31. SUPPORT SYSTEM TERBAIK

5 2 0
                                    

Di hadapan jendela kaca berukuran luas jika dipandang dari dalam kantor menghadirkan pemandangan parkiran kantor dengan sangat rapi. Mobil dengan berbagai warna dan model serta motor yang tersusun rapi membuat Dalena betah memandanginya bersama pikiran berisik yang sejak tadi menghakimi dirinya sendiri.

Dia menarik dan menghembuskan nafas kasar. Tangannya mengelus pelipisnya pertanda kepalanya sedikit pusing. Memasuki dunia kerja yang sebenarnya membuat Dalena harus keluar dari zona nyamannya. Memaksa dirinya harus serba bisa dan cepat dalam memahami segala prosedur kerja. Berbeda sekali seperti dia bekerja dengan orang tuanya. Jika Dalena boleh jujur lebih nyaman dia bekerja bersama orang tuanya di rumah makan keluarga dari pada harus berada di kantor seperti ini.

Namun, Dalena juga memikirkan nasib masa depannya. Dia harus berkembang dan menjadi lebih baik. Lagi pula ini cita-citanya dari dulu semenjak tamat sekolah menengah.

"Del, lo cuma butuh beradaptasi sebentar aja. Habis itu pasti bakalan baik-baik aja." Dalena bergumam dalam hati.

Pandangan Dalena kini beralih pada secangkir kopi yang tersodor ke hadapannya. Dia menatap tangan yang mengenakan kemeja panjang namun digulung sebatas siku. Dalena terkejut dan segera menunduk sopan ketika orang yang memberinya secangkir kopi adalah Gi Athala–seniornya satu ruangan.

"Minum dulu, Del."

"Terima kasih, Mas Gi." Dalena menyeruput seujung bibir kopi yang dibawakan Gi untuknya.

"Apa yang Alana bilang tadi gak usah kamu pikirkan sampai ngelamun kayak gini."

Dalena terpergok sepertinya. "Mas Gi, tau?"

"Tau. Kamu dimarahin Alana, lalu keluar dan berdiri di sini sejak sepuluh menit yang lalu."

Dalena memegang erat gelas kopinya. Malu sekali dia saat ini. Ketahuan bahwa Dalena terlihat lemah di lingkungan barunya.

"Semua yang Alana bilang bener kok, Mas. Saya aja yang lambat kerjanya. Makanya dia sampai marah kayak tadi."

"Del, gak hanya kamu karyawan baru di kantor ini, dan Alana sudah berulang kali menghadapi karyawan baru seperti kamu. Saya seniornya Alana, tentu saja saya lebih tau bagaimana sikapnya dia selama di kantor. Alana sedikit berbeda menyikapi kamu."

"Saran saya, jangan bawa masalah internal ke lingkungan kerja. Seandainya bisa diselesaikan segera selesaikan. Saya takut hal itu mengganggu pekerjaan kalian," lanjut Gi mengingatkan selayaknya senior yang baik sekaligus sebagai penanggung jawab timnya.

"Iya, Mas, maaf."

Gi pergi terlebih dahulu meninggalkan Dalena yang kembali bergulat dengan pikirannya sendiri. Tiba-tiba saja Dalena teringat dengan perkataan Adora kepadanya. Cari senior yang berbaik hati dan dengan senang mau membimbing. Tidak ketus dan suka marah-marah. Namun sialnya, Dalena bernasib sama dengan Adora. Sama-sama mendapatkan senior yang tukang emosian dan marah-marah tidak jelas. Bimbingan dan arahan dari senior sangat diperlukan di tempat kerja, namun lagi-lagi sial sekali Dalena harus mendapatkan Alana sebagai senior yang membimbingnya.

***

Kelas Adora baru saja selesai sekitar lima menit yang lalu.Sebagian mahasiswa dan mahasiswi sibuk memasukkan peralatan tulis ke dalam tas. Sebagian lagi masih sibuk menyelesaikan catatan yang tanggung seperti yang Adora lakukan saat ini. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing sampai tidak menyadari bila sedari tadi seseorang sibuk mengetuk pintu kelas.

"Permisi!"

Seorang mahasiswi yang mejanya berada tak jauh dari pintu akhirnya menyadari kehadiran kakak tingkat yang sebelumnya tak pernah dia lihat. "Iya, cari siapa, Kak?"

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang