35; husbandfree

3K 202 7
                                    

"Siapa pria tua itu?" Karena tak mungkin orang tua Victor, pria itu tak lagi memiliki ayah dan ibu sejak kecil katanya, nasibnya tak berbeda jauh denganku. Aku kasihan mendengar ini, tapi di satu sisi kesal karena sifatnya sekarang.

"Itu ... rival ayah, meski mereka bersaing dengan cara sehat karena berbeda bidang, tapi kalau melihatnya bersama Victor. Rasanya ... uh ...." Tampak ada rasa gelisah bercampur ketakutan di wajah suamiku itu, dan pantas saja aku tak mengenal satu ini, biasanya aku kenal perusahaan saingan Thomas Corp yang bergerak di bidang properti rumah dan seisinya. "Siasat baru."

"Apa kamu takut Victor memulai sebuah rencana jahat bersama pria itu?" tanyaku. Ada tarikan napas berat di sana. "Aku rasa kamu bisa, kok, menghadapinya. Kamu, kan, seorang Arjuna Thomas."

"Aku ...." Dia menggantung kalimat, terdengar ragu.

"Kamu selalu terlihat tertekan menghadapi Victor itu, ya. Padahal, kamu gak kalah sama dia, bahkan aku berani bilang kamu di atas dia. Jelas, andai dari dulu kamu gak tersingkir, aku yakin kamu lebih bersinar dari segi apa pun itu." Aku memberikan pujian, Ajun harus memiliki kepercayaan diri, dia menghadapi Victor seakan tak jadi Ajun yang biasa aku kenal.

Mungkin itu alasan dia selalu terkesan tersingkir, padahal dia bisa melawan, Victor memakai taktik mempermainkan psikologinya dengan kata-kata.

"Sungguh?" Dia terdengar gugup dan ragu-ragu.

"Oh, ayolah, Arjuna Thomas perfeksionis dan teliti, dia tak hanya pandai berkomentar tapi juga bertindak. Itu yang aku kenal di kamu selama tiga tahun lebih bersama. Kadang itu bisa jadi sifat dan keahlian yang bisa kamu manfaatkan, di situasi begini. Apa gak cukup tiga tahun training menjadi Arjuna penjulid handal? Kamu bisa mematikan psikologis dia balik dengan kata-kata, aku yakin itu, kamu kan ahlinya."

Dia sedikit tersenyum. "Aku gak tau itu pujian atau sindiran."

"Can be both." Kami berdua tertawa. "Kamu pasti bisa, Ajun. Akurasi ekspektasiku tinggi, selayaknya aku yakin aku bisa memperkosa kamu tanpa ketahuan malam itu, atau saat aku yakin akan hamil anak kamu meski aku gak tau kamu pernah didiagnosis mandul. Sebagai asisten pribadi, aku punya beberapa analisis disertai hipotesis-hipotesisnya."

"Kalau begitu ... aku percaya sama kamu." Syukurlah, Ajun tampak mendapatkan kepercayaan dirinya lagi, aku tersenyum puas dan memberikan reward ciuman untuknya.

"Kalau boleh tau, pria itu ada di bidang apa?" tanyaku, iseng.

"Kuliner."

Kuliner?

Pesta berakhir tanpa kendala berarti, kehidupanku dan Ajun pun seperti biasa, tetapi sayangnya setelah pesta dan liburan, dia harus bekerja sebagai pemimpin perusahaan utama. Aku merapikan jasnya, membenarkan dasinya, dan mengelap kacamatanya sebelum akhirnya memakaikan ke orangnya. Dia terlihat tampan dengan penampilan rapi begitu.

"Menurut kamu, apa bagus pakai lensa mata?" tanyanya.

"Bagiku sama aja, kamu tetap tampan," jawabku seadanya. "Jadi, terserah kamu."

"Oh, aku mau kacamata saja, aku jujur aja takut dengan itu." Dia tertawa cengengesan. "Kalau begitu, aku berangkat, aku akan pulang tepat waktu jika tidak ada halangan, rasa rinduku terlalu berat tanpa kalian." Oh, dia selalu jadi penggombal.

Dia menciumku, anak-anak, sebelum akhirnya beranjak pergi ke kantornya. Kami semua mendadahi hingga Ajun pun berangkat pergi.

Aku tak terlalu banyak mengurus rumah, hanya bagian menjaga tiga putra kembarku dan Ajun bersama babysitter-ku, kami melakukan kegiatan biasa dan siangnya bersantai bersama di ruang keluarga. Aku menyalakan televisi untuk sedikit hiburan, dan saat itu siaran berita.

Aku dikejutkan dengan sebuah berita soal wacana pembukaan toko kue mancanegara yang akan buka dalam waktu dekat oleh pengusaha di bidang kuliner, sebenarnya tak ada masalah berarti sampai aku menemukan siapa dalang di balik itu semua.

Si pria tua itu, dan makhluk pencuri milik Ajun.

Victor!

Mataku memicing seraya menghela napas gusar, pantas saja perasaanku agak aneh kala Ajun bilang pengusaha di bidang kuliner, dan berbeda dari bidang Ajun. Victor bukan ingin mengibarkan bendera perang pada Ajun lagi, dia pindah haluan, dengan bersaing denganku!

Dari toko kue mancanegara saja, sudah bertentangan dengan toko kue tradisionalku.

Bahkan, dia yang baru buka, sudah mencabangkan ke beberapa tempat, iklannya pun tampaknya akan ada di mana-mana, yang menaungi perusahaan besar jadi akan sangat banyak keuntungannya, berbeda denganku yang baru wacana bercabang dua serta hanya dari seleb promosi. Aku menghela napas gusar, ada-ada saja pria satu ini.

Sebenarnya, aku tak merasa tersaingi, karena meski jualan kami hampir sama dan dia lebih lengkap, soal rasa tak akan menipu karena aku punya ciri khas, tetapi di satu sisi aku khawatir nama kami tergerus serta merta, jika dia terus bercabang, bisa-bisa tiada tempat lagi tokoku berkembang karena dia pasti mencari lokasi strategis dan bisa saja, tempat yang sudah aku bayangkan ada tokoku di sana malah gagal aku dapatkan. Haruskah aku menguras dompet untuk mempercepat wacana demi wacana yang ada? Atau, minta bantuan Ajun? Mumpung yang aku nikahi kaya tujuh turunan.

Opsi kedua sebenarnya tak terlalu buruk.

Agar tak dianggap istri gila harta yang suka menguras harta suami, aku akan mengkiblatkan ini sebagai bisnis menguntungkan kami. Mungkin saja aku bisa menerapkan cara serupa seperti yang dilakukan Victor, tetapi jauh lebih elegan dan tentunya, karena konsepku unik, aku cukup percaya diri memenangkan persaingan yang tak terlihat seperti persaingan ini.

"Halo, Romansa, Sayang," kata seseorang, aku menoleh dan terkejut menemukan ibu bertuaku sudah ada di hadapan, entah kapan dia ada di sana.

"Eh, Mamah." Aku balik menyapa, dia tersenyum anggun, menatapku sekilas kemudian ke televisi yang masih menayangkan pembukaan toko kue mancanegara itu, lalu duduk di hadapanku dan menggendong Yasa di pelukannya. "Mamah ada apa kemari?" tanyaku, hangat.

"Hanya ingin menemui menantu dan cucu, apa dilarang?" tanyanya balik, aku sedikit tertawa sumbang. "Jadi, kamu sudah dengar berita soal Victor yang berniat membuat usaha sendiri?"

"Mm iya, Mah."

"Kamu sendiri sepertinya pemilik usaha di bidang kuliner juga, kue tradisional bukan?" tanya ibu mertuaku lagi, aku kembali mengangguk. "Oh, sebenarnya aneh Victor akan mengubah haluan, dan sepertinya itu berhubungan dengan kamu."

Tampaknya ibu mertuaku tahu sesuatu.

"Dari kecil padahal Victor selalu terobsesi dengan Arjuna hingga selalu mau berada di depannya, tetapi sepertinya sekarang dia ... terobsesi dengan kamu." Aku membulatkan mata sempurna akan ucapan itu, kaget, tetapi sekaligus bingung akan maksud ibu mertuaku itu. "Dia anak yang benar-benar unik, dengan kecenderungan ingin mengambil milik orang yang dia senangi--dalam artian negatif. Kamu berhati-hatilah, karena dia bisa melakukan apa saja untuk ambisinya."

What the ....

"Mah, terlepas dia mau bersaing bagaimanapun caranya, aku pikirkan itu nanti. Cuma, aku mau tanya, jadi Mamah sudah tahu sedari dulu persaingan antara Victor dan Arjuna enggak sehat? Victor tega sama Arjuna, dan sebagai seorang ibu harusnya Mamah ngebela Arjuna, kan?"

Husbandfree [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang