Bab 47. Pulang

1.4K 141 23
                                    

Hari ini tibalah saat aku pulang dari Kediri. Semua barang-barangku sudah kukemasi. Dari yang semula bawa satu koper besar dan tas ransel, kini koperku jadi dua. Selain ketambahan buku, juga ada beberapa baju dan kebutuhan lainnya yang kubeli selama di sini.

Aku berkemas dibantu oleh Brina. Asa sudah pulang ke Jogja, aku dengar kabar ini justru dari Mas Afiq. Pantas saja tidak kelihatan. Sejak awal memang kami mengambil program yang berbeda.

"Nin, kamu dijemput pacarmukah?" tanya Brina ketika membantuku membawakan koper. Tadi malam dia sengaja menginap di kosku karena tahu aku akan pulang.

"Dia bukan pacarku, btw."

"Siapa? Kakak? Kan katamu kamu anak tunggal."

"Ya emang aku anak tunggal. Dia bukan kakakku juga."

"Terus?"

"Dia suamiku."

"Heleh! Ya kali! Mana buku nikahnya?"

Aku tertawa pelan. Sesuai dugaan, reaksi Brina akan seperti ini. Jelas saja dia tidak akan langsung percaya.

"Besok kalau aku nikah, kamu mau datang ke Jogja atau enggak, Brin?"

"Selagi aku kosong, aku usahain. Misal enggak, aku kirimin kado yang unyu."

"Oke, deh."

Begitu tiba di luar, Mas Afiq sudah menunggu di depan mobil. Karena ini kos putri, dia memang tidak diperbolehkan masuk. Laki-laki yang boleh masuk kos hanya Ayah dari penyewa, itu pun wajib izin dulu.

"Udah semua, Nin?" tanya Mas Afiq sembari jalan ke belakang untuk membuka bagasi.

"Udah, Mas. Itu sama nambah dibawa Brina. Dua bulan di sini enggak mungkin enggak nambah bawaan."

"Tenang aja. Bagasinya lebar."

Brina tersenyum ramah saat mengantar koperku. Dia tampaknya belum curiga kalau Mas Afiq ini betul-betul suamiku. Memang akan terkesan aneh karena sejak awal aku memperkenalkan diri padanya, kubilang kalau aku ini masih lajang.

"Mas, aku pamit ke ibu kos lagi, ya? Soalnya kemarin baru ala kadarnya. Sekalian aku mau kasih bingkisan," pamitku yang langsung mendapat anggukan.

"Iya, sana. Mas tunggu di mobil."

"Oke."

Aku masuk kos lagi, dan Brina kembali mengantarku. Aku menghampiri rumah ibu kos untuk pamit yang benar-benar pamit. Sekalian aku ingin mengucapkan terima kasih sekaligus minta maaf.

"Nin, bakal kangen, ih!" ujar Brina saat kami kembali keluar.

"Kapan-kapan main ke Jogja makanya."

"Tapi janji mau diajak keluar?"

"Asal diizinin suami, pasti kuajak kamu keluar."

"Kamu dari tadi nyinggung suami mulu. Beneran mau nikah, kalian?"

"Udah nikah, malah. Dibilangin enggak percaya."

"Jangan bohong!"

Aku menarik tangan Brina ke arah mobil. Mas Afiq yang peka, langsung menurunkan kacanya.

"Ada apa, Nin?"

"Mas, kita udah suami istri, kan, ya? Brina menolak percaya."

"Soalnya waktu itu Anin bilangnya masih lajang, Mas. Kapan nikahnya?"

"Saya memang suami Anin. Kami baru menikah siri. Nikah resminya sesegera mungkin."

Brina seketika mendelik. Dia menatapku tak percaya. "S-serius, ini?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Inevitable Feelings Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang