🌹🌹🌹JARUM jam sudah menunjukan pukul dua pagi, Roy masih duduk di atas sofa ruangannya di kantor. Hilang kendali atas dirinya, Roy sudah meneguk banyak minuman beralkohol sejak memutuskan pergi dari rumah karena pertengkarannya dengan Vero. Semburat wajahnya yang suntuk, matanya yang sayu, pipinya berlumur tangis, Roy merasa sangat lemas. Sedari tadi dia berujar dengan kalimat yang gak jelas. Keseimbangan tubuhnya kacau, dia bahkan duduk tak beraturan.
Roy gak mengerti dengan semua ini. Dia gak tau harus gimana setelah ini. Semakin uring-uringan, kekesalanya menyatu dengan rasa cintanya. Hingar bingar isi kepalanya memang gak akan bisa di selesaikan dengan minuman sialan itu! Tapi setidaknya beberapa jam kedepan, dia ingin meluapkan semua isi hatinya dengan cara seperti ini. Dia ingin lupa sesaat.
Siapa yang salah? Roy gak tau. Semakin dia ingin membuktikan rasanya, Vero semakin terasa jauh. Mungkin rasa cintanya yang salah. Atau boleh sekarang dia protes ke orang tuanya? Karena nampaknya mereka salah mempertemukan Vero dan dia.
Shit! Setiap tegukan alkohol yang lewat dari kerongkongan, Roy merasa semakin miris hidupnya. Harusnya ini membantu, tapi kenapa dia semakin terbayang-bayang dengan kesedihan? Apa dia gak bisa aja bahagia terus? Pertama dia harus kehilangan Sheila, sekarang dia harus bertepuk sebelah tangan dengan Vero.
"Mas.. Kamu udah kebanyakan minum. Udah mabuk. Jangan lagi ya. Gak baik, mas.." Felicia mencoba menyingkirkan botol-botol alkohol yang masih tersisa di hadapan Roy.
Jangan tanya kenapa dia bisa ada di sana. Roy juga gak tau. Tiba-tiba aja Felicia datang. Mungkin pria itu adalah orang yang mudah ketebak. Saat sedih, dia akan bergumul di ruangan kantornya. Ini beberapa kali terjadi setelah kepergian Sheila, jadi Felicia tau.
"Saya gak mabuk!" Roy kesal karena Felicia berulang kali melarangnya minum.
Roy meneguk lagi tanpa ampun minumannya sambil memegangi kepalanya yang pusing.
Felicia menangkup ke dua pipi Roy dengan kedua tangannya. Menatap lekat mata sendu itu dengan sedih dan perih secara bersamaan. Roy gak tau apa yang orang di depannya ini mau perbuat. Matanya berputar dan buram. Pandangannya gak fokus sama sekali.
"Mas, berhenti nyakitin diri sendiri," ucap Felicia lirih dengan tangis yang tertahan.
"Kamu buat aku sedih kalo cara kamu begini," ucapnya lagi.
"Mas. Kamu gak tau seberapa banyak rasa aku untuk kamu. Mungkin aku salah karena udah berharap kamu bakal punya perasaan sama aku. Tapi, aku gak nyesal punya perasaan ini.." ucap Vero lagi tiba-tiba.
"Mas kenapa kamu gak pernah bisa lihat kalo aku banyak melakukan yang terbaik untuk kamu? Kenapa masih aja kamu jatuh cinta sama orang lain?"
Felicia mencapai titik keberaniannya untuk mengungkapkan yang dia pendam. Air matanya terjatuh di sela-sela kalimatnya. Walaupun dia tau Roy gak akan ingat pengakuannya ini, Feli tetap ingin melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ready For Love ✔️
FanfictionVeronica Choo misuh-misuh mendengar celotehan Papanya yang panjang lebar tapi intinya ingin dia menikah dengan Roy, anak teman baiknya, yang dua bulan lalu baru berduka karena istrinya meninggal. Bukannya apa, tapi jarak usia mereka sangat jauh. Di...