11

40 2 0
                                    

⚠️⚠️⚠️Adegan +++⚠️⚠️⚠️




Kata orang "Jatuh cinta itu sekali, sisanya melanjutkan hidup."

Aneh, kata yang cukup aneh. Bukankah itu seakan-akan kamu masih terpaku masa lalu tanpa mau mencoba mengenal orang baru.

Sialnya, banyak orang setuju dengan kata itu.

Mungkin ada yang seperti itu, tapi ini namanya pelarian. Kasiahan sekali nasib orang baru diluar sana.

Jatuh cinta, terutama cinta pertama itu memang sulit dilupakan, bukan berarti tidak bisa dilupakan. Orang-orang yang menghargai cinta mereka saat itu, mungkin akan lebih memilih mengingatnya sebagai pemanis hidup.

Tidak masalah soal mengingat atau tidak, tapi menutup diri seakan cinta kalian habis itulah yang salah. Itu terlalu egois dan dengan bahagianya ada yang mengatakan itu kepada pasangan. Gila.

Bukan tidak bisa jatuh cinta lagi, tapi itu terlalu menutup diri. Jatuh cinta itu bisa dimulai dengan sadar atau tidak sadar, hal-hal kecil yang kita lihat setiap hari saja bisa membuat kita jatuh cinta jika itu berarti.

Kalau jatuh cinta semudah itu bukankah itu membuat cinta tidak berharga lagi?

Hahahaaa, kalian tidak perlu mencari alasan untuk itu. sejak awal berharga atau tidaknya cinta, kalian sendiri yang memutuskan.

Redo kecil berpikir hidupnya hanya berpaku kepada tetangga manisnya. Tetangga yang selalu diikat dua dengan baju warna-warni menariknya.

Anak perempuan itu tidak cantik, tapi cukup manis untuk dilihat selalu. Saat bermain dia memang pendiam, tapi bola matanya yang indah memancarkan manik-manik sambil mengikuti posisi adiknya yang sedang bermain bola.

Ya, pasti cukup menggelikan membayangkannya saat sudah besar. Tapi Raredo Ifahmi yang masih berumur 8 tahun itu tidak.

"Eca?"

"Iya?" perempuan kecil itu menoleh.

Redo mengusap hidungnya yang keluar cairan-ingus dengan baju kotornya lalu mendekat perlahan. Redo duduk disampingnya.

Mereka duduk di jalanan sawah sambil menonton anak-anak lain bermain bola, bukan hanya keduanya yang menonton ada beberapa anak dan juga orang dewasa yang menunngu anak mereka.

"Kata dede kamu belum punya pacar ya?"

Dede yang dimaksud disini, adik anak perempuan itu.

"Gak boleh pacaran sama bapak," katanya.

Redo kecil terlihat lesu.

"Tapi aku udah cinta sama Eca gimana atuh?"

"Cinta teh apa?"

"Kata Deden, cinta itu pacaran Ca, terus gimana dong Redo?"

Deden, salah satu anak yang sedikit lebih besar di antara mereka, ada di salah satu anak yang sedang bermain di sana bersama Dede.

Anak perempuan itu menggeleng tidak tau, "Enggak tau, Eca gak boleh pacaran sama Bapak."

Redo mengelap ingusnya lagi, wajahnya terlihat keruh sekarang.

Kalau cinta gak pacaran memangnya bisa? Pikirnya.

"Gak mau coba aja Ca, ayukk pacaran," katanya lagi.

"Gak mau Edo, Eca nanti dimarahin bapak."

Redo mengangguk lucu.

"Tapi Redo boleh cinta kan sama Eca?"

Dia terdiam, "Terserah," jawabnya.

Redo tersenyum dan duduk lebih mendekati cintanya.

Ada perasan aneh, hidungnya tiba-tiba saja gatal. Dia akan bersin, sedangkan anak perempuan yang melihat gelagat aneh Redo menoleh lagi menghadap anak lelaki itu.

PePaCaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang