46. Counter Threat

39 11 7
                                    

Awan gelap pertanda badai bergerak cepat menggulung dari sisi timur, menutupi langit lembah yang di bawahnya sudah tertutupi salju puluhan sentimeter. Hawa dingin mencekam menusuk kulit, membuat siapapun enggan untuk berkeliaran di luar rumah. Namun agaknya hal tersebut sama sekali tak menghentikan seseorang yang kini berpacu menerjang gundukan es di jalan setapak yang ia lewati. Kaki jenjangnya yang berlapis sepatu boot tua terus berayun, menendang sisi pelana untuk memacu kuda yang ia tunggangi.

Jalan setapak yang tadi ia lewati kini sudah berganti dengan susunan batu rapi yang menjadi pijakan, pengawal dengan persenjataan lengkap juga sudah berdiri di setiap kelokan yang ia lewati, menandakan jika ia sudah hampir sampai di tempat tujuan.

Dihempaskannya tubuhnya turun dari atas pelana dan memberikan tali kekang kuda miliknya pada penjaga yang bersiaga di depan istal. Tanpa menunggu lebih lama lagi ia bergegas masuk ke dalam kastil, menyusuri lorong dan menuju sebuah ruangan utama di mana seseorang yang ingin ia temui kemungkinan berada.

"My Lord, apakah anda di dalam? Izinkan saya masuk dan menemui anda, ada hal yang ingin saya sampaikan." Ujarnya setelah beberapa kali mengetuk pintu kayu di depannya, namun tak ada yang menyahuti. Satu-satunya suara yang ia dengar hanyalah hembusan badai salju yang bergemuruh dari kejauhan.

"My Lord?" Panggilannya sekali lagi.

Peter memilih menerobos masuk begitu saja setelah lebih dari sepuluh menit tak mendapat sahutan dari dalam. Persetan dengan adab dan tata krama, baginya kekhawatirannya akan sosok yang berada di dalam ruangan gelap itu jauh lebih penting untuk di pikirkan.

"My Lord, apa yang ada lakukan di ruangan gelap ini? Mengapa tidak menyuruh pelayan untuk menya-... Maafkan saya." Peter segera mengatupkan mulutnya sendiri setelah mendapati tangan sang Lord yang terangkat, memberinya isyarat untuk diam. Sesuai dengan titah yang ia terima, Peter diam mematung di tempatnya dengan posisi masih berada di depan pintu. Matanya menelisik seluruh penjuru ruangan gelap, empat obor yang terpasang di setiap pojok ruang sedikit memberikan penerangan walau tak sampai menerangi keseluruhannya.

"Kemarilah, kau bilang ingin menyampaikan sesuatu." Akhirnya setelah beberapa saat tenggelam dalam kesunyian, suara tersebut terdengar memecah hening.

Dengan cepat, Peter yang masih terdiam di depan pintu segera beranjak, mendekat ke arah tuan tanah yang duduk di atas singgasana kebesarannya. Dapat ia lihat betapa kosong tatapan itu menyorot, menyiratkan kesedihan dan keputusasaan yang begitu dalam.

"Apa yang ingin kau sampaikan Peter?" Tanya Ranulf yang sama sekali tak beranjak dari tempatnya.

"Saya ingin menyampaikan sesuatu tapi sebelum itu biarkan saja menanyakan kabar anda. Bagaimana keadaan anda sekarang My Lord? Apakah anda baik-baik saja?" Jawab Peter sekaligus bertanya kembali.

"Tidak jauh lebih buruk dari sebelumnya, tapi tabib gila itu masih menyuruhku meminum ramuan aneh yang ia buat."

Peter terdiam dalam kebingungan, bingung harus menunjukkan respon seperti apa setelah mendengar jawaban tersebut keluar dari belah bibir tuannya. Sebenarnya tanpa bertanya pun ia sudah tau apabila tuannya tidak dalam keadaan yang baik, tapi hal ini ia lakukan hanya demi formalitas dan tatakrama yang entah masih berlaku di situasi ini atau tidak.

"Tapi itu demi kesembuhan anda juga My Lord. Semakin anda mematuhi perkataan tabib kerajaan maka semakin cepat anda pulih." Tuturnya.

Ranulf memang baru saja mengalami kejadian kelewat tragis yang nyaris melayangkan nyawanya sendiri atas kecerobohan dan tindakan sembrononya. Ya, satu bulan yang lalu ia menerobos paksa dan pergi ke Haldane Abbey sendirian, tanpa segelintir pengawal ataupun Peter yang menemaninya. Tindakan itu ia lakukan lantaran kesal atas pemboikotan dari beberapa pihak dengan campur tangan Marquis of Abbey yang membatalkan perjanjiannya, sehingga dewan monarki beserta deretan klan lain ikut mencabut segala relasi perjanjian mereka. Bukan hanya itu, secara terang-terangan pimpinan klan Campbell juga menyatakan gencatan senjata dan mengibarkan bendara peperangan. Itulah alasan mengapa ia nekat pergi dengan tujuan menemui Marquis of Abbey dan meminta kejelasan atas keputusan sepihak yang ia buat. Namun siapa sangka, ternyata praduga dari segala misteri yang ia temukan ternyata bermuara sama. Yaitu adanya dalang yang menjadi sumber permasalahan dari konflik ini.

The Lost Prince(ss)  ✿ONEUS✿ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang