Sesuai janji Arga, siang ini ia akan menemani Asya ke makam orangtuanya. Jika ditanya apakah Asya sudah bisa menerima keadaan, pasti jawabannya belum.
Jujur, ia masih belum bisa menerima jika orangtuanya sudah pergi. Yang biasanya ia selalu di kuatkan orangtuanya dalam hal apapun kini ia harus mampu berdiri sendiri.
Ia harus bisa mandiri, berdiri sendiri, menguatkan diri sendiri, dan apapun harus sendiri.
"Sudah siap?"
Asya mengangguk kecil. Wajahnya begitu pucat. Tidak ada polesan make up sedikit pun.
"Nanti mampir ke toko bunga dulu boleh gak?"
"Oke siap nyonya." Jawab Arga dengan tangan menghormat.
Arga melajukan mobilnya meninggalkan perkarangan rumah Asya.
Setelah kepergian orangtuanya, Asya sering kali melamun. Tatapannya begitu kosong. Terkadang Asya juga sering kali menangis secara tiba-tiba. Bayangan senyuman kedua orangtuanya yang sangat ia rindukan.
Pelukan hangat mereka yang pasti akan selalu Asya rindukan. Masakan ibunya yang mungkin tidak akan pernah bisa ia cari lagi. Sosok ayahnya yang mungkin juga tidak akan pernah bisa ia cari dari sosok laki-laki manapun.
Asya mendongakkan kepalanya menatap ke arah langit yang begitu cerah. Ia mengukir senyuman diwajahnya.
"Langitnya cerah banget. Pasti ayah sama ibu bahagia banget disana ya." Ucap Asya langsung membuat Arga menoleh ke arahnya.
"Asya juga akan bahagia kalo ayah sama ibu lebih bahagia disana." Ujarnya tersenyum getir.
Arga menatap lekat wajah Asya yang mencoba untuk menahan air matanya yang ingin jatuh.
Ia tidak akan mengganggu Asya saat ini. Biarkan dia sibuk dengan dunianya sendiri. Mungkin dengan cara itu, Asya bisa perlahan mengikhlaskan kepergian kedua orangtuanya.
"Arga."
"Hm."
"Kamu mau tau gak?" Tanya Asya menatap Arga dari samping.
"Apa?"
"Ibu sama ayah tu sayangggggg banget sama kamu. Mereka udah nganggep kamu kayak anak sendiri. Trus nih ya, setiap kali ibu sama ayah nelpon aku, mereka selalu nanyain kabar kamu terus." Ujar Asya dengan penuh antusias.
"Gue udah tau."
"Tau dari siapa?" Tanya Asya memicingkan kedua matanya.
"Tante Senja sama om Rudi. Kata mereka selama orangtua lo di kampung, mereka sering ngomongin kita. Terutama gue."
"Kok gitu. Kan aku anaknya. Gak adil banget." Cibir Asya.
"Iyalah. Sekarang gue kan anak kesayangannya orangtua lo." Goda Arga semakin gencar.
"Gak lah!"
"Dih. Iri ya lo."
"Tapi kamu seneng gak?" Ucap Asya penuh tanda tanya.
Arga sekilas menoleh ke arah Asya. Ia mengukir senyuman bahagia di wajahnya yang tampan itu.
"Seneng banget. Itu impian gue sejak dulu. Pengen ngerasain yang namanya kasih sayang dari sosok ibu."
"Tapi sekarang kita gak bisa ngerasain itu lagi. Ibu sama ayah udah ninggalin kita disini." Ucap Asya dengan sendu.
"Walaupun mereka udah bahagia disana. Tapi mereka akan selalu ada di hati kita. Walaupun kita gak bisa liat wajahnya lagi, tapi kita menyimpan semua kenangan indah dengan mereka di hati kita, terutama lo." Jelas Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSYA: My Naughty Boyfriend (END)
Teen FictionSamuel Argantara, pria yang dikenal sebagai pentolan sekolah. Seorang brandalan Arga ternyata ia juga salah satu murid pintar di sekolahnya. Bukan hanya menjadi ketua geng motor, Arga juga aktif di bidang basket dan osis. Pria yang dikenal dengan si...