22. Offering and Accepting

275 54 2
                                    

"Belum ada kabar terbaru dari kementrian?"

"Belum, tapi dari Hospital Wings ada."

"Apa?"

"Sekitar 14 siswa dinyatakan mulai membaik. Ya setidaknya mereka tidak lagi membutuhkan ramuan pernapasan untuk bertahan hidup."

"Oh yeah?" Snape menghentikan acara minum kopinya. Kopi hitam tanpa tambahan gula memang ajib diminum di pagi yang cerah ini. Iya cerah, Dungeon saja tersinari remang mentari. Meski dinginnya salju masih melegitkan kopi panas.

Anggukan semangat nampak jelas dari pihak Claire. Dia tengah menikmati sandwich besar buatan Wingky yang dibuat khusus untuknya.

Usai menelan kunyahannya, Claire menyahut, "Ternyata selama ini kita melewatkan satu bagian penting."

"Apa?" tanya Snape sebelum menyuapkan kornet telurnya.

"Asupan bergizi! Kita terlalu kalut dengan bencana ini. Kita bahkan melewatkan buah untuk mereka."

"Lalu sekarang sudah diperbaiki?"

"Sudah... err, sepertinya sih."

Mendengar jawaban Claire, Snape mengeluarkan kekehan kecilnya. Membuat makhluk di seberangnya mengernyit halus.

"Sir," panggilnya usai meletakkan sandwichnya. Ia beralih untuk melonggarkan kerongkongannya dengan air mineral.

Snape tidak menjawab, ia hanya mengangkat pandangannya yang tadinya ia jatuhkan sepenuhnya ke objek asupannya.

"Kau sadar tidak? Kau berubah."

"Maksudmu?"

Alih-alih menjawab, Claire justru hanya tersenyum sembari menggeleng. Menciptakan tatapan selidik dari lawan bicaranya. Tapi agaknya Snape lebih memilih untuk tak acuh dengan rasa penasarannya, sebab kini atensinya di curi sepenuhnya untuk menatap entitas ayu di hadapannya. Senyumnya selalu sampai mata. Sampai menyalur kepada Snape.

Minggu-minggu sudah berlalu dari sejak mimpi sialan itu hadir. Dan rasanya, Snape seperti mendapat kehidupan baru. Dari pagi hingga malam, entah kenapa dia seperti merasa lebih hidup. Seakan kesuraman yang ada di Dungeon bahkan ruangannya telah tunak diusir oleh kehadiran Claire. Wanita itu memang hanya berbicara, atau mungkin hanya mengeluarkan secuil senyum. Tapi ajaibnya, meski hanya sekecil itu, Snape bisa merasa nyaman dan tenang.

Sayangnya selain ia memiliki sisi putihnya, ia juga mendapati titik kehitaman di sana. Setiap malam, persis setelah pintu kamarnya ditutup oleh Claire—Snape akan merasa gelisah. Semua yang seolah sembuh dari pagi hingga malam lenyap seketika. Ia kembali kesakitan, kembali terjatuh dalam lubang besar yang membuatnya susah bernapas. Membuatnya terkadang harus memilih untuk terjaga semalaman daripada didatangi mimpi yang terefleksi dari kejadian dua puluh satu tahun lalu.

"Berikan aku pappermint-mu, Edevane," pintanya pada wanita yang berdiri di seberangnya.

Tanpa mau membuat sang master ramuan menunggu, Claire lantas memberikan apa yang pria itu inginkan.

"Ada apa?" tanya Snape di menit berikutnya, kala sang keturunan Edevane belum juga berbalik dan justru menatap setiap pergerakannya.

Dengan suara agak lirih dan terkesan hati-hati, ia menjawab, "Kau semalam tidak tidur lagi, ya?"

Lalu karena pertanyaan itu, Snape menghentikkan sejenak acara menghancurkan jahenya. Pria itu mengangkat kepalanya dengan ekspresi datar seperti biasa.

"Beberapa hari belakang, setiap malam dan di sepanjang malam aku mendengar seperti seseorang sedang membuat ramuan," sambung Claire yang masih saja belum ditanggapi apa-apa oleh lawan bicaranya. "Maksudku jika memang kau mengalami masalah dengan tidurmu, kau bisa meminum ramuan Tidur Tanpa Mimpi."

Sequoia | Severus SnapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang