7. bunga tulip

7.5K 804 67
                                    

Haruto sama sekali tak mengerti dengan jalan pikir kakaknya, apa kesalahan Jihoon? Kenapa Junkyu begitu terobsesi untuk menyiksa pemuda Park itu?

Haruto tak pernah mendapatkan jawaban yang pasti, Junkyu pasti akan selalu menjawab-

"Hanya ingin, memangnya kenapa?"

Bajingan, sudah tau salah masih saja bertanya. Ingin sekali Haruto menyumpal mulut kakaknya dengan kotoran hewan.

"Tidak ada yang salah Haru, dia miskin dan ibunya pelacur, tak salah bukan jika aku memberikan sedikit permainan padanya?"

Perkataan Junkyu masih terngiang-ngiang, Haruto sama sekali sudah tak paham dengan jalan pikir pemuda berusia 28 tahun itu, sudah tua tapi otaknya tidak ada, padahal sebentar lagi sudah menginjak kepala 3 tapi sepertinya otak Junkyu tak lagi bekerja.

"Eunghhh.." lenguhan pelan membuat Haruto tersadar dari lamunannya, pemuda itu melihat Jihoon yang tengah menggeliat gelisah didalam tidurnya, si Park terlihat meracau tak jelas.

"Jihoon buka matamu" tangan Haruto menepuk pelan pipi yang sudah dibanjiri oleh air mata itu "Jihoon kau sudah aman, jangan takut.."

Haruto berbisik lirih disamping telinga si Park, berusaha untuk memberikan rasa tenang, itu yang psikiaternya selalu lakukan ketika Haruto hilang kendali atas dirinya sendiri.

Saat mata Jihoon terbuka sempurna pemuda manis itu memegang dadanya yang berdenyut nyeri, nafas Jihoon kian memburu, pandangannya tampak mengedar, melihat sekeliling dengan waspada.

Haruto buru-buru membantu Jihoon membenahi posisi untuk duduk menyandar pada kepala ranjang, membiarkan Jihoon tenang lebih dulu, tangannya dengan teratur terus mengusap lembut punggung tangan si Park yang berkeringat.

"Kondisi mentalnya semakin memburuk, sepertinya trauma Jihoon pada kegelapan tidak bisa dianggap sepele, sesuatu yang terjadi dimasalalu patut dipertanyakan itu menjadi salah satu penyebab kenapa Jihoon memiliki kondisi mental yang sangat buruk"

Perkataan Hwang beberapa hari yang lalu masih terngiang-ngiang dibenaknya, Junkyu selalu menganggap remeh tentang ketakutan Jihoon pada ruangan gelap, namun hal itu tak bisa disepelekan.

"Jihoon memiliki Nyctophobia, taku kegelapan, hal ini bisa dipicu dari rasa trauma yang ditimbulkan saat masih kecil atau kejadian yang membuat mentalnya tak stabil, kecelakaan tak sengaja dan mungkin bisa saja sempat mendapatkan perundungan. Namun dilihat dari catatan yang diberikan oleh Jeongwoo, sangat memungkinkan bagi Jihoon memiliki rasa takut pada kegelapan dan juga tindakan kekerasan, ayahnya selalu melakukan hal itu sedari dulu, Jihoon juga diperlakukan tak baik sedari kecil entah dilingkungan keluarga ataupun sekolah"

"Tapi kenapa dia selalu diam? Kenapa dia tak melawan?"

"Haruto, Jihoon tak sama sepertimu. Kalian mungkin memiliki nasib yang hampir sama, hanya saja Jihoon jauh lebih buruk, dia tak mempunyai tempat untuk berlindung, semuanya terasa begitu menakutkan, sulit bagi pribadi Jihoon untuk percaya pada seseorang, rasa membentengi dirinya sendiri begitu besar, Jihoon selalu beranggapan bahwa dia hanya sendirian dan tak ada yang menyayanginya, jikapun Jihoon meminta tolong tak ada yang akan membantunya, itu yang selalu tertanam sedari Jihoon masih kecil dan hal itu akan terus dibawa olehnya sampai dewasa, rasa ketakutan, ketidakpercayaan dan kepasrahan sudah mendoktrin pikirannya, sulit untuk dihilangkan"

Tangan Haruto akan menyentuh pipi lembut itu namun Jihoon malah bergerak menjauh, kedua tangannya berusaha melindungi kepalanya sendiri, tubuh Jihoon kembali bergetar hebat, nafasnya yang semula teratur kini tak lagi normal.

Dan Haruto menyadari, ia seperti melihat dirinya yang dulu, sama seperti Jihoon, bayang-bayang dimana dulu dirinya mendapatkan perlakuan keji selalu menghantuinya.

Only Mine [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang