Lord Arran Steward nampak termenung diam di tengah kegelapan ruang kumuh yang dipenuhi debu. Manik cokelat hazelnya menatap kosong pada langit-langit retak di atasnya. Pandangannya memang tertuju pada satu titik, namun pikirannya berkelana jauh entah kemana. Tangannya yang ia gunakan sebagai bantalan kepala ia gerakkan untuk mengetuk sofa usang yang ia tempati, menciptakan ritme teratur yang terdengar jelas di tengah keheningan malam.
"Siapa pria itu? Kenapa aku merasa tak asing dengannya?" gumamnya seraya membenarkan posisinya untuk menyamankan diri. Ia menumpukan kaki jenjangnya satu sama lain dan membiarkannya semampai menggantung di sisi lain bahu sofa. Tubuhnya yang jangkung sama sekali tak cukup untuk berbaring di sofa tersebut, sehingga setengah dari kakinya harus rela menjuntai di udara.
Tanpa mengindahkan posisi tidurnya yang tak nyaman, Arran jauh lebih memilih mengorek memori lama demi mencari tau sosok pria yang tadi sempat ia lihat. Surai pirang keemasan, mata biru, tawa, dan senyumnya, sungguh tak asing di matanya.
"Benar, pria itu adalah pria yang sama dengan yang kulihat waktu itu. Tapi siapa dia?" monolognya. Ingatan Arran kembali ke saat dimana ia baru saja tiba di tempat aneh ini. Ia melarikan diri dari orang-orang yang memakinya dengan bahasa aneh dan berlari melintasi jalanan-jalanan ramai yang penuh dengan kereta besi misterius, sampai ia melihat ke arah salah satu bangunan tinggi, pemandangan tak senonoh menyapa penglihatannya. Arran tak begitu memikirkan mengenai ciuman dua orang manusia itu, tapi yang menarik perhatiannya ialah sang pria bermata biru yang sempat bersitatap langsung dengannya.
Ia tak begitu mengindahkan rasa penasarannya sebelumnya, namun berkat dirinya yang kembali bertemu dengan pria itu rasa penasarannya tiba-tiba tak terkendali. Ia seakan tak asing dengan manik sebiru lautan yang tak biasa itu.
Memori lama tiba-tiba terhampar tanpa ia sadari dan membawanya kembali pada bertahun-tahun silam dimana semuanya masihlah baik-baik saja.
Flashback on
Seorang balita bersurai legam berceloteh ria dalam gendongan ayahnya yang membawanya melintasi lorong panjang Haldane Abbey bersama sang ibu.
"Bukankah kau senang Arran, tak lama lagi kau akan memiliki teman bermain setelah ini. Kau bisa memanggilnya adik dan mengajarkan banyak hal padanya," ujar sang ibu yang kini berjalan berdampingan dengan sang suami serta putranya. Menyusuri lorong panjang yang berhiaskan lilin-lilin terang serta lalu-lalang pelayan yang nampak sibuk. Sesekali mereka mengembangkan senyumnya kala berpapasan dengan para pelayan yang membungkuk hormat.
"Adik?" Arran kecil memiringkan kepalanya heran dan bertanya-tanya mengenai makhluk seperti apa yang diberi nama adik tersebut, dan bagaimana bisa ia berteman dengannya nanti.
"Silahkan Mi'Lord, M'lady. His Lordship sudah ada di dalam," ujar salah seorang pelayan yang membukakan pintu untuk Lackland dan istrinya.
"Apa persalinannya sudah selesai?" tanya Lackland.
"Sudah Mi'Lord."
Lackland dan juga istrinya beserta Arran kecil yang asik bergelung dalam dekapan hangatnya segera memasuki kamar utama kastil dan di sambut oleh beberapa pelayan yang serentak membungkukkan badan ke arahnya. Senyuman lebar terpampang cuma-cuma pada belah bibir Lackland beserta istrinya kala mendapati sepasang suami istri yang berada di atas pembaringan, dan jangan lupakan buntalan selimut yang kini didekap oleh sang penguasa Haldane Abbey. Tanpa menunggu lebih lama lagi ia segera membawa langkahnya guna menghampiri keduanya.
"Bagaimana? Apa yang kudapat? Todongan pedang atau hamparan kelopak bunga?" tanya Lack bergurau menanyakan jenis kelamin keponakan barunya. Persetan dengan salam dan sapaan hormatnya, ia lebih tertarik untuk segera mengetahui jenis kelamin keponakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Prince(ss) ✿ONEUS✿
Fantasy✯ Series 1 ✯ #Scandalous Highlanders Lorytta MacLawry harus rela terpental dari dimensi era sassannach inggris yang kemudian datang ke dimensi modern setelah membaca sebuah buku berjudul ' The Lost Prince(ss) ' dan dipertemukan dengan seorang lelaki...