, aku gak masalah." Dari wajahnya berekspresi sebaliknya, aku rasa karena berpikir akan sangat lama ke jenjang sana, aku hanya tersenyum manis dan mulai mengenakan pakaianku sebelum akhirnya menuju depan.

"Vi, Vivian!" Aku memanggil sosok si poni itu seraya berjalan keluar, dan aku temukan Vivian ternyata duduk di teras sambil menggigiti ujung kukunya, kebiasaan buruk. "Vivian."

Aku memanggil sekali lagi, dia spontan menoleh dan menatapku dengan mata yang belo. "Eh, Kak ...." Lekas berdiri gadis itu kala aku mendekati.

"Vi--"

Belum aku berkata apa pun, dia sudah memutus. "Kak, maafin gue maafin gue, gue janji deh gak bakalan nyelonong masuk! Gue ceroboh, Kak, gegabah, gue gak nyangka bakalan liat--"

"Adegan gak senonoh tadi?" Aku menghela napas gusar. "Yah, salah kami juga sih, kenapa di sofa, udahlah gue udah ... terkendali sekarang." Vivian tak salah, aku dan Ajun yang salah, perbuatan kami pun juga sangat salah--amarah tadi membuatku playing victim.

"Tapi, gara-gara gue tadi, lo sama Ajun ...."

"Udahlah, Vi, lo gak salah. Yang salah kami, oke? Lagian, bagus lo hentiin kami." Aku tersenyum padanya.

"Mm ... kenapa berhenti? Padahal bagus lanjut."

Harusnya aku tau, Vivian otaknya tidak beres.

Husbandfree [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang