Ready For Love - 2

54.8K 1.9K 19
                                    

🌹🌹🌹

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌹🌹🌹

ALICE, si bungsunya Juan, sedang tertidur pulas dengan tangan kiri di atas kepala dan kaki mengangkang, yang satunya di atas guling. Dari cara tidur Alice, terlihat spring bed ukuran 120x200 pun tak cukup luas baginya. Jangan pernah berharap dia tidur seperti orang normal pada umumnya yang cute.

No! Buang jauh-jauh pikiran itu. Posisi kepalanya saat ini berada di arah jarum jam 3 dan kakinya di arah jarum jam 7. Not surprised. Mirip uget-uget kepanasan yang gerak sana-gerak sini.

Terlena dengan dinginnya AC yang terus
menyala, Alice tidak menyadari sudah melewatkan sarapan. Cahaya matahari terhalang masuk karena tertutup gorden tebal yang menggantung di jendela kamar. Suara pintu yang mengayun terbuka tidak menggubris tidur si bungsu. Kamarnya gelap. Vero berjalan masuk sambil mendengus heran.

"Alice!" ujar Vero, mengguit tubuh adiknya itu di sisi ranjang.

Nihil. Alice tak merespon.

"Bener-bener nih anak ya.. Tidur mulu!"gerutunya.

Huh! Ngomong kayak ngga ada beban. Dia tidak sadar kalau dirinya sendiri juga hobi tidur. Kalau aja ada kompetisi tidur terlama, Vero pasti bersedia mengikutinya dan percaya diri bakal menang.

Vero menurunkan Dalgom yang dia gendong sedari tadi ke atas kasur Alice. Membiarkan Dalgom melakukan aksi kecilnya merusuhi Alice dengan jilatan-jilatan basah di wajah perempuan itu. Syukurin!

Mengerang kesal, Alice mulai terlihat bereaksi tapi masih enggan membuka mata. Hanya meraup wajah Dalgom dengan telapak tangannya agar anabul Vero itu berhenti.

Guk! Guk! Guk!

Memberontak, Dalgom berusaha melepaskan wajahnya dari tangan Alice. Perempuan itu semakin terusik karena Dalgom berisik. Dia menutup kedua telinganya, masih terpejam.

"Alice! Bangun!" teriak Vero, menimpuk kepala Alice dengan bantal membuat sang adik tersentak kaget.

"Kak!!" pekik Alice kesal sambil menarik bantal itu dan membuangnya ke sembarang arah.

"Lagian lo susah banget di bangunin. Kayak babi mati tau ngga?"

"Lo kan tau gue gak mau diganggu kalo weekend. Ini jadwal tidur gue sepuas-puasnya. Ck!" dumel Alice menatap jengah Vero. Rambut berantakannya membuat dia terlihat seperti zombie yang siap menelan Vero.

Kalau bukan karena Juan, si sulung juga ogah sih bersusah payah ngebangunin Alice. Sabtu-Minggu juga jadwal sakralnya meditasi di kamar.

"Ya gue juga maunya tidur-tiduran aja. Emang lo doang yang cape senin sampe jumat kerja mulu? Gue juga kali," Vero mendudukan dirinya di sebelah Alice yang sudah duduk menyandarkan tubuhnya di sandaran kepala kasur.

"To the point aja deh. Ngapain lo ke kamar gue?"

"Ketus amat. Santai dulu ngga sih?"

"Buruan, Kak! Aelah. Gue mau lanjut tidur nih."

"Lanjut part berapa?"

"Part tiga! Puas lo?"

Vero ketawa. Gak jelas emang.

Alice adalah salah satu contoh dari jutaan orang yang murka bila dibangunkan padahal masih enak tidur. Wajar kalau jadi badmood dan rada ketus.

"Dih malah diem. Buruanlah Kak Vero." Alice tambah kesal karena Vero sengaja diam, malah memandanginya dengan wajah konyol membuat Alice memanyunkan bibir, cemberut. Vero mendadak merinding melihatnya.

"Ngga usah dimanyun-manyunin gitu bibir lo. Ilfeel gue." Vero menyentil bibir Alice.

Dan di luar dugaan, balasan Alice justru membuat Vero terkejut karena perempuan itu memukul kepala sang kakak.

"Anjir! Alice! Udah berani lo ya!"

Tak terima, Vero segera mengambil bantal dan memukulnya keras ke tubuh Alice.

"Ngga ada akhlaknya memang lo," sambungnya lagi.

"Nyenyenyenye.."

Keduanya perang bantal dengan brutal sampai kamar Alice berantakan. Kekacauan itu membuat Dalgom bingung menatap Vero dan Alice bergantian. Dia juga tidak paham harus gimana? Jadi ngegonggong ajalah.

Guk! Guk! Guk!

Berlalu beberapa menit, mereka masih perang bantal. Baik Alice maupun Vero, tidak ada yang mau ngalah. Keduanya malah semakin heboh, menendang satu sama lain. Tidak mencerminkan seorang perempuan yang sudah dewasa secara umur. Angka 26 dan 24 hanya formalitas kalau ada yang nanya aja. Aslinya? Suram, suram.

Juan dan Agatha, istrinya, mendengar suara berisik-berisik dari kamar si bungsu. Ini bukan pertama
kalinya terjadi sehingga mereka mulai biasa. Keduanya berlari kesana karena tau anak-anak perempuan mereka pasti sedang bergelut.

Ceklek!

Juan dan Agatha mendapati kedua anak gadisnya berdiri di atas kasur, saling memukul menggunakan bantal. Dalgom berdiri di tengah-tengah keduanya. Juan frustasi sendiri punya dua anak gadis yang semakin hari semakin bar-bar tak terkendali.

"Lihat anak-anakmu itu, Ma," celetuk Juan. Mereka berdiri di ambang pintu kamar Alice. Anak- anaknya tidak menyadari kehadiran orang tua mereka di sana.

"Enak aja. Mereka anak-anakmu, Pa." Agatha bersedekap dada.

"Ya, tapi kamu yang mengandung mereka." Juan tak mau kalah, menatap intens istrinya. Ikut-ikutan bersedekap dada, seolah-olah ngomong 'apa lo? gue gak takut'

"Mereka itu mewarisi gen bar-barnya kamu, Pa. Udahlah akui aja." Agatha mulai nyolot.

"Weh. Enak aja. Kamu tuh yang punya gen bar-bar makanya nurun ke mereka." Juan mulai sewot.

"Iyuh. Kamu lah."

"Dih. Kamu lah."

Mereka berdua terus saling sahut-sahutan tak maukalah membuat Alice dan Vero akhirnya menyadari orang tua mereka ada di kamar itu. Sejak kapan Juan dan Agatha ada disana? Mereka tidak tau. Dan, lagi memperdebatkan apa? Mereka juga tidak tau. Terlihat sengit dan saling menyalahkan, menunjuk satu sama lain.

Vero perlahan mendudukkan dirinya di pinggir kasur, disusul Alice. Dalgom pun mulai mengambil posisi untuk duduk di atas paha sang mommy, alias Vero. Mereka bertiga menatap serius ke arah Juan dan Agatha yang tidak menyadari sedang disaksikan oleh anak-anaknya.

"Gue pilih papa," ujar Alice tiba-tiba.

"Oke. Gue pilih mama. Soalnya wanita selalu benar. Jadi pasti mama menang."

"Ih. Benar juga ya. Yaudah gue pilih mama juga deh."

Vero tidak suka dengan pilihan Alice. "Ya ngga bisa gitu dong," tepis Vero sambil mendorong bahu Alice dengan bahunya dengan cukup kuat.

"Loh? Suka-suka gue dong. Kan beliau mama gue juga. Ape lo?" Alice membalas dengan mendorong kembali bahunya dengan bahu Vero cukup kuat.

"Wah. Lo rese banget!" Vero kembali tersulut emosi.

Dan begitulah mereka seterusnya. Kembali bertengkar kecil, adu argumentasi sambil pukul- pukulan bantal. Kelakuan orang tua dan anak sama aja. Sama-sama gesrek. Mungkin hanya aku yang waras disini, kata Dalgom termenung meratapi pertengkaran itu.

Padahal niat awal Vero nyamperin Alice ke kamarnya pengen bilang kalau mereka malam ini mau ke rumah Theo. Eh malah opening-nya rusuh begini. Ngga pahamlah sama keluarga mereka. Harap maklum.

Ready For Love ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang