Saat ini, di dalam sebuah mansion yang begitu megah dan mewah, suasana sudah terasa sunyi dan sepi. Lampu utama sebagian besar sudah dimatikan, hanya tersisa lampu-lampu kecil sebagai penerang.
Ada banyak kamar di rumah tiga lantai itu, salah satunya diisi oleh seorang gadis, yang masih berkutat di bawah pencahayaan lampu meja.
Gadis itu sedari tadi menulis di buku tulisnya, sambil terus berusaha memahami soal yang sedang ia kerjakan. Ia sudah belajar sejak pagi hari, di salah satu SMP swasta paling elit yang ada di kota Jakarta.
Walaupun baru beberapa bulan lulus dari SD, gadis itu sudah bisa merasakan beban yang sangat berat dan kekahwatiran menyangkut nilai dan hasil rapornya.
Gadis itu benci belajar. Ia sangat benci belajar. Belajar membuatnya merasa trauma. Belajar membuatnya merasa bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan di dunia.
Namun jika ia tidak belajar..
Jika ia tidak mendapatkan nilai yang sempurna..
Gadis itu berusaha membuka kedua matanya, dan melanjutkan fokusnya pada pelajaran di hadapannya.
Jika ia tidak mendapatkan nilai yang sempurna, serta laporan kelakuan baik dari sekolahnya, maka ia akan kembali mendapatkan rasa sakit di tubuhnya.
Cklek.
Tiba-tiba, Noella mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka. Ia menengok dengan perasaan yang gusar luar biasa, ketika seorang laki-laki masuk ke dalam.
Noella mengira itu adalah ayah tirinya, yang datang untuk memeriksa apakah dirinya masih belajar atau tidak.
Namun ternyata bukan. Itu bukan ayahnya.
"K-kak Noah..?"
Noella yang saat itu masih berusia dua belas tahun, segera berdiri dan berjalan menghampiri kakaknya, satu-satunya orang yang bisa jadi tempatnya mengadu, satu-satunya orang yang membuatnya bersemangat menjalani hari-harinya.
Namun Noah juga sama seperti kebanyakan lainnya, ia adalah orang yang sering pergi darinya, dan hampir tak pernah memiliki waktu bersamanya.
"Jam berapa ini? kenapa masih belajar?"
Noah yang saat itu berusia empat belas tahun, bertanya pada Noella. Ia melihat adiknya yang berdiri di depannya saat ini.
"Kak Noah habis dari mana? kenapa pulang malem terus? kalo ketauan papa gimana?" tanya Noella, menunjukkan wajah penasaran.
"Gak ketauan, mama sama papa kan lagi ke luar kota."
"Tapi kan ada bibi yang ngawasin."
"Bibi udah tidur."
Noella seketika terdiam dan menelan ludah. Ia melihat wajah kakaknya yang banyak dihiasi memar. Noah juga selalu terlihat kelelahan tiap pulang ke rumah.
Noella tidak tahu apa yang dilakukan kakaknya. Ia juga tidak pernah memberitahu Noella apa yang dilakukannya.
Kini Noah berjalan, ke arah jendela kamar Noella yang letaknya di lantai dua. Ia melihat ke arah luar, dan menyadari betapa sepinya area komplek perumahaan ini sekarang.
"Kita berangkat malem ini."
Noah berucap, membuat Noella tersentak. "B-berangkat?" ucapnya.
Noella melihat kakaknya yang tak menjawabnya, dan malah berjalan ke arah lemari bukunya untuk mengambil tas sekolahnya.
Noah mulai memasukkan semua buku dan keperluan sekolah Noella, segala hal yang ia perlukan demi kelanjutan pendidikannya. Setelah itu Noah juga memasukkan beberapa pakaian, tidak banyak agar mereka tidak perlu kesulitan membawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Noah's Girlfriend
RomanceLaki-laki itu memiliki postur tubuh yang tinggi dan besar. Rahangnya tajam bahkan ketika dilihat dari depan. Rambutnya juga pendek seolah dirinya adalah bagian dari anggota kepolisian. Ia sama sekali tidak cocok berperan sebagai anak SMA, batin Evel...