39; husbandfree

2.5K 174 4
                                    

Percobaan pertama, ternyata aku cukup buruk. Aku memang tak pernah menyebut menyetir mobil hal yang mudah, tetapi siapa sangka memang begitu, entah aku yang payah atau apa.

Namun, anehnya, saat selesai tes, aku yang harusnya minus banyak malah mendapatkan SIM dengan cepat. Hal yang membuatku menatap Ajun, dia tengah menggendong Yasa dan Yuda sementara aku menggendong Yoga sekarang, yang tersenyum manis menatapku balik.

Dengan itu, aku menyerahkan kembali SIM-ku ke petugasnya.

"Ajun, aku tau uang bisa beli segalanya, tapi jangan gini juga. Skill mengemudiku bisa ngebunuh diriku sendiri ataupun seseorang, hei." Aku mendengkus pelan dan senyum Ajun luntur, dia menunduk.

"Eh, mm ma-maaf."

"Tahanlah dulu SIM ini, aku mau latihan rutin untuk itu." Aku menggeleng pelan seraya menghela napas. "Oh ya Ajun, SIM kamu murni kan?"

"I-iya, murni, kok. Aku--" Aku menatapnya tajam. "A-aku gak pernah nabrak seseorang, kok. Sungguh. Dan aku belajar rutin setelah itu, sungguh."

Memijat pelipis sebentar, aku menatapnya lagi. "Terserahlah, ayo kita segera pulang."

"Pulang? Kamu gak mau we time bareng? Mumpung kita kan libur." Dia tersenyum kecil, sepertinya berusaha menaikkan mood-ku yang turun karena tadi.

Ucapan Ajun ada benarnya juga, tapi ....

"Kamu gak kelelahan?"

Ajun menggeleng. "Uh, oh, kamu yang capek ya?" Dia balik bertanya.

"Enggak, sih. Aku lebih santai di rumah, kalau kamu mau, aku ikut aja." Aku mengangguk setuju.

"Kita ke akuarium, mau? Aku rasa menyenangkan kalau kita memperlihatkan biota laut pada anak-anak."

"Ide bagus." Aku tersenyum manis, kebetulan aku memang perlu refreshing ke tempat begitu.

Setelahnya pun, kami pergi menuju lokasi akuarium raksasa sekeluarga, salah satu tempat yang jelas akan lumayan ramai karena di hari libur begini. Namun, tak buruk, anak-anak sangat antusias karena mereka melihat ragam hal yang mungkin belum mereka lihat sebelumnya. Yoga tertawa gelak, Yasa terus mengikuti ikan besar yang senang sekali mengikutinya, dan Yuda menunjuk-nunjuk seakan memberitahu kami jika dia melihatnya.

Ocehan mereka jadi kelucuan tersendiri, aku dan Ajun bahagia, sampai aku merasakan ....

Oh, dunia amat sempit sekali.

"Dedeeek!" pekik Queen, keponakan Ajun. Dan jelas, dia tak sendiri, nyatanya bersama ibundanya serta pengasuh.

Entah di mana sang ayah, sepertinya tak ada di sini.

Queen sangat bahagia bertemu anak-anak, tetapi keberadaan ibunya membuat suasana entahlah, atmosfer ini menyebalkan.

"Halo, Queen," sapaku hangat. "Melissa." Aku menatap Melissa ibundanya.

"Oh, hai, Rosa, Arjuna." Melissa menyapa kami, tersenyum. "Kebetulan banget, bisa bertemu di sini." Dia tersenyum manis ke arah kami berdua. "Kalian lagi jalan-jalan juga? Boleh aku join?"

Karena keberadaan Queen, tampaknya baik aku dan Ajun tak akan menolak pernyataannya. Walau, rasanya canggung karena dia ipar yang lumayan meresahkan di awal. Itu first impression.

"Mana Victor?" tanyaku, agak basa-basi.

"Sibuk bertapa, entahlah, meski aku istrinya tak seharusnya aku tau semuanya tentang dia kan?" Dia kelihatan masih seangkuh itu. "Rosa, boleh aku bicara empat mata, berdua, denganmu."

"Enggak, di mana ada Rosa, aku akan di sana."

"Relax, Arjuna. Ini urusan wanita."

"Urusan wanita, urusan apa pun, Rosa istriku, aku--" Aku menahan ungkapan Ajun berikutnya.

"Tenanglah, lagian kamu selalu ngawasin aku, kan. Dia pasti tau itu. Kamu juga tau aku." Aku mengusap pipinya lembut, menenangkan emosinya. "Sebentar saja, oke?"

"Baiklah ...."

"Aku titip Yasa dan Yuda."

"Baik."

"Titip Queen, ya, Arjuna." Arjuna mendengkus sebal karena ungkapan Melissa, tetapi jelas menurut. Kami meninggalkan mereka serta babysitter Queen juga, aku mengekori Melissa yang membawaku duduk ke tempat rehat untuk memesan di sana.

"Jadi ... bagaimana caranya?" Tanpa babibu apa-apa, Melissa langsung bertanya, dia bahkan tak menanyai mau pesan atau apa dulu.

Namun, aku mengerutkan kening karena pertanyaannya. "Bagaimana apanya?"

"Menjadi wanita seperti kamu, bagaimana caranya?" Aku terkejut ketika wajah angkuh Melissa menghilang, tergantikan wajah bak anak kecil yang amat penasaran akan sesuatu. "Bagaimana jadi wanita seperti kamu, Rosa? Kamu ...."

"Tunggu, tunggu, kamu mau jadi wanita sepertiku?" Aku mengangkat sebelah alis, bingung. "Kenapa? Aku enggak spesial." Kalau gila, sih, iya.

Akan tetapi, dia kenapa, sih? Kenapa keluarga Arjuna Thomas seakan tidak ada yang otaknya beres. Apa karena aku gila magnetku jadi orang gila semua? Padahal kan biasanya kalau diibaratkan magnet, maka yang berlawanan yang mendekat, tapi kenapa begini, sih?

Perubahan drastis Melissa ini aneh.

"Enggak, kamu pasti spesial. Buktinya, cukup sekali kamu mengatakan sesuatu pada suamiku, dan boom, semua berubah! Dia seakan menggilai kamu sekarang, aku sungguh khawatir dengan itu. Kamu harusnya menolak bekerja sama dengan dia karena bisa saja itu siasat dia mencuri kamu dari Ajun. Namun, karena sudah kelanjur, maka aku ... aku harus bisa kayak kamu. Jawab aku, Rosa! Gimana caranya?" Aku melongo, bahkan kala menatap ke bawah, Yoga pun bak melongo di gendonganku.

"Rosa, aku mohon, katakan gimana caranya? Selama ini, aku selalu berusaha jadi yang terbaik untuk Victor, membelanya, mengikuti perintahnya, tapi satu pun enggak ada yang baik di mata dia. Kamu pasti mengerti kan sebagai seorang wanita, yang mencintai seseorang, tapi seseorang itu ... malah ...." Aku terkejut dia berikutnya terisak.

Oh, apa ini kasus si bucin yang rela melakukan apa saja demi pasangannya? Aku rasa, sesuai penalaranku, Melissa adalah korban pembentukan karakter oleh Victor, dia kelihatannya tak sepenuhnya jahat sekarang, deteksiku bilang dia benar-benar si bucin goblok. Bahkan kalau disuruh Victor loncat dari tebing pun, dia mungkin akan mau-mau tanpa ada elakkan. Astaga, ternyata masih banyak yang begini. Tak bisa dibiarkan, sih.

"Melissa, tenangkan diri kamu, kamu bisa bikin Yoga nangis kalau kamu juga nangis," tegurku, aku sengaja pula menutupi mata Yoga, karena Yoga gampang sekali ikut-ikutan emosi orang.

Melissa segera menyeka air matanya. "Maaf, tapi aku ... aku gak mau dia ... berpaling."

"Begini, aku bakalan bantu kamu, tapi bukan agar kamu mirip denganku oke? Aku ini orang gila, Mel. Jangan dituruti. Cuman, aku akan ngasih beberapa tips yang tepat, biar kamu bisa mengendalikan diri kamu."

Melissa membenarkan duduknya, dia kelihatan sangat antusias sekarang, sungguh-sungguh ingin meminta tips dariku.

"Pertama-tama paling terpenting adalah, cobalah mengurangi persentase rasa cintamu pada Victor."

Ini adalah hal penting, tetapi dari wajahnya, Melissa terlihat heran tak terima.

"Bukannya, aku harus begitu biar Victor bisa melihat besarnya cintaku?"

Aku menggeleng. "Keliru, Victor itu tipe manipulatif, kamu pasti tahu itu." Apa dia tak pernah belajar soal hal ini, ya? Sepertinya sih dia buta map. "Yang ada, bukannya dia merasakan cintamu, malah dia merasa kamu gampang diinjak dan dipermainkan, karena kamu akan patuh saja dengan hal bodoh yang dia suguhkan sama kamu."

Husbandfree [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang