5. The Accident

397 56 8
                                    

tiati chapter ini agak puanjaaang

.

.

.

Seventh Year-Beginning of 1996

Tekanan yang dirasakan anak tingkat tujuh memang sudah lebih baik dari tekanan yang mereka terima di tingkat lima. Tapi tetap saja, lelahnya sama. Apalagi sekarang waktu luang yang Claire punya, ia kerahkan seluruhnya untuk penampilan terakhirnya di Quidditch sebelum akhirnya graduated

Seperti sekarang. Bedanya, belum juga tim Gryffindor sampai di lapangan Quidditch, jalan mereka sudah lebih dulu dicegat oleh para hijau medusa berlidah banyak.

"Hari ini, lapangan milik kami," ujar Marcus, si sialan yang selalu ingin Claire robek lidahnya. Persis medusa. Sembari mengibaskan kertas berisi perizinan untuk menggunakan lapangan yang bisa Claire tebak itu dari kepalaasrama mereka.

Maka dengan begitu Claire lantas melangkah maju. Tepat berhadapan dada dengan Marcus yang masih mengangkat dagunya angkuh seraya tersenyum bak orang sinting.

"Sorry for dissapointed you, Flint. But, jauuuuh sebelum kau mendapatkan harta karunmu itu, aku sudah lebih dulu mendapatkannya dari prof McGonagal. Dan kami juga sudah lebih dulu sampai di sini. So, yaa ...," katanya sembari mempersilakan tim Slyhterin untuk meninggalkan lapangan menggunakan tangannya dengan gerakan sopan.

Melihat dan mendengar bagaimana si keturunan Edevane mengusirnya, Marcus jelas langsung naik pitam. Di atas kepalanya sudah ada tanduk iblis juga asap mengepul yang keluar dari hidungnya. Persis banteng, tapi jalannya melata.

"Apa?" tanya Claire kala Marcus hanya mendengus sebal seraya menatapnya nyalang, tanpa mengatakan apapun.

"Gimme the letter," pintanya yang segera dituruti oleh Claire.

Tapi belum juga surat itu berhasil dipegang oleh Marcus, Claire sudah lebih dulu menjauhkannya hingga berhasil menguji kesabaran Marcus habis-habisan. Dengan senyum semanis gulali pinggiran kota, Claire berkata, "Mau kau robek lagi seperti hari lalu, hm?" 

Deru napas yang menggambarkan bagaimana emosinya Marcus sekarang terdengar begitu menggelakkan bagi anak-anak Godric. Lucu saja melihat para medusa itu kesal, rasanya seperti mendapat hiburan cuma-cuma. Apalagi bagi si kembar Weasley. 

Kelicikan seorang Slytherin memang terkadang perlu diberi jotosan maut, bahkan lebih dari itu-- mereka menjengkelkan. Dan mendengar bagaimana Marcus kemudian berkata sebelum berlalu dengan kepalan yang harus disalurkan, suasana yang mulanya terbagi menjadi dua macam kini hanya tersisa satu. Tegang.

"You son of a bitch."

Selang berapa detik dan belum lagi Marcus berhasil melewati semua anggotanya, tubuhnya sudah lebih dulu tersungkur ke belakang dengan hidung bengkok. 

Tentu saja kejadian itu segera menyita semua makhluk hidup yang ada di sana, entah mereka yang hendak menonton atau bahkan anggota kedua tim. 

"You--"

BUGH!

Lagi. 

Tanpa menunggu jeda apapun lagi, Terence langsung menyeret Adrian untuk menjauh dari radar Marcus yang kini hidungnya teraliri darah segar. Pukulan bocah ini memang sekuat pukulan algojo. Terence saja pernah hampir tidak bisa kembali ke Hogwarts sebab duel yang ia lakukan bersama Adrian membuat tulang rusuknya patah 4.

"Apa-apaan kau, Ad?!" tanya si gadis Parkinson yang sedang membantu Marcus untuk bangun.

Tawa culas santer terdengar memekakkan. "Membela kekasihnya lah. Apalagi yang kau harapkan, Pansy?" sahut Marcus dengan nada mengejek. "Ah, salah. Membela pelac--"

Sequoia | Severus SnapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang