23. Unpredictable

509 49 4
                                    

Usai kejadian tadi malam Claire hampir dibuat tidak bisa tidur. Selama hampir tiga jam, yang Claire lakukan hanya berguling ke sana-kemari hingga membuatnya terlilit selimut, lebih dari itu, ia bahkan sempat terjatuh dan membuat Snape hampir masuk ke kamar jika saja Claire tidak lantas menjawab pertanyaan pria itu.

Lalu setelahnya, ia dibuat bertanya-tanya. Apa ia setega itu untuk jatuh pada seorang penindas? Seorang perisak yang sejak dulu sekali selalu Claire bantah. Dirinya ahkan yang mendeklarasikan pada dunia bahwa perisakkan yang dilakukan oleh pria itu adalah sebuah dosa besar.

Dan bukankah ia pernah berkata pada dirinya sendiri bahwa jika sampai ia jatuh pada pria itu entah hanya sekedar suka atau sampai mencintainya, berarti di saat itu ia sudah kehilangan seluruh akalnya?

Tapi memang betul 'kan kalau Claire sudah gila sebab perasaannya yang di luar nalar itu? Sebab masalah hati, siapa yang tahu? Claire tidak bisa menebak pada siapa ia akan jatuh cinta. Ia tidak memaksa atau menahan untuk jatuh pada seseorang, selagi seseorang itu tidak memiliki hubungan dengan siapapun. Dan kini, pagi ini, Claire berhasil dibuat bimbang.

Seraya mematut dirinya di cermin kamar mandi, ia menghela napasnya berkali-kali. Kenapa pula Snape harus menindas anak-anak? Kenapa pula dirinya sebegitu bencinya pada pria itu?

Seharusnya ia sadar, membenci seseorang terlalu dalam itu sebuah kesalahan besar.

Lalu setelah usai dengan acara gosok gigi dan cuci mukanya, Claire keluar kamar mandi, memakai lip balmnya dan menarik napas dalam sebelum akhirnya keluar.

Tapi tepat saat kepalanya menilik laboratory, ia mengernyit dalam.

"Sir?" panggilnya pelan sembari menutup pintu kamar.

Ruangan yang hanya dengan menelisiknya menggunakan mata saja bisa dengan mudah menemukan manusia sebesar Snape tidak lantas membuat Claire menilik kolong meja satu persatu. Untuk apa juga pria itu ada di kolong meja?

Dengan langkah tergesa, Claire keluar ruangan.

"Sir!" serunya yang menggema di koridor yang suram nan dingin ini. Matahari sedang enggan hadir, digantikan dengan salju yang dengan sepersekian detik mampu membuat sekujur tubuh Claire meremang.

"Apa dia dipanggil oleh kepala sekolah? Tapi untuk apa?" monolognya yang hanya disapa angin yang entah datang dari mana.

Semalam Snape tidak berbicara apapun, entah belum bersedia atau bagaimana, Claire kurang tahu. Kepala asrama Slytherin itu hanya memeluknya, membasahi kaos putih Claire dengan air matanya. Lama sekali, bahkan kaki Claire hampir mati rasa jika saja Snape tidak lantas menyadarinya. Dan setelahnya, yang master ramuan itu lakukan hanya menyuruhnya untuk tidur.

Lalu pagi ini, pria itu malah tidak ditemukan di sudut manapun laboratory. Kalaupun ia ada di salah satu ruangan di Dungeon, masih mungkinkan pria itu mendengar panggilannya? Setidaknya menyahut. Tapi setelah ditunggu hampir lima menit, Claire dibuat berdecak lumayan keras saat menyadari bahwa ia kini sudah berlebihan.

"I don't wanna care! Just don't give a fuck, Claire," katanya pada diri sendiri.

Karena hal itu, Claire memilih untuk kembali masuk. Tinggal sejengkal lagi ia aan sepenuhnya berada di laboratory dan siap menutup pintu jika saja namanya tidak dengan tba-tiba dipanggil. Membuatnya lantas kembali keluar.

"Aurora!" serunya sebelum menerima pelukan dari seniornya itu.

"How's life here?" tanyanya selepas pelukan mereka melonggar dan keduanya memberi jarak pada angin untuk berlalu.

"Owhh! Complicated!" jawab Claire yang membawanya menjumpai kekehan juga usapan di kepalanya.

"But you did a damn great job, Claire."

Sequoia | Severus SnapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang