Hari ini aku terakhir ujian, hari ini pula aku akan bimbingan dengan Pak Rafiq. Bimbingan pertama kali setelah kami berubah status. Bimbingan yang semula dijadwalkan besok, diajukan jadi hari ini.
Ternyata seperti ini rasanya backstreet. Ada rasa cemas, tetapi juga excited di saat yang sama. Rasanya campur aduk jadi satu.
"Nin!" aku menoleh ketika mendengar seseorang memanggilku. Aku agak kaget karena ternyata itu suara Farid.
"Hai, Rid!"
Setelah KKN berakhir, aku dan Farid memang masih saling kontakan satu sama lain, hanya saja seperlunya. Aku sibuk dengan kuliah dan bimbingan, dia pun sama. Dia juga ada magang, jadi sebenarnya dialah yang lebih sibuk.
"Aku boleh duduk di sini, Nin?" Farid menunjuk bangku gazebo sebelahku.
"Boleh."
"Kamu bilang, hari ini terakhir ujian?" tanya Farid begitu duduk dan meletakkan tas.
"Iya. Kamu udah selesai?"
"Udah. Sejak kemarin, sih, tapi hari ini ada acara di kampus."
"Ah ... gitu." Aku mengangguk. "Ngomong-ngomong, kenapa tiba-tiba ke fakultasku?"
"Pengen ketemu kamu."
Duh!
"Jangan bilang mau nembak lagi?" tanyaku berterus terang, tetapi dengan nada bercanda.
"Kalau iya, masih ada harapan atau enggak, Nin?"
Aku tertawa pelan. "Temenan aja, udah. Lebih enak temenan, tahu."
"Bercanda, Nin. Aku ke sini mau ketemu temen anak Kimia. Kebetulan lihat kamu. Aku baru mau WA lagi padahal."
"Oh ... gitu."
"Kamu sendiri ngapain di sini?"
"Aku habis ujian, terus jam setengah satu mau bimbingan."
"Masih lama." Farid melirik arlojinya. "Sekarang masih jam sebelas."
"Memang. Cuma mau ke mana lagi? Mau pulang enggak mungkin. Pembahasan juga udah siap."
"Mau makan dulu? Aku ketemu teman jam dua belas. Aku datang cepet karena emang sengaja mau cari kamu." Farid terkekeh. Dia masih belum menyerah juga rupanya. Meski dalihnya bercanda, entah kenapa aku yakin ada keseriusan di kalimatnya.
"Pantes tadi pagi tiba-tiba whatsapp!"
Farid tertawa. "Mau atau enggak? Aku yang traktir. Enggak ada salahnya traktir teman, Nin."
"Emang enggak ada salahnya, tapi makasih buat tawarannya." Aku meringis.
Aku sudah ada janji makan siang bersama Pak Rafiq. Makan siangnya jelas ala-ala karena tidak mungkin kami terlalu menampakkan kedekatan. Pak Rafiq sudah membuatkan onigiri untukku, sementara aku membawakan donat kesukaannya.
"Susah banget, ya, Nin, deketin kamu. Atau jangan-jangan, kamu udah ada yang punya?"
"Emang ada. Yang punya aku ya orang tuaku."
"Baiklah. Aku temani kamu di sini selagi nunggu teman. Sekarang dia masih ujian."
Mau menolak, tidak mungkin. Alhasil, aku mengiyakan.
Tiba-tiba, aku melihat ponselku bergetar pelan. Aku langsung mengambilnya. Ternyata ada pesan dari Pak Rafiq.
DPA Pak Rafiq
Itu Farid, teman KKN-mu?
Kenapa kamu dengannya?
Ada janji?
KAMU SEDANG MEMBACA
Inevitable Feelings
RomanceAnindya Githa Prameswari (Anin), mahasiswa matematika semester tujuh yang sedang bergelut dengan tugas akhir. Di masa-masa terakhir kuliahnya, dia ditunjuk menjadi ketua angkatan oleh teman-teman satu jurusan. Itu mengharuskan dia sering berurusan d...