“Pesta di rumahnya Marcel?”
Untuk sesaat, aku nggak ngerti kenapa Bella tiba-tiba bilang kayak gitu. Rio sama Liam kayaknya juga sama. Dua cowok itu mengernyit, natap Bella dengan rasa bingung dan penasaran yang kelihatan jelas dari kilau mata mereka.
Kami ada di area parkiran sekarang. Bel tanda pulang sekolah sudah berdering beberapa menit yang lalu. Aku sama Rio niatnya mau pulang bareng, kayak yang sudah kami janjiin kemarin. Aku sudah bersiap di samping motor Rio, memeluk helmku sendiri. Tapi, cowok itu kayaknya masih mau ngobrol sebentar sama teman-temannya.
“Emang Marcel kenapa?” Rio tanya gitu ke Bella.
Bella menunduk. “Kalian ngerasa nggak sih, seharian ini tuh anak pendiam banget. Aku jadi agak khawatir, deh.”
Liam ketawa. “Marcel dari dulu kan gitu, Bel.”
Rio mengangguk, menyetujuinya. “Dia kan emang pendiam.”
“Tapi, kan....” Bella nelan kata-katanya sendiri. Dia menunduk lebih dalam, nyembunyiin sebagian wajahnya di balik poni rambutnya yang panjang dan berwarna kecokelatan.
Liam menghela napas. “Itu cuma perasaan lo doang, kali.”
Rio kayaknya juga sepemikiran kayak Liam. Tapi, Bella tetap nggak terima. Kulihat tangannya mengepal di samping pinggang, pundaknya gemetar, dan walaupun samar, aku sempat dengar Bella ngucapin kata ‘nggak’ berulang-ulang.
Aku belum lama kenal sama marcel, jadi aku nggak terlalu ngerti sama sifat dan kebiasaannya. Kupikir Rio juga begitu. Dia murid baru di sekolah ini. Sementara itu, Liam kayaknya kenal sama Marcel sejak awal kelas sepuluh. Belum terlalu lama jika dibandingin sama Bella. Cewek itu sudah sahabatan sama Marcel sejak kecil. Jadi, kupikir wajar saja kalau aku lebih memihak ke Bella dalam obrolan ini.
Marcel jadi lebih pendiam hari ini. Itu topiknya.
Kenapa?
Aku nggak tau. Marcel nggak pernah curhat apa-apa sama aku, dan aku sebenarnya juga nggak terlalu merhatiin dia. Tapi, kalau masalah yang dipusingin Marcel itu terjadi dalam beberapa hari terakhir, aku cuma bisa menduga satu hal.
“Ini mungkin karena Amel.”
Karena aku tau Amel deketin Marcel itu cuma biar bisa dekat sama Rio doang. Amel nggak benar-benar suka sama Marcel. Nggak kayak kebohongan yang dia tulis dalam suratnya kemarin.
Mungkin Marcel baru sadar hal itu dan sekarang dia lagi sakit hati karenanya.
Rio, Liam, sama Bella natap aku dengan alis terangkat waktu aku ngungkapin pendapat. Amel memang punya reputasi yang nggak terlalu baik di sekolah ini, tapi kayaknya Rio belum tau tentang itu.
“Kenapa tuh cewek?” Rio tanya, sambil noleh ke arah Liam sama Bella.
Mereka lalu mulai biacarain tentang gosip-gosip yang pernah berputar di sekitar Amel. Kebanyakan sih cuma masalah percintaan cewek itu sama beberapa cowok di sekolah. Walaupun begitu, ada juga beberapa masalah lain yang nggak luput dari pembicaraan kami.
Aku sebagai teman sekelasnya mau nggak mau juga ikut buka suara. Salah satu hal yang nggak kusuka dari Amel mungkin cara dia mandang orang lain, terutama cewek-cewek non-populer dan nggak satu circle sama dia. Dia juga baik kalau ada maunya doang. Contohnya pas dia mau nyontek PR, Amel pasti baik-baikin Dira terlebih dahulu. Ngobrol-ngobrol dikit, bercanda, senyum-senyum nggak jelas. Setelah selesai dan berterima kasih, Amel bakal balik lagi ke teman-temannya, ninggalin Dira sama aku sendirian, dan nggak bakal ngobrol sama kami lagi sampai ada pr lagi keesokan harinya.
Dira nggak mempermasalahin hal itu, sih. Tapi tetap aja...
“Jadi menurut lo semua, Marcel jadi diem itu gara-gara si Amel itu?”
Aku, Liam, sama Bella, saling lirik. Kemungkinan besar sih begitu. Aku pengen mengangguk, tapi karena kupikir nggak baik buat kesimpulan sendiri, aku cuma bisa diam. Liam sama Bella juga begitu.
“Aku nggak ngerti apa masalah Marcel, dan kenapa dia jadi diam kayak gitu.” Bella terisak. Tangannya mengepal kuat. “Aku nggak pengen nyalahin siapa-siapa. Entah itu gara-gara Amel, atau gara-gara kamu, Kirana. Aku beneran.... Beneran.....”
Air mata mulai berlinang di kelopak mata cewek itu. Seluruh tubuhnya gemetar, seolah sedang memikul beban yang berat di punggungnya. Aku nggak ngerti. Kenapa? Aku tau Marcel itu sahabatnya Bella. Tapi, kayak ini sudah berlebihan, deh. Marcel itu kan cuma diem doang. Mungkin cuma lagi bad mood atau patah hati kayak yang tadi kami bicarain. Cuma itu. Cowok remaja kayak Marcel lagi dalam mode galau itu masalah biasa, kan? Semua orang kurasa pasti pernah ngerasain itu. Entah kenapa Bella bertingkah berlebihan kayak gini, bahkan sampai nangis-nangis di depan teman-temannya.
“Aku nggak pengen Marcel bunuh diri.”
Kupikir aku salah dengar. Suara Bella waktu ngomong begitu kecil banget, dan agak nggak jelas karena terganggu isakannya. Kulirik Rio sama Liam. Reaksi mereka juga sama. Kening dua cowok itu mengerut, bingung, dan kayak nggak yakin dengan apa yang barusan mereka dengar.
“Bunuh diri?”
Liam mendengus, tawanya kecilnya terasa canggung banget. “Lo ini ngomong apa sih, Bel?”
“Tau, lo.” Rio menimpali. “Ngaco amat.”
Kuusap punggung kecil Bella biar cewek itu sedikit lebih tenang. “Jangan ngomong begitu,” kataku. “Nggak ada yang bakal bunuh diri. Kamu kenapa bilang begitu?”
Bella nggak menjawab. Dia cuma diam di tempat, kayak patung yang sudah kehabisan air mata.
“Oke, oke.” Liam menghela napas, lalu menarik bibirnya, membentuk senyum tulus. “Lo mau kita main ke rumahnya Marcel, kan? Oke, gue bakal dateng entar malem.”
Liam noleh, natap Rio sama aku. Walaupun cowok basket itu nggak ngomong apa-apa, tapi Rio ngerti. “Iya, iya, gue juga dateng entar.”
Aku juga janji begitu. Rio nawarin buat jemput aku di rumah nanti, biar bisa berangkat berang. Aku mengangguk, nerima penawaran itu tanpa ada masalah sama sekali.
Walaupun Bella masih kelihatan sedih, dia sudah mulai bisa ngatur emosinya kembali. Dia ngusap bekas air mata yang mengaliri pipinya, tersenyum kecil menghadap kami bertiga, lalu berterima kasih dengan nada paling tulus sejauh pernah kudengar.
Marcel itu sahabatnya Bella sejak kecil. Semua orang tau itu. Aku juga tau.
Tapi, apa Bella memang sesayang itu sama Marcel?
Sumpah, aku nggak ngerti. Tangisannya Bella tadi. Emosinya yang meluap-luap. Apa Bella emang kayak gitu? Kayaknya nggak, deh. Bella yang aku tau itu cewek cool yang selalu terlihat tenang dan dewasa. Tadi itu... lebih kayak cewek ABG labil yang merengek gara-gara ada masalah sama pacarnya.
Nggak. Bella seharusnya nggak kayak gitu.
Terus juga tadi, bunuh diri?
Apa sih maksudnya? Tiba-tiba ngomong kayak gitu. Aneh banget. Aku sampai merinding sekaligus risi sendiri waktu dengar Bella bilang begitu.
Marcel bakal bunuh diri gitu? Yang bener aja?!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularishit [END]
Teen FictionWarning! Beberapa bagian cerita mungkin mengandung kata-kata kasar, adegan dewasa, dan isu-isu yang sensitif. Sangat tidak disarankan untuk pembaca di bawah 18 tahun. *** Aku cuma ingin jadi populer