Ready For Love - 1

110K 2.7K 29
                                    

🌹🌹🌹

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌹🌹🌹

SIANG ITU, Veronica Choo, yang akrab disapa Vero, sedang menikmati waktu kosongnya bermain dengan Dalgom–anjing kesayangannya di ruang TV.

Bola karet kecil berwarna biru yang Vero pegang, dia lempar lurus ke depan dan Dalgom dengan sigap berlari untuk menangkap mainan favorite-nya itu, membawanya kembali pada Vero.

So cute. Vero gemas menyaksikan Dalgom yang hari ini tampak sangat energik. Biasanya anjing berbulu putih dan lebat seperti bola salju itu lebih suka bermalas-malasan. Hari ini, Dalgom menampakkan jati diri asli dari rasnya. Dalgom gesit.

"Dalgom, come!" panggil Vero, menepuk-nepuk pahanya agar Dalgom datang ke pangkuannya.

Patuh. Dalgom pun menyahut dengan gonggongan kecil, berlari ke arah sang mommy untuk naik ke atas paha Vero.

"Good boy," ucap Vero, memeluk Dalgom penuh sayang. Menciumi puncak kepala anjing itu berulang- ulang. Aktifitasnya bersama Dalgom adalah salah satu stress relief Vero selain tidur berjam-jam.

"Veronica.." panggil seseorang dengan suara bariton khas miliknya.

Vero menoleh. "Kenapa, Pa?"

Vero bangkit berdiri, masih menggendong Dalgom yang kini matanya tertutup bulu-bulunya sendiri karena sudah kepanjangan.

"Kamu masih ingat ngga sama teman Papa? Om Theo," tanya Juan, berjalan mendekati anaknya.

Vero memasang wajah serius untuk berpikir. Keningnya berlipat tanda dia sedang berusaha mengingat. Dalgom masih anteng di bawah belaian tangannya. "Temen Papa yang dua bulan lalu menantunya meninggoy itu maksud Papa?"

"Hus! Meninggoy, meninggoy. Meninggal! Bicara suka nyeleneh kamu"

"Sama aja artinya, Pa"

"Iya. Tapi kamu udah dewasa, Vero. Bicara yang benar, dong. Kalau sama papa sih gapapa ya. Tapi nanti kalau kebawa-bawa sampai keluar rumah gimana?"

Vero mendecak kesal. Kadang-kadang papanya tidak asik. Dia malas meladeni.

"Hm. Iya, iya. Terus itu kenapa tadi temen Papa, Si Om Theo?"

"Gapapa.."

"Dih? Gak jelas lo, bro.."

"Bercyandaaaa, bro.."

Vero tertawa geli. Nah ini baru Papanya yang asoy geboy.

"Serius dong, Pa. Ada apa sama Om Theo?" Kali ini Vero penasaran. Tumben Juan membahas temannya kalau tidak ada maksud tertentu.

"Nanti malem kita mau ke rumah Theo. Kunjungan dan makan malam bersama" Juan merangkul anak gadisnya itu dengan hangat.

"Kita? Termasuk aku?"

"Ya, iyalah. Masa Papa ngajak anak tetangga?"

"Aku harus banget ikut, Pa?"

Ini berita buruk bagi perempuan berkepribadian introversion-sensing- thinking-perceiving alias ISTP seperti Vero. Ayolah. Enakan tidur di rumah 'kan daripada keluar bertemu orang? Kecuali kalau ada hal mendesak yang perlu dikerjakan.

"Iya. Kamu harus ikut."

"But why? Emang masalahnya dimana kalau aku ngga ikut?"

"Papa sekalian mau kenalin kamu sama Om Theo dan keluarganya."

Vero mengernyit. Mencium bau-bau kecurigaan di kalimat Juan. Pasalnya Juan tidak pernah memaksa kayak gini. "Aku doang? Alice?"

"Ya sekalian Alice jugalah, nak."

Memicingkan matanya menatap Juan dengan penuh telisik. Lalu dia mengendus-endus sang papa.

"Ck! Ngapain kamu ngendus-ngendus Papa kayak Dalgom?" Juan medorong jidat Vero untuk mundur.

"Soalnya Papa mencurigakan."

"Perasaan mbak-nya aja itu."

"Engga. Mamasnya emang mencurigakan. Pasti ada sesuatu. Hayo ngaku kamu mas sama aku."

Yep. Percakapan anak dan bapak ini selalu freak dan random. Tidak hanya mereka berdua aja tapi satu keluarga juga begitu.

"Udah ah. Papa mau ke kamar. Pokoknya kamu sama Alice ikut."

"Tap-"

"Ngga ada tapi-tapian Veronica Choo. Jam 6 tepat kita berangkat ke rumah om Theo." Juan meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Vero untuk menghentikan anaknya berbicara. Kemudian meninggalkan Vero yang kesal di sana. Mimik sang anak ingin sekali memukul papanya dari belakang. Kalau tidak dosa, pengen dia tendang pantat tepos papanya itu. Huh!

Ready For Love ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang