20-hujan

5.3K 225 0
                                    

"Jika senja di pantai mengalah pada malam, aku di sini mengalah pada rindu."

Menatap ke arah senja yang terlihat indah di pantai, di temani oleh deru ombak yang tenang.

Membuat seorang laki-laki terhanyut dalam lamunannya.

Dia Axel, laki-laki yang sekarang di Landa kebingungan, kesedihan, dan kesunyian.

Separuh jiwanya pergi begitu saja meninggalkan dirinya sendiri.

Tanpa orang itu tahu bahwa axel sudah lama mencintai nya, sebelum mereka menjalin persahabatan yang kuat.

Bahkan dia belum mengungkapkan perasaan, yang sebenarnya pada sang pujaan hati.

"Annovra..." Lirih Axel pelan, menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang sedari tadi ingin keluar.

Dia menghela nafas panjang, dan menyeka matanya dengan kasar.

"Kalau emang benar ada kehidupan kedua, gue mohon, temukan gue dengan Annovra, gue pengen peluk dia, gue pengen ungkapin semua perasaan gue yang sebenernya" ucap Axel berbicara sendiri menatap pada senja yang senantiasa terlihat indah.

Tak ingin berlarut oleh kesedihan, memilih pergi dari sana, meninggalkan senja yang ingin menghilang.

__________________

Dia melangkahkan kakinya ke dalam pemakaman, yang di penuhi dengan gundukan tanah.

Malam yang gelap, tak membuat Axel takut dan gentar, sendirian di pemakaman.

di tangannya terdapat bunga mawar merah yang sudah lama Menjadi kesukaan Annovra.

"Annovra gue datang, gue bawain bunga mawar, buat Lo" dia berjongkok lalu meletakkan bunga tepat di foto seorang gadis yang cantik, sedang tersenyum lebar.

Mengusap nisan yang bertulisan dengan nama 'annovra', tiba-tiba air matanya terjatuh begitu saja, mengenai tanah kuburan itu.

"Maaf, maaf kalau gue udah ingkar janji sama Lo Ra, maaf...." Cicit Axel menggenggam nisan itu, seraya menangis terisak-isak.

Hujan turun begitu saja, membasahi tubuh Axel, seolah hujan mengetahui ia sedang bersedih.

"Gue pergi dulu, lain kali, gue kesini lagi" dia tersenyum manis lalu berdiri, meninggalkan kesunyian malam.

Di perjalan, Axel mengemudikan motornya dengan kecepatan tinggi
suara petir menyambar dengan kuat.

Hujan malam ini begitu deras, membuat tubuh Axel kedinginan dan bergetar hebat.

Matanya tiba-tiba terasa buram, dengan kepala yang terasa sakit seperti Di tusuk oleh ribuan jarum.

Tubuhnya menjadi tidak seimbang, pun dengan jalanan yang licin oleh basahnya hujan.

Tanpa sadar, Axel melaju di luar jalur, membuat motornya menabrak trotoar dan tubuhnya terpelanting jauh.

Tubuhnya terasa ingin remuk, di sisa kesadarannya, dia berbicara dengan suara yang pelan dan tersekat-sekat.

"A-annovra, i-i love you" kegelapan langsung mengambil alih Axel.

Darah Axel yang mengalir bercampur dengan air hujan. karena hujan yang deras, membuat jalanan sepi, hingga tak ada yang menolongnya.

_________

Tubuh Annovra menggigil hebat, saat hujan langsung mengguyur tubuhnya yang sudah basah kuyup.

Dengan kaki telanjang, dia terus saja berjalan di trotoar, mengadahkan kepala nya merasakan hujan yang turun mengenai wajahnya.

"Dingin...." Gumamnya dengan bibir yang bergetar.

Wajahnya sudah terlihat pucat, dengan bibir yang ikut memucat. Dia memeluk tubuhnya sendiri.

Melewati tempat pemakaman yang menjadi tempat terakhir manusia di tempat kan.

Annovra melirik ke kiri dan kanannya, begitu sunyi, dan membuat tubuhnya merinding.

Kembali menatap kedepan, tiba-tiba matanya menyipit, saat melihat ada orang yang tergeletak di tengah jalan, dengan motor yang hancur.

Dia berlari menuju orang tersebut, seketika matanya melotot, di buat terkejut, melihat darah yang begitu banyak mengalir.

"Kenapa gak ada orang?" Dia melirik ke kiri dan kekanan mencoba mencari bantuan.

Karena rasa penasarannya dia mendekati laki-laki tersebut yang masih memakai helm di kepalanya.

Dengan perlahan dia membuka helm, laki-laki tersebut. namun tiba-tiba helm itu langsung jatuh begitu saja, saat dia melihat wajah orang di dalam helm sana.

"A-axel..." Dengan bibir yang bergetar dan air mata yang keluar, Annovra duduk bersimpuh di sebelah tubuh Axel yang sudah pucat.

Dia meletakkan kepala Axel di pahanya, dan mengelus pipi tirus yang terlihat kurus itu, namun masih terlihat tampan.

"Axel? Bangun!" Annovra menepuk-nepuk pipi Axel, namun tidak ada jawaban sedikit pun.

Tubuhnya menegang, dia mengangkat jari telunjuknya dan meletakkan di hidung Axel.

Deg

Jantung Annovra berdetak kencang saat ia tidak merasakan nafas yang keluar dari sana.

"Axel!, Please ga usah main-main, ini gak lucu!" Dia kembali menepuk pipi Axel.

"Bangun SIALAN!" pekik Annovra mengguncang lengan kekar Axel.

"BANGUN AXEL!!!" Dia berteriak sekuat mungkin dengan air mata yang terus mengalir.

"Bangun Axel, jangan tinggalin gue please, Lo udah janji ga bakalan tinggalin gue,!" Annovra mendekatkan dahinya ke dahi Axel, dengan sesegukan.

"Axel...jangan tinggalin gue, gue mohon, gue udah gak ada siapa-siapa di dunia ini, siapa yang bakalan temenin gue lagi? Siapa yang bakalan bikin gue tertawa?.... gak ada! Cuma Lo Axel, cuma Lo!"

"Lo dulu pernah janji sama gue Axel!, Lo bilang, Lo bakalan selalu di samping gue, dan gak pernah bakalan ninggalin gue, tapi ini apa? APA?! LO PEMBOHONG AXEL! PEMBOHONG!" Annovra kembali berteriak, membuat ternggerokan nya sakit.

"Bawa gue pergi sama Lo Axel, bawa gue!"

"....." Gadis itu memejamkan matanya.

Dadanya begitu sakit melihat kebenaran yang sesungguhnya, sahabat nya, sudah pergi, meninggalkan nya, selamanya.

Nangis yang paling menyakitkan adalah, nangis tanpa suara. bahkan suara tangisan Annovra hilang begitu saja saat ini, mata nya sekarang membengkak dan memerah.

"Axel...."

Dia menyeka air matanya, mencoba mencari bantuan, kembali meletakkan kepalanya Axel di jalanan.

Dia mengalihkan pandangannya, dan dia melihat ponsel Axel yang masih hidup namun dengan layar yang pecah.

Dia mengambil ponsel tersebut dan membukanya. Air matanya kembali keluar, saat melihat wallpaper ponsel Axel adalah, foto mereka berdua.

Kembali dengan tujuan awal, dia menelpon ambulance.

"P-pak, tolong saya pak, teman saya kecelakaan, cepat datang pak!"

"........"

"Baik, terimakasih"

Annovra mematikan ponsel tersebut dan meletakkan ke dalam sakunya.

Kembali menghampiri Axel, dia menatap kamar wajah Axel, dengan keheningan.

Hujan yang tadinya deras, sekarang menjadi lebih reda sekarang.

Beberapa menit kemudian, ambulance datang, dan langsung mengangkat tubuh kaku Axel.

Annovra hanya diam di tempat, sampai ambulance tersebut kembali pergi meninggalkannya sendirian.

Dengan hati yang berkecamuk sakit.

_________________

Axel nge sad cuy

👇




Transmigrasi Annovra(Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang