7. Super Hero

431 48 8
                                    

HappyReading





Senja mulai tiba, Miguel baru saja pulang ke rumah setelah kemarin harus bermalam di rumah Clara.

Cowok itu menekan bel dan seorang pelayan membuka pintu untuknya. Dia tau konsekuensi yang akan Ia dapat jika bertemu Ayah.

"Kenapa baru pulang? Kemarin kemana?" Ayah yang duduk di ruang tengah bersama Erina-kakak kandungnya- spontan berdiri saat mendapati batang hidung Miguel.

Lelaki itu tidak peduli, berjalan menaiki tangga.

"PAPA BICARA SAMA KAMU MIGUEL!"

Bentakan itu menghentikan aksinya untuk naik. Miguel berbalik menatap ayahnya yang tengah di tenangkan oleh Ernina.

"Kenapa? Apa peduli papa?" Ucapnya tenang lalu kembali naik ke atas dan masuk ke dalam kamar.

Erina mengusap punggung ayahnya mencoba memberi ketenangan. Sejak ibu meninggal dan papa menikah lagi, hubungan antara Miguel dan papa tidak pernah akur.

Alwar-Ayah Miguel- duduk sembari menarik rambutnya frustasi, "anak itu bandel banget, nggak pernah mau nurut!"

"Masih remaja, Pa. Maklumin aja," ujar Erina lembut.

Alwar menatap tajam Erina, "sampai kapan? Kamu selalu belain adik kamu."

Erina juga bingung harus memihak siapa. Di satu sisi ayahnya memang salah, menikah tepat seminggu setelah Mama meninggal. Tapi di sisi lain Miguel tidak bisa dibenarkan, sudah tujuh tahun berlalu namun cowok itu masih tidak bisa menerima kehadiran Mona sebagai ibu tirinya.

"Makan malam nanti Miguel harus ada! Ngerti kamu?" Tegas Alwar, "bujuk dia gimanapun caranya."

Erina mengerjap lalu mengangguk, tidak ada pilihan lain selain menjadi gadis baik yang selalu patuh pada ayahnya.

* * *

"Miguel," Erina mengetuk pintu kamar Miguel, sudah lima menit tapi belum ada jawaban, "kakak tungguin sampai kamu bukain pintu."

Mendengar kakaknya yang tidak menyerah, terpaksa Miguel membuka pintunya, "apa?"

"Boleh kakak masuk?" Ujarnya lembut.

Miguel membuka pintu lebih lebar.

Erina menatap sekeliling lalu duduk di kasur, "pantes ga dibukain. Lagi fokus ngedengerin lagu buat pengalihan."

Miguel duduk di samping kakaknya, "kalau lo kesini cuma mau belain papa, gue saranin keluar sekarang."

Erina tersenyum lembut, meraih tangan Miguel dan mengusapnya pelan, "kakak juga nggak suka sama Mona," Erina terkekeh, "bayangin, usiaku sama ibu tiriku cuma selisih dua tahun."

Miguel mengendus, "tapi lo selalu belain papa. Lo ga berani tolak Mona terang-terangan kayak gue."

"Aku cuma nggak mau suasana jadi lebih keruh," Erina menangkup wajah Miguel, kedua mata mereka saling tatap, "aku berusaha nerima ini semua, demi kamu."

Kedua alis Miguel naik tinggi.

"Mama nggak ninggalin apa-apa buat aku selain kamu," tutur Erina lagi. "Kamu yang paling berharga buat aku. So, don't go."

Miguel menarik Erina kedalam pelukannya, "kalau bukan karena lo, gue ga akan pernah pulang ke rumah ini lagi, kak."

Erina mengusap punggung adiknya, "kakak sayang banget sama kamu."

Miguel melerai pelukan mereka, mengusap air mata Erina yang jatuh, "kalau liat lo nangis, gue ingat mama. Cengeng banget kalian."

Erina tersenyum, "tuhan kasih kamu buat kita karena kamu kuat dan ga cengeng. Saling melengkapi kan?"

Jasa BogaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang