MISI SALING MEMBANTU
Di sebuah restoran dengan konsep kolaborasi apik kontemporer dan kalsik menyambut seluruh pembeli dengan suasana yang klasik dan kontras. Lampu hias yang menggantung menciptakan nuansa klasik yang indah. Pemilihan kursi dengan lapisan kulit yang mengkilat berwarna merah marun mampu menambahkan kesan mewah ke seluruh sudut restoran. Modelnya yang simpel dan ringkas berpadu sempurna dengan ubin bercorak. Warna lain seperti hijau yang berasal dari tanaman yang terletak di setiap beberapa meja menjadikan restoran ini mewah dan cantik secara keseluruhan.
Namun alih-alih merasa nyaman, Anshana dan Dalena justru resah dan gelisah menunggu Adora yang tak kunjung datang. Di hadapan mereka sudah ada orang tua Anshana yang sedang menikmati makan malam mewah yang dipesan oleh Anshana.
"Kalian kenapa gak makan? Menunya gak sesuai, ya? Dipesan aja lagi, Anshana." Dewi berucap memperhatikan kedua putrinya—Dalena yang sudah dianggap seperti anaknya sejak bersahabat dengan Anshana.
"Enggak kok, Ma. Enak ini. Cuma kita lagi nungguin Adora."
Mataya menatap putrinya. "Oh, iya, kemana Adora? Kalian gak ngajakin dia?"
"Ajakin kok, Om. Cuma gak tau nih suka banget ngaret anaknya." Dalena menanggapi.
"Ah, biasanya kan yang suka ngaret yang kamu, Del. Adora on time kok anaknya kalau Om perhatikan." Mataya membela.
Dalena menyengir dibuatnya. "Oh, iya juga, ya, Om."
"Coba chat Adora, Na," suruh Dalena.
"Udah gue chat katanya lagi di jal—"
"Malam Om, Tante, Del, Na! Sorry gue telat." Adora meminta maaf pada Anshana dan Dalena.
"Duduk, Adora." Dewi meminta Anshana dan Dalena bergeser. "Kamu dari mana sih, Adora? Gak biasanya telat."
"Minum dulu jusnya!" pinta Mataya melihat Adora ngos-ngosan.
"Tau lo, kok telat sih?" Dalena bertanya dengan gelagat penasaran sembari memancing topik pembicaraan.
"Gue balik part time. Ini aja gue izin pulang cepat tadi," jawab Adora.
"Part time? Kamu serius, Adora?" Mataya terkejut mendengar jawaban Adora. Sudah lama dia tidak berkumpul seperti ini dengan putri-putrinya. Sangat disayangkan karena putri bungsunya tidak dapat ikut karena harus belajar.
"Serius dong, Om. Adora mau belajar mandiri!" jawab Adora yakin dengan senyum lebar di wajahnya. Dalena dan Anshana yang mendengar mencemooh secara halus karena tahu fakta dibaliknya.
"Emang kuliah kamu gak keteteran, hm?" Mataya bertanya penasaran. Adora lagi-lagi menggeleng mantap hingga membuat rambut pendeknya bergoyang.
"Nih, ya, Om, Adora mau cerita. Kita bertiga itu punya misi sekarang, Om. Kita mau belajar mandiri mulai sekarang. Karena udah cukup main-mainnya. Misi itu sendiri udah dimulai dari Adora. Adora mau belajar kerja dengan cara part time." Adora menjelaskan dengan nada ceria lalu melahap satu camilan ke dalam mulutnya.
Mataya dan Dewi tertawa mendengarnya. Adora tidak pernah berubah dari dulu. Pembawaan gadis itu selalu saja ceria. "Bagus dong kalau kalian punya pemikiran seperti itu. Itu artinya pola pikir kalian berkembang. Om dukung kalian. Asalkan bisa mengimbangi dengan waktu kuliahnya. Kuliah kamu tidak terganggu."
Adora tersenyum mengangguk sebagai jawaban bila dia mampu mengimbanginya. Lalu dia melirik Dalena di sampingnya lalu berganti melirik Anshana yang berada paling sudut. Alis matanya terangkat memberi kode bahwa Adora andal melakukannya. Dalena dan Anshana hanya diam menunggu giliran kapan harus bersuara di waktu yang pas. Dalam hati mereka tidak menyangka Adora lancar sekali berbohongnya. Tidak ada misi yang sebenarnya sedang mereka lakukan seperti yang Adora katakan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SULUNG
Teen Fiction‼️WAJIB FOLLOW UNTUK MEMBACA KELANJUTAN CERITANYA ‼️ Adora dan kedua sahabatnya dulu pernah berjanji sewaktu SMA untuk tidak menjadi asing. Segalanya dulu mereka selalu bagi termasuk suka duka menjadi anak pertama di keluarga masing-masing. Tapi sem...