Dalam sekejap berita mengenai keributan Dalena dan Alana sudah menyebar ke seluruh divisi bersama dengan berita aib gadis itu. Tatapan seluruh pegawai pagi ini mengarah kepada Dalena yang berusaha untuk kuat di setiap langkah kakinya untuk melewati hari ini. Sebagian tatapan ada yang terlihat biasa saja namun sebagian besar menunjukkan tatapan tidak suka dan mencemooh Dalena.
Setiap orang yang Dalena lewati tak luput dari menunjuk dan berbisik mengenai dirinya. Dalena sudah lama tidak menerima perlakuan seperti ini terakhir di saat dia duduk di bangku sekolah. Dalena menunduk dengan perasaan benar-benar malu. Dia mempercepat langkah memasuki ruangannya berharap perasaannya membaik. Namun, setibanya di sana Dalena juga mendapati tatapan tidak enak itu dari teman satu divisinya. Tak ada yang menegur atau sekadar tersenyum padanya. Semua orang menatap benci dan jijik pada dirinya.
"Masih punya muka dia munculin diri," bisik salah satu seniornya.
"Bisa-bisanya kepikiran dekati Mas Gi yang sempurna dari atas sampai bawah. Gak punya malu."
Dalena melirik orang yang berkata jelek tentangnya. Dalena menarik nafas dalam-dalam untuk memupuk lebih banyak sabar dan kekuatan. Dalena beranjak menuju dapur untuk membuat secangkir kopi agar perasaannya sedikit terkontrol dan lebih kuat lagi. Dalam hati Dalena berharap suasana di dapur sedang sunyi sehingga dia bisa leluasa menenangkan diri. Selama langkahnya, matanya berkaca-kaca ingin menangis. Dalena cepat-cepat menutup pintu dapur dan bersandar di belakangnya. Satu isakan kecil lolos dari mulutnya.
"Gak papa, Del. Lo kuat. Ini konsekuensi yang seumur hidup bakal lo terima. Lo bisa, pasti bisa!" Dalena mengusap air matanya yang tak bisa berhenti sembari memasukkan sebungkus bubuk kopi instan ke dalam gelas.
Dalena menghirup dalam-dalam aroma kopi itu agar perasaannya lebih tenang. Namun, bukannya tenang air matanya masih terus menetes. Tidak disangka hidupnya akan menjadi lebih berat akibat kesalahan masa lalu yang sebelumnya dia anggap sepele.
"Lo bisa, Del. Lo bisa. Ini pasti berlalu, kan?" Dalena berucap lirih sembari memegang gelas yang terasa panas dengan kedua telapak tangannya.
"Iya, pasti berlalu." Sebuah suara berasal dari balik lemari menyahut.
Dalena terkejut, dia berbalik dan menghapus air matanya dengan cepat. Dalena berpikir dia seorang diri berada di dapur ini. Namun dia salah, orang yang paling dia hindari sejak semalam justru kini terjebak di dapur bersamanya.
"Mas Gi.." Dalena menunduk, terlalu malu untuk dia menatap Gi. Dalena ingin buru-buru pergi sebelum gosip kembali beredar namun Gi malah menahannya.
"Del? Saya minta maaf karena keributan kemarin masalah pribadi kamu terekspos hampir ke seluruh divisi di kantor ini."
"Lepas, Mas. Saya gak mau cari masalah lagi." Dalena berujar pelan.
Gi menuruti apa kata Dalena. Hal itu Dalena manfaat kan untuk segera menghindar dari laki-laki itu. Namun, perkataan Gi berhasil menginterupsi Dalena yang ingin meraih handel pintu.
"Apa benar, Del, yang dikatakan Alana soal kamu yang–"
"Sewaan om-om? Wanita jalang? Wanita murahan?" sebut Dalena membelakangi Gi dengan perasaan sudah tidak bisa terkontrol.
Gi menunduk tak sanggup mendengar ucapan Dalena yang merendahkan dirinya sendiri. Hatinya merasa sakit entah mengapa. Ada setitik kekecewaan yang juga menyelimuti perasaannya.
"Mas, saya emang bukan perempuan baik-baik. Saya minta maaf sudah membawa nama Mas Gi ke dalam permasalahan pribadi saya dengan Alana. Apa yang Alana katakan semua benar, Mas. Iya, saya wanita murahan itu. Tapi, gak ada sekalipun niat saya untuk mengambil kesempatan dengan mendekati Mas Gi."
KAMU SEDANG MEMBACA
SULUNG
Teen Fiction‼️WAJIB FOLLOW UNTUK MEMBACA KELANJUTAN CERITANYA ‼️ Adora dan kedua sahabatnya dulu pernah berjanji sewaktu SMA untuk tidak menjadi asing. Segalanya dulu mereka selalu bagi termasuk suka duka menjadi anak pertama di keluarga masing-masing. Tapi sem...