Dokter bilang, ini kasus yang cukup langka di antara ibu hamil, tetapi bukan berarti tak mungkin sama sekali terjadi. Toh, banyak juga berita soal kasus serupa dan secara alami terbentuk. Jadi, aku tak bisa benar-benar kaget tetapi tetap, ada rasa kagum sekaligus takut di dada.
Hal yang membuatku menegak saliva adalah kala menemukan foto-foto kehamilan seorang ibu, yang perutnya seperti seakan ... mau meledak. Bayangkan betapa sesaknya, bawaan berat, organ dalam terhimpit, dan sensasi dari dalam jika menendang.
Bagian horor bentuk perut itu seakan seperti sebuah karma akibat dari skenario yang aku pilih sangat-sangat busuk ... hanya saja aku amat bahagia, minta satu diberi tiga. Menepis segala kengerian, sepertinya kelihatan tak sengeri itu.
Siapa yang menyangka, aku punya sel telur yang menciptakan tiga insan baru di sana, bersama bibit Pak Ajun, triplets. Memang bibit unggul terlalu di depan. Walau ini hal yang di luar prediksiku, dan kemungkinan besar belum sampai sembilan bulan aku akan melakukan operasi sesar atau nanti perutku bisa benar-benar meledak, tetapi entah mungkin aku bisa melahirkan secara normal.
Rencanaku masih dapat berjalan, hanya saja akan ada kerja ekstra mengetahui aku akan punya tiga anak, yang entah laki-laki atau perempuan belum aku ketahui. Terlepas itu, apa pun gender mereka, tak peduli, terpenting mereka sehat dan baik-baik saja sesuai ungkapan dokter. Lalu soal nama, aku sudah menyiapkan untuk ketiganya, baik laki-laki dan perempuan nanti.
Akan aku pastikan, masa depan mereka terjamin indah di depan mata.
Kabar ini pun aku hembuskan ke orang sekitarku, mereka tampak bahagia akan hal itu, serta pula satu-satunya insan di sana yang menjadi penghubungku dan tempat tinggalku, siapa lagi kalau bukan Vivian.
"Whaaat? Serius lo, Kak?! Kembar tiga?" Aku tersenyum seraya mengusap perutku lembut, di telepon seberang sana Vivian tiba-tiba berteriak melengking hingga aku menjauhkan telingaku dari gawai. "Gak cuman satu ponakan gue, tiga sekaligus pas mbrojol, kece sih!"
"Santai, eh santai, lo di mana sekarang? Jangan ampe disangka orang gila teriak-teriak begitu," tegurku tertawa geli.
"Eh, hehe, maaf. BTW, keadaan lo di sana gimana, Kak? Masih morning sickness parah kek biasa?" Dia menanyakan keadaanku sambil terkikik.
"Yah, seperti biasa, tapi mulai berkurang sih, dan gue udah bisa makan banyak," jawabku sesuai keadaan yang ada. "Di sana gimana? Apa ada artis K-pop favorit lo yang dateng?"
"Ish, Kak, jangan bikin gue ngarep, dong."
"Ngarep dikit aja gak papa kale, Vi." Aku tertawa bersamanya. "Doa aja dulu."
"Ish, Kak!" Vivian sepertinya salah tingkah. "Oh ya, aman sih di sini, kek biasa. Dan Sarah Tyona terus-terusan nanyain kabar, mereka kangen banget sama lo, Kak." Aku tak kaget jika Vivian berkata demikian, hanya duo itu yang pasti akan benar-benar merindukanku, sementara yang lain hanya atas dasar penasaran, tetapi kekepoan mereka kadang di atas ambang wajar untuk keadaanku yang berbadan empat kali ini, bisa kenapa-kenapa mentalku.
Berbeda dengan Vivian yang begitu pandai menjaga, meski dia tak kalah barbar kadang, tapi masih bisa terkendali.
"Bilang aja ke mereka gue baik-baik aja, nanti juga pulang," kataku.
"Oke, Kak."
"Lanjut sana kerja yang bener, jangan suka jajan sembarangan," candaku, kami berdua tertawa bersama. "Dah, Vi."
"Dah, Kak." Panggilan terputus, dan aku menghela napas panjang seraya merilekskan tubuh bersandar di sofa.
Sebentar lagi, rumor akan menyebar lebih luas selain hamil, hamilku juga tak biasa, kembar tiga. Entah apa tanggapan mereka, aku tak mau ambil pusing, tetapi ....
Apa tanggapan seorang Arjuna Thomas kala tahu?
Sebenarnya, aku tak berharap banyak, Arjuna juga sepertinya tak mampir lagi di kedaiku karena jika demikian, Vivian menjadi orang pertama yang memberitahukannya. Tak ada tanggapan berarti dari pria itu, hal yang bagus, mungkin dia akan bereaksi cukup konyol kala tahu ketiga bayi kembarku merupakan anaknya, tetapi semua hening dari notifikasi soal Pak Ajun.
Asyik-asyik memikirkan itu, ponsel khusus yang hanya punya kontak dokter, perawat, supir, dan Vivian itu, tiba-tiba berdering. Nama Vivian tertera di sana.
Kenapa dia menelepon balik?
Aku segera mengangkatnya lagi. "Kak!"
"Heh, suara lo kek toa manggil, ada apa sih Vi nelepon lagi?" tanyaku agak kesal seraya menjauhkan ponsel dari telinga.
"Pak Ajun dateng kedua kalinya ke sini, Kak." Pak Ajun datang kedua kalinya? Nah, sudah bisa diterka, memang pria itu tak pernah datang-datang sebelumnya setelah tragedi kabur dari kerjaan.
Hari ini hari libur kerja, kemungkinan besar Pak Ajun ke sana di waktu senggangnya yang benar-benar senggang, karena aku yakin dia tak punya banyak waktu liburan.
"Ya terus? Kenapa ngasih info itu ke gue, Vi? Layanin aja kali kayak pembeli. Pake nanya segala." Aku berkata sewot.
"Iya, tau gue, Kak. Cuma, dikasih kek biasa gak?"
"Iya kasih aja, kek biasa, kan dia pasti masih jadi langganan kita kan? Udah ya gue mau nonton sekarang, jangan ganggu." Setelah panggilan aku matikan sepihak, aku menyalakan televisi, niat hati ingin menonton acara favoritku.
Namun, beberapa saat berlalu, kembali ponsel itu berdering, dan kala melihat Vivianlah dalangnya.
"Apa lagi, sih?" Dengan dongkol, aku mengangkat panggilan Vivian. "Apaan, Vi? Gue kan udah bilang buat stop nelepon."
"Kak, gue mau nyampein aja, Pak Ajun ternyata cuman sebentar aja ke sini jadi gue bungkusin."
"Gak penting banget, Vi, ampe lo ganggu jadwal nonton gue." Aku memijat pelipis, emosiku tak stabil dan harusnya dia pintar-pintar menjaga perasaan.
"Tapi, dia nitip amplop ke gue, Kak. Katanya selamat atas kehamilannya, dan ini ... sedikit uang pesangon untuk lahiran. Katanya dia gak tau menahu soal bayi jadi, uangnya aja katanya, jangan dipake buat jajan si ibu tapi si bayi." Oh, aku cukup kaget, Pak Ajun bela-belain datang langsung ke toko sendirian dan memberikan uang pada Vivian untukku. Aneh juga, padahal dia bisa meminta orang lain mengirimkan untukku, atau masuk ke rekening, malah cash dan begitu.
"Ya udah, lo simpen aja duitnya, Vi. Bilang makasih ke dia." Aku tak akan menolak hadiahnya karena tak sekali dua kali, sih, dia memberikan hadiah padaku. Kinerjaku yang tak pernah dia akui sebenarnya dia akui, tsundere.
"Oke, Kak."
"Dan oh, apa lo ada bilang tentang gue bakalan punya kembar tiga?"
"Ah, lupa soal itu, entah kenapa gue rada beku hadepin atasan lo, Kak. Dia ternyata punya aura ... seserem itu." Aku tersenyum geli pada Vivian, sepertinya dia mulai buka mata bagaimana seramnya berhadapan dengan Pak Arjuna Thomas. "Tapi, ada yang lain juga di ekspresi seramnya, sih, Kak."
Aku mengerutkan kening. "Ada yang lain?"
"Dia ... keliatan ... sendu dan terluka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Husbandfree [tamat]
Romance[21+] Nekat dan TOLOL Adalah hal yang bisa disematkan pada Romansa Nugraha, wanita 27 tahun, seorang asisten pribadi yang di luar kalem, nyatanya di dalam rada gila. Bagaimana tidak? Dirinya bukan penganut childfree, melainkan husbandfree--menurutny...