36. RESIGN

10 3 0
                                    

Sejak lima belas menit yang lalu Adora melamun dan bergulat dengan pikirannya sendiri. Suasana resto yang cukup tenang dan belum ada pelanggan yang datang memesan dimanfaatkan Adora untuk menimbang nimbang apakah dia akan resign atau tidak. Hati dan pikirannya sedang tidak sinkron saat ini.

Hatinya mengatakan bahwa dia tidak ingin resign tapi pikirannya menyuruhnya untuk segera keluar dari resto ini. Adora sesekali menghela nafas dan memerhatikan setiap detail resto ini. Mulai dari pertama kali dia makan bersama Anshana, bertemu dengan Sakya dan menanyakan perihal lamaran pekerjaan, lalu hari pertamanya bekerja dan mendapatkan perlakuan kurang mengenakkan dari Sakya dan ada Dini serta teman-teman dapur yang menghibur dan setia membantunya. Ah, ternyata kenangan itu seimbang antara yang manis dan pahit.

Adora harus yakin. Dia harus segera keluar dari tempat ini. Orang di sekitarnya terutama Kheeva dan mamanya sangat mendukung. Perihal kenangan manis dan rasa kesepian yang mungkin akan Adora hadapi dia biarkan tersimpan di hatinya. Adora menatap Sakya, dia terkejut laki-laki itu juga sudah menatapnya lebih dulu. Entah dari kapan Adora pun tidak tahu.

"Kenapa?" tanya Sakya menatap Adora. Laki-laki itu memahami ada hal yang dipikirkan Adora sejak tadi. Begitu pun dengan Sakya. Pikiran mereka sama-sama sedang bimbang.

"Gue mau ke ruang Pak Antoni. Lo jaga dulu, ya?"

Hal yang sedari tadi Sakya tunggu-tunggu akhirnya keluar dari mulut gadis di sampingnya.

"Gue juga mau ke sana," aku Sakya.

Kedua mata Adora terbelalak kaget karena bisa bersamaan seperti ini. Tidak mungkin Adora mengatakan hal seperti ini di saat ada Sakya. Niat Adora surut, dia biarkan Sakya lebih dulu untuk menemui Antoni.

"Oh, duluan, deh. Gue besok aja."

Sakya tak menjawab. Dia membuka pintu dapur memanggil Dini dan dodi yang sedang bersantai sembari bercerita bersama Harry. "Din, Dodi, jaga depan sebentar. Gue ada urusan sama Adora ke ruang Pak Antoni."

"Siap, Mas!" Dodi merespon cepat dan segera berdiri.

Sakya menatap Adora yang hanya berdiam diri menatapnya. "Udah, Ra, ayok." Tatapan Sakya tertuju pada Dini dan Dodi yang sudah datang.

"Apanya? Lo duluan sana—" Tangan Adora ditarik Sakya dan dipaksa untuk mengikuti langkah laki-laki itu. Adora bingung bagaimana nanti dia akan berbicara pada Antoni. Adora belum mempersiapkan kata dan kalimat yang pas serta tidak menyinggung perasaan bosnya.

Semakin dekat dengan pintu ruang Antoni, Adora semakin ketar-ketir. Dia menahan tangan Sakya yang masih menggenggam tangannya. Adora tidak bisa. Dia masih belum yakin jika mendadak dan dipaksa seperti ini. Setidaknya dia harus punya jawaban pasti jika ditanya mengenai alasan ingin berhenti dari resto ini.

"Sak, tunggu dulu dong!"

Langkah mereka terhenti. Sakya melihat Adora yang tampak panik. "Ada apa, Ra?"

"Lo duluan aja deh, gue besok aja. Gue balik ya?"

"Lo kenapa sih, Ra? Mau bicara apa?"

Bahkan diberi pertanyaan seperti ini aja saja oleh Sakya dia terdiam dan takut untuk menjawabnya. Bagaimna jika Antoni yang menanyainya nanti?

"Kita masuk," putus Sakya cepat.

"Gue mau resign!" Adora menjawab cepat sebelum Sakya menarik gagang pintu.

Sakya tiba-tiba saja terpaku ditempatnya. Genggaman tangannya terasa semakin erat ditangan Adora. Pancaran matanya tampak sedih menatap gadis yang beberapa bulan ini menguras emosi dan memberikan pengalaman baru untuknya. Entah kapan dia bisa bertemu Adora selain di resto ini lagi.

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang