Malam tadi, Claire memutuskan untuk tidur di asrama Slytherin dengan mengantongi password yang ia peroleh dari Sir Baron—kebetulan hantu itu baru kembali dari berkeliling—dengan rasa takut yang memuncah.
Tapi kalau dibandingkan tidur dengan Cassandra, ia lebih baik menghadapi Sir Baron dengan kondisi terburuknya. Bukan apa, dia hanya merasa begitu marah semalam. Seakan egonya berhasil menguasai seluruh yang ada dalam diri Claire. Meskipun setelahnya, ia tersadar bahwa yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan yang fatal.
Sebelum pergi, Claire menyempatkan diri untuk menyeret Cassandra ke dalam kamar dan mengunci pintunya dengan sihir. Semetara Snape, ia biarkan tergeletak di atas kursi dengan hidung berdarah.
Dan pagi ini, setelah meyakinkan dan menguatkan diri, Claire bersenandung kecil sembari melenggok tipis menuju laboratorium.
"Aku harap, kau melupakan yang semalam, Sev."
Claire berhenti saat satu kaki depannya sejajar dengan kusen pintu, sejengkal lagi masuk, tapi telinganya menangkap frekuensi demikian. Hembusan napas setelah satu tarikan panjang terdengar begitu pelan. Ia mengatur emosinya.
Setelah merasa emosi juga egonya berada di bawah kendali, Claire melanjutkan langkahnya. Niatnya kembali ke laboratorium lebih cepat adalah untuk membuat coklat panas atau setidaknya teh dengan harapan dua manusia ini belum bangun. Nyatanya harapannya kembali dibuat pupus. Padahal baru jam enam pagi.
Kehadirannya yang mungkin tiba-tiba, membuat Cassandra juga Snape menatapnya dengan keterkejutan. Bahkan Casssandra sampai melotot dibuatnya, sedang Snape, ia refleks berdiri.
"Claire?!" serunya sembari merapatkan kemeja bagian atas yang memang dari semalam memang sudah terbuka. Tapi seingat Claire, itu hanya terbuka di satu bagia paling atas, bukan dua.
"Cassie," sahutnya dengan senyum ramah. Ia hanya melewati keduanya seperti noda darah yang semalam melintasi terowongan hidung Snape.
Claire tetap pada tujuannya: membuat cokelat panas. Meskipun jauh di lubuk hatinya, ia ingin sekali pergi dari sini. Entah kenapa, rasanya seperti dia dikerubungi api putih yang bisa membuatnya melunak hingga tak berbentuk walau tanpa menyentuhnya.
"Sev, aku ke kamar mandi dulu, ya? Kau! Tutup mulutmu dan jangan bocorkan tentang kejadian semalam pada Claire. Okay?"
Sist, seriously? Kau mau merahasiakan sesuatu tapi kau membicarakannya dengan lantang? Claire hanya meggeleng saat batinnya tertawa sarkas.
Lalu setelah lama pintu kamar terdengar ditutup dan dikunci, Claire masih di tempatnya. Dia enggan berbalik, dia enggan untuk bertatap wajah dengan seseorang yang mungkin bisa Claire panggil bajingan sekarang (?).
"I'm bleeding."
Hingga pada akhirnya suara itu terasa begitu dekat. Menyeka angin yang semula berhembus lumayan kencang pada punggungnya.
Claire belum menjawab sebab kini ia sibuk untuk menetralkan degup jantungnya. Meskipun ia marah pada Snape sampai berniat untuk membunuhnya, perasaannya tetap tidak bisa dibohongi. Bahkan sekarang tangannya gemetar memegangi cangkirnya.
"Heal me."
Di tahap ini, pendirian Claire mulai goyah. Ia tadi memang sempat melihat adanya bercak darah kering di sekitaran hidung dan kening Snape. Tapi mustahl untuknya berbalik dan peduli.
"Claire."
Suara itu terdengar begitu lembut dan melas. Intonasinya begitu berbeda dengan satu minggu terakhir.
Lalu saat ia merasakan pasokan angin kian menipis di belakang punggungnya yang menandakan bahwa Snape semakin mengikis jarak—Claire berdehem. Ia menyingkir ke samping dan meloloskan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequoia | Severus Snape
FantasyTidak pernah ada dalam agenda hidup seorang Claire Eleanore Edevane untuk kembali menginjakkan kaki di Hogwarts setelah hari kelulusannya. Selain karena pernah terjadi tragedi malang yang membuatnya sengsara, Hogwarts jugalah yang membuatnya menuai...