33; husbandfree

3.9K 239 14
                                    

"Rosa, aku sungguh gak ada rasa dengan wanita itu, aku benar-benar kesal mereka bawa dia ke sini, benar-benar otak busuk!" bisik Ajun kesal padaku.

Aku tertawa pelan. "Aku tau, aku bisa liat perbedaannya kala kamu natap aku dan dia," jawabku penuh keyakinan, karena memang kenyataan demikian. "Ikutilah, ini bakalan menyenangkan, kok. Mereka kira mereka bisa nyenggol rumah tangga kita dengan permainan konyol ini."

"Kamu mau apa?" Ajun tampak bingung.

"Ikuti saja."

Kini, kami semua berada di ruang tamu, anak-anak bermain bersama anak Victor, aku dan Ajun menjaga mereka, sedang Victor, istrinya, serta mantan Ajun itu--namanya Zoey katanya, duduk di sofa.

"Aku ingin mengucapkan selamat atas pernikahan dan kelahiran anak kalian, Arjuna dan Romansa," kata Zoey tiba-tiba, Arjuna melongo menatapnya.

"Mm, ya-ya, terima kasih."

"Zoey, andai dirimu bersabar, padahal kamu berkesempatan besar bersama Arjuna," kata Victor tiba-tiba, memanas-manasi ceritanya, nih?

"Benar, Zoey, padahal terapi sedikit dan mengobati Arjuna dari perasaan stres yang membuat anunya sulit berdiri, mungkin hubungan kalian bisa sukses." Aku bisa melihat wajah kaget dari siapa pun di sana kala aku ikut memanas-manasi. "Kamu cantik dan cocok sekali dengan Ajun."

Ajun menatapku syok, dan aku tersenyum seraya mengerling diam-diam. Aku menatap Victor dan Melissa, mati kutu kan?

"Ah, tak mengapa, itu tandanya Ajun jodohmu, bukan jodohku, lagipula kedatanganku ke sini hanya untuk menjenguk, bukan bicara soal masa lalu." Tampak Zoey tersenyum kecut. "Jangan katakan begitu, kamu pantas bersama Arjuna, kamu juga sangat cantik."

Dia kelihatan hangat, sepertinya tak ada otak busuk di dalam sana seperti sepupu Ajun dan istrinya itu, tetapi aku tak akan menaruh kepercayaan melebihi kapasitas. Katakan aku punya trust issues, ya itulah kenyataannya.

"Oh ya, dengar-dengar sebelum bersama, kamu sengaja ingin dihamili Ajun, ya? Katanya, kamu memberikan Ajun obat tidur kemudian memperkosanya?" tanya Melissa, aku sudah menebak keduanya akan mengungkit satu itu, yah berita sudah tersebar di mana-mana tentunya simpang siur akhirnya. "Apa kamu ... bukan sengaja biar Ajun tanggung jawab kan? Oh, benar, benar, kalian kan saling cinta?" Melissa tertawa, sindiran berbalut candaan.

"Benar, aku memang niatnya begitu, niatku sebenernya cuman ngincer bibit unggul Arjuna yang wajahnya serupawan Arjuna. Gak ada niatan bersama, jujur aja, karena sifat Ajun benar-benar menyebalkan di masa lalu. Niatku hanya punya anak, karena aku ... penganut husbandfree." Mereka tampak bingung dengan istilahku. "Aku punya trauma, pria abusif, jadi yang aku mau hanya anak untuk kelangsungan hidup aku yang sebatang kara, no husband for sure, dan udah ada rencana menyembunyikan semua dari Ajun. Rencanaku udah matang, sayangnya gak berjalan sesuai ekspektasi, Ajun melakukan tes DNA dan mau gak mau ...."

Aku menggedikan bahu, cuek bebek dengan cibiran. Melissa dan Victor tampak bertukar pandang, mereka harus punya topik lebih baik untuk membuatku kecil.

"Rencana yang rada bodoh, memang, tapi yah kami sudah berencana ke psikiater sama-sama. Ajun dan stres beratnya, aku dan traumaku. Iya, kan, Sayang?" Aku menatap Ajun yang tersenyum manis, dia tampaknya sudah mengikuti alurku.

"Iya, Sayang." Ajun memelukku manja sebentar. "Hehehe ...." Dia kelihatan bahagia tanpa tertekan, baguslah.

"Uh, oh, kalau begitu ... sepertinya aku permisi dulu, Arjuna, Romansa." Zoey berdiri. "Maaf kalau datang mendadak dan mengganggu waktu di masa-masa bahagia kalian, aku permisi dulu."

Zoey beranjak lebih cepat dari dugaanku, dan kala aku menatap Melissa dan Victor ....

"Sayang, Baby, ayo kita pergi." Kabur juga ternyata, Melissa tampak memanggil sang anak.

"Tapi, Mom, aku masih mau bermain dengan adik-adik," jawab anaknya manja.

"Biarlah si cantik di sini, Melissa, Victor, memang kalian mau ke mana buru-buru banget?" Aku memanas-manasi mereka.

Victor tak menjawab. "C'mon, kita harus pergi, ada hal penting yang harus Dad dan Mom lakukan." Dia bahkan menggendong anaknya yang merengek, meski tak melawan, dan membawanya pergi tanpa permisi, hanya anaknya saja yang melambai mendadahi kami berlima.

Aku menatap Ajun yang menghela napas lega. "Aku bener-bener lega, biasanya aku mati kutu sama Victor dan istrinya, tapi karena ada kamu ... aku beneran suka gaya kamu."

Aku hanya tertawa pelan. "Omong-omong, cantik sekali mantan istri kamu ternyata, dibandingkan aku--"

"Eh, kenapa kamu bilang begitu, sih? Itu gak benar, kamu juga gak kalah cantik." Dia memelukku lembut, tetapi menyebalkannya, dia memainkan perutku yang memang agak melempem.

Aku menampar tangannya, dan bukannya kesakitan, Ajun malah tertawa.

"Aku kalah kelas, dia sekelas model majalah, aku sekelas model masalah," akuku.

"Enggak, tuh. Kamu cantik banget, Rosa. Saking cantiknya, rasanya mataku gak bisa ke lain selain kamu. Aku candu saat kita kali pertama bertemu." Dia mengusap lembut pipiku, aku memegang tangannya. "Wanita punya sisi cantik tersendiri, dan aku mencintai itu."

"Oke, oke." Aku tersenyum manis. "Tapi, dia keknya emang beneran model, kan? Aku rasa aku pernah liat muka dia, tapi di mana ya?"

"Ya, benar, pernah. Nama panggung dia Z."

"Ah, benar, Z!" Aku ingat. "Model heboh itu ternyata, pantas rasanya aku kenal gak kenal."

"Hm, iya, begitulah." Ajun menggedikan bahu. "Kami nikah beberapa tahun lalu, atas dasar perjodohan, demi kelangsungan perusahaan ayah Zoey yang mulai bangkrut sekaligus melunasi hutang."

"Kasihan banget jadi jaminan hutang, ternyata masih saja ada manusia yang diperlakukan kayak barang," gumamku.

"Mm-hm, dan hubungan itu didasari rasa kasihan, Zoey dingin padaku, meski aku berusaha jadi suami yang baik, dia mungkin mikir aku bersandiwara walau sebenarnya aku hanya berusaha mencintai apa yang aku miliki, kamu ngerti maksudku kan? Walau bukan diawali cinta, mungkin aja bisa tumbuh, tapi makin ke sini malah makin ...." Ajun menghela napas, terlihat malas menceritakan. "Rumit hubungan kami, kami berdua sama-sama alat orang tua, aku benar-benar kesal soal itu. Karena lama tak dikaruniai anak, kami memutuskan berpisah, aku yang minta atas dasar kasihan pada Zoey yang tertekan hidup denganku, tentunya ada sedikit masalah soal hutang piutang yang diminta ayahku lagi, tapi aku menutupinya dengan uang pribadi. Meski dia gak tahu kenyataannya gimana dia bisa bebas, yah aku gak mau ngungkit itu lagi."

"Kamu pria baik, Ajun, dan Zoey ... sangat disayangkan kalau dia menyia-nyiakan pria kek kamu."

"Biarlah, kalau tanpa itu, aku kan gak akan ketemu kamu. Mending sama kamu." Ajun kembali ndusel padaku, aku tertawa, kemudian dia memeluk anak-anak. "Rosa, apa kamu bertanya-tanya, kenapa aku sangat ingin jadi pemimpin perusahaan?"

"Karena ... itu milik kamu?" Meski aku rasa itu alasan terlalu gamblang, mungkin ada yang lebih spesifik, aku jadi bertanya-tanya karenanya.

"Salah satunya, tapi tujuan utamanya, sebenarnya simpel." Aku menatap Ajun yang menciumi anak-anak kami bergantian. "Aku mau mutus lingkaran setan keluargaku yang hobi menyetir anak-anaknya, yang hobi mengomentari anak-anaknya, menyuruh mereka tumbuh dewasa sebelum waktunya."

Oh ... dia pria yang perasa.

Husbandfree [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang