🌹🌹🌹
RASANYA baru kemarin mengucap janji suci pernikahan di depan para tamu undangan. Rasanya baru kemarin bercanda penuh tawa dengan semua rencana menua bersama. Dan rasanya baru kemarin momen di mana Roy merasakan dunianya rubuh menghantarkan napas terakhir sang istri dengan genggaman tangan mereka yang saling terjalin erat, perlahan mengendur.
How time flies so fast. Berlalu sudah dua bulan Roy tidak melihat Sheila dengan matanya. Tidak mendengar suara Sheila di telinganya.
Banyak hal yang ingin dia ceritakan pada Sheila tapi kalimatnya tertahan di tenggorokan.
Sulit. Sulit sekali rasanya menerima kenyataan. Roy gak tau apakah dia bisa terus bertahan dengan keadaan seperti ini.
"Sheila. Aku benci menjalani hari-hariku tanpa kamu," ucap Roy di depan makam sang istri.
Pagi tadi, dia mengajak Elnino dan Jennifer untuk berziarah. Sekali seminggu dia rutin melakukannya.
"Kepergianmu membunuh akal sehatku."
Roy mengelus nisan Sheila dengan deraian air matanya yang tak terbendung. Jennifer selalu lemah melihat sang kakak yang dua bulan terakhir tak henti-hentinya menangis.
"How am i supposed to carry on?" Tangan Roy yang satunya memegangi dadanya yang terasa sesak. Dia berkali-kali menarik napasnya dalam-dalam untuk menenangkan dirinya.
Elnino yang berdiri disebelah Papanya, menatap dengan bingung. Dia terlalu kecil untuk mengerti apa yang terjadi. Namun, dia paham Papanya menangis pasti karena sedih. Mamanya sering mengajarkan, ketika melihat orang menangis, berarti sedang sedih. Dan dia sering melihat Mamanya menangis sendiri dulu.
Anak sekecil itu, dengan sedikitnya pemahaman yang dia tau, mencoba mendekati Papanya yang berjongkok di sebelah makam Sheila.
Elnino menjulurkan tangannya ke wajah Roy dan mengusap bulir-bulir air mata pria itu dengan tangan mungilnya.
"Papa. No. Dont cry," kata Elnino menatap mata Roy dengan polosnya tapi penuh harap.
"Mama said, gak boleh cengeng. Nanti mama sedih," lanjutnya yang mengingat pesan Sheila kepadanya setiap kali dia menangis.
Pernyataan Elnino justru membuat Roy semakin sedih. Mereka berdua membuat Jennifer juga ikut menangis.
"Papa gak nangis" Roy memeluk erat tubuh Elnino. Dia tau dia harus kuat di depan anaknya.
"Oke, sekarang kasih bunga yang kamu bawa ke mama ya. Biar mama senang." Roy melepas pelukannya dan mengarahkan Elnino untuk meletakkan buket bunga yang mereka beli, ke atas makam Sheila.
"Elnino kangen gak sama Mama?" tanya Jennifer sambil mengelus rambut keponakannya itu.
Elnino mengangguk kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ready For Love ✔️
FanfictionVeronica Choo misuh-misuh mendengar celotehan Papanya yang panjang lebar tapi intinya ingin dia menikah dengan Roy, anak teman baiknya, yang dua bulan lalu baru berduka karena istrinya meninggal. Bukannya apa, tapi jarak usia mereka sangat jauh. Di...