03

74 1 0
                                    

Mereka satu kampus!

Elsa tercengang, pantas saja dia tidak asing dengan wajah suami dadakannya itu.

Keberuntungan seoarang Elsa benar-benar hilang bahkan hampir tidak ada, ya mungkin saja tersedot oleh keberuntungan dalam memiliki suami Tampannya yang sekarang. Kalau boleh meminta, dia memilih menjadi seperti dulu aja gak papa.

Sumpah demi Alex kaga ngapa, pikiranya.

Sebagai seorang gadis dengan kehidupan biasa aja, kaga pakek jadi Tuan putri segala. Idih mimpi jadi putri kerajaan aja kaga pernah terlintas pada dirinya sejak kecil.

Tentu saja keinginan kembali itu tidak lepas dari perlakuan Daehan yang semakin menjadi. Mengetahui istrinya tidak suka dengan terkenal dan takut dengan fans fanatik dari seorang Daehan, si Pangeran kampus penuh tipu muslihat itu semakin menjadi.

"Kalau lo gak mau menjadi artis kampus mendadak, lo turutin apa kata gue!" tekan Daehan tersenyum iblis.

Walau dalam hatinya Daehan juga tidak mau bahkan tidak sudi mungkin menyebar luaskan hal itu, yang benar saja. Dirinya bahkan terang-terangan menolak! Bukan gimana-gimana, Daehan bahkan tidak kenal siapa istrinya ini.

"Serah lu dah, dari awal gue jugakan nurut sama lu."

"Bagus, mulai besok lo harus nurutin apa yang gue mau, apa yang gue butuhkan dan apa yang gue bilang, baik itu dirumah maupun di kampus!"

Elsa yang tadinya diem liatin TV langsung menatap Daehan meminta jawaban, lah bukannya lelaki itu enggak bakal nyebarin berita soal pernikahan mereka?

Kok dia harus layanin di kampus juga??

Kaga bener nih!

"Dih, lo bilang kaga bakal nyebarin berita pernikahan dadakan ini? Terus kenapa di kampus gue harus nurut juga?"

Daehan tersenyum miring membuat perasaan Elsa tidak karuan.

Bukan jatuh cinta, lebih tepatnya takut di siksa!

"Dengerin gue, kalau dihadapan MOM dan keluarga LO, kita drama jadi pasangan. Tapiiii..." Daehan menunjuk Elsa.

Elsa melihat telunjuk Daehan membuat kedua matanya terlihat jereng (juling).

"...kalau di luar kampus lo jadi Asisten gue!" tegasnya.

"Heh? Gimana? Asisten?"

Daehan mulai menikmati kembali acara menontonya.

Merasa bosan Daehan mengganti acara saluran TV seraya menjawab, "Ya, singkatnya lo akan jadi orang yang gue suruh-suruh!"

"Hei, bilang aja gue babu lu. Sok keren banget!" Elsa mendengus kesal.

Daehan mengangkat bahunya acuh.

"Lo anjing gue, kata Babu terlalu tinggi buat lo."

Elsa menggeram menahan kesalnya, dia bahkan mencoba menghitung angka di kepalanya untuk mendinginkan amarahnya tentu saja. Daehan benar-benar cocok menjadi seseorang yang harusnya di benci, sepertinya Elsa salah jika awalnya mengira lelaki itu baik.

Memang pernah ketemu beberapa kali di kampus, tapi dia gak tau bahwa Daehan punya topeng menyeramkan seperti ini. Daehan yang dia dengar, itu punya senyum ramah dan juga sopan santun yang baik. Bukan menyeramkan dan suka memerintah seperti ini.

Sedangkan dari Daehan, lelaki itu sejak awal memang sengaja membuat Elsa menanamkan rasa kebencian padanya karena memang inilah sifat lain dirinya, sifat yang selalu dia tutupi dengan rapat. Ada sebuah alasan sifat itu harus tertutup.

Yang jelas kini dia punya hiburannya sendiri, siapalagi kalau bukan istrinya.

Atau bisa dibilang istri yang dia anggap seperti hewan peliharaan, kejam memang tapi setidaknya dia tidak memukul anak gadis orang. Daehan tau batasan, lagipula tidak ada untungnya jika marah lalu memukul bukan?

PePaCaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang