Akibatnya, jam kerja mereka yang seharusnya dimulai sekitar pukul delapan harus terlambat sampai hampir satu jam. Bukan karena terlalu banyak mencoba gaya, tapi karena keduanya terlalu lelah—mengingat mereka bangun saat matahari bahkan belum terbit.
Tapi meski terlambat, Snape masih begitu tenang menyeduh kopi hitamnya. Lagipula semalam ia sudah membuat banyak ramuan sebagai stok.
Ia kembali menghela napas, di tangannya sudah terdapat vial berisi ramuan pereda sakit yang ia ambil dari persediannya di ruang kerjanya tadi. Pandangannya yang semula fokus kian mengabur saat mengingat apa yang sudah ia lakukan tadi. Jujur, Snape menikmatinya—sangat! Tapi ia masih merasa bersalah sebab mengambil apa yang mungkin tidak seharusnya ia ambil.
Hingga akhirnya lamunannya meluruh saat pintu kamar terbuka. Bibirnya secara otomatis melengkung tipis kala netranya menangkap pemandangan yang begitu indah. Dengan celana training panjang berwarna abu juga kaos polos berwarna senada, dia terlihat sangat cantik. Apalagi leher jenjangnya diperlihatkan sebab harus membungkus rambut basahnya dengan handuk.
Snape bangkit dari duduknya, mengambil langkah Claire untuk ia bantu. "Masih begitu sakit?" tanyanya sembari mendudukkan wanitanya di kursi.
Anggukan mewakili jawaban Claire, ia bahkan masih terlihat malu saat netranya bertabrakan dengan obsidian Snape. Jika ditanya Claire marah atau tidak pada seseorang yang mengambil mahkotanya, jawabannya mungkin tidak. Sebab tadi saat Snape berkata bawa ia akan mengakhiri kegiatan mereka, Claire menahannya. Dia meminta untuk dilanjutkan.
Snape lantas berjongkok, mengulurkan vial yang sempat ia sakukan saat membantu Claire. "Minum ini, ya? Ramuan pereda sakit. Pahit memang, tapi ini efektif untuk meredakan sakitmu." katanya yang harap-harap cemas.
Tak seperti yang Snape pikirkan, Claire mengambil vial itu. Ia tahu kok kalau ini bukan skele-gro yang bisa membuatnya merasakan sekarat. Ia juga dulu sering mengkonsumsi ini saat cidera sebab Quidditch. Lalu tanpa pikir panjang, Claire meminumnya hingga tandas yang segera membuatnya mengernyit sebab tidak enak.
Melihat itu, selama beberapa etik Snape ikut mengernyit seakan ikut merasakan pahit. Iantas berdiri untuk memberikan kecupan dalam di puncak kepala Claire. "Sorry," katanya, lagi.
Kalau Claire mau menghitungnya, mungkin sudah lebih dari lima belas kali Snape mengucapkan kata itu. Padahal sudah berkali-kali pula Claire menggeleng untuk membalas bahwa 'tidak apa, kau tidak salah', tapi sepertinya Snape tidak paham sebab tidak diutarakan secara langsung.
"For what?" Akhirnya ia sudi untuk mengeluarkan suaranya meski rasa malu menyerangnya dari ujung kaki hingga ubun-ubun.
"For everything i've done to you. I took yours. Kau menjaganya selama ini, dan aku merusaknya. Claire, aku sa—"
"I love you too," penggal Claire yang membuat Snape bungkam. "Kau tidak merusaknya. Iya, kau memang merampasnya—mungkin—dari pasanganku di masa depan. But, i'ts okay. I didn't stop you either, right? Kita melakukannya sama-sama, kau tidak memaksaku dan akupun begitu."
Mendengar bagaimana Claire berucap, Snape merasa sedikit tidak suka dengan bagian 'merampasnya dari pasangannya di masa depan'. Entah kenapa, seperti ada sesuatu yang terbakar di dalam sana—hampir mirip seperti saat ia melihat Lily berjabat tangan dengan James kala itu. Lagipula, memang pasangan masa depan Claire bisa dijamin seratus persen masih perjaka? Tentu saja mustahil.
Sampai akhirnya ia hanya mengangguk, pastinya setelah mengesampingkan rasa panas yang menyulut emosi. Lalu tanpa peringatan, ia mendapat hadiah di bibirnya yang seketika membuatnya kembali tenang.
"It's not your fault, Sir—"
"A-aa, Sev. It's Sev, Claire. We've talked about this, right?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Sequoia | Severus Snape
FantastikTidak pernah ada dalam agenda hidup seorang Claire Eleanore Edevane untuk kembali menginjakkan kaki di Hogwarts setelah hari kelulusannya. Selain karena pernah terjadi tragedi malang yang membuatnya sengsara, Hogwarts jugalah yang membuatnya menuai...