Saat ini di dalam ruang tunggu para atlet yang akan bertanding, seorang laki-laki sedang merapikan seragam yang baru ia kenakan.
Noah melihat dirinya sendiri di cermin sambil melepaskan perban pelindung tangannya. Ia menghela nafas pelan.
Sekitar dua puluh menit lagi Noah sudah harus berada di arena pertandingan, namun entah kenapa pikirannya tak bisa tenang.
Beberapa hari lalu, Noah sudah berusaha mencegat Evelyn pulang untuk bertanya banyak hal pada gadis itu. Namun sialnya beberapa hari terakhir ini juga, Evelyn selalu dijemput oleh kakaknya, dan kakaknya selalu sudah menunggu di depan gerbang sekolah bahkan sebelum para murid berhamburan.
Noah menghela nafasnya kasar. Ia tidak mengerti pada dirinya sendiri.
Ia tidak pernah takut pada siapapun. Ia akan melawan orang paling kuat sekalipun di dunia ini dan tidak takut kalah dari orang itu.
Namun kenapa ia sering merasa tidak punya nyali, ketika harus berhadapan dengan kakak laki-laki Evelyn?
"Woy."
Noah menengok, dan melihat seorang gadis yang memasuki ruang tunggu.
"Mikirin apa?" tanya Noella, yang ingin melihat keadaan kakaknya sebelum bergabung dengan penonton lain yang sudah berdatangan dan begitu ramai.
"Evelyn."
Satu nama itu Noah ucapkan, membuat Noella tersenyum.
"Kenapa? dia gak bales chat lo juga?"
"Ehm, dia ngehindar terus, tiap pulang juga selalu udah dijemput," jawab Noah, merasa kesal.
Noella terkekeh geli. Ia tidak menyangka akan melihat kakaknya yang intimidatif ini merasa frustasi karena seorang gadis yaitu Evelyn.
"Udah si tenang aja, nanti juga nongol tu bocah," ucap Noella, berjalan mendekati Noah.
Noella memegang kedua lengan Noah, dan menatap kakaknya dengan seksama.
"Fokus, lo harus menang, kalah itu bukan opsi," tutur Noella.
"Diluar ada banyak banget fans lo yang nungguin lo menang, jangan malu-maluin."
Noah yang mendengar itu tersenyum kecil. "Emang kapan gua kalah?" ucapnya.
"Hahaha.." Noella terkekeh geli. "Bener juga," ucapnya.
Kini Noella tersenyum menatap kakaknya. Ia menelan ludah, dan mendekat untuk memeluk Noah.
"Hm, ada angin apa?" tanya Noah, yang begitu jarang mendapatkan pelukan seperti ini dari adiknya.
Noella tak menjawab dan masih memeluk Noah. Terkadang, di momen seperti ini Noella sering tiba-tiba merasa sedih, mengingat bagaimana hidup mereka berdua tanpa orangtua.
Noella juga tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya jika tidak ada Noah. Jika malam itu Noah tidak membawa paksa Noella pergi dari rumah kedua orangtua mereka, ia mungkin masih berada di dalam rumah mewah itu, tenggelam dalam penderitaan.
Kini Noah yang sudah selesai melepaskan perban di tangannya, akhirnya membalas pelukan adiknya dengan erat.
Noah seperti menyadari bahwa Noella selalu terselimuti suasana sedih tiap kali dirinya hendak melakukan pertandingan. Noah juga tahu meskipun dari luar terlihat garang, Noella sesungguhnya memiliki hati yang lembut, tidak berbeda jauh dari Evelyn.
"Dah! dah!!"
Baru saja Noah membalas pelukan adiknya, Noella langsung melepaskannnya dengan kesal.
"Gak usah meluk-meluk lo! creepy! sana tanding yang bener!" ucap Noella, menunjuk wajah Noah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Noah's Girlfriend
RomansLaki-laki itu memiliki postur tubuh yang tinggi dan besar. Rahangnya tajam bahkan ketika dilihat dari depan. Rambutnya juga pendek seolah dirinya adalah bagian dari anggota kepolisian. Ia sama sekali tidak cocok berperan sebagai anak SMA, batin Evel...