- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Diah benar-benar hanya bisa pasrah, ketika Zainal menuntutnya untuk membayar apa pun yang dipesan oleh pria itu di warung makan. Fikri ikut memesan mie ayam seperti yang Zainal lakukan, sementara Deden hanya memesan jus sirsak.
"Kalian yakin, enggak mau makan?" tanya Zainal.
"Aku sudah makan di rumah, Mas, dan sekarang masih kenyang. Makanya aku hanya memesan jus alpukat," jawab Diah, apa adanya.
"Kalau kamu, Den?"
"Aku juga sudah makan, Zain. Makanlah, jangan sampai mie ayam yang kamu pesan itu menjadi dingin gara-gara bicara terus," saran Deden.
Zainal pun segera memakan mie ayam miliknya. Fikri juga lebih fokus pada makanannya daripada hal lain. Deden kini menatap ke arah Diah yang baru saja meletakkan gelasnya, usai meminum beberapa teguk jus alpukat.
"Kamu sudah tidak terlihat semarah tadi. Aku lihat, kamu tampaknya benar-benar tidak bisa menahan amarah ketika menghadapi genderuwo yang datang ke lantai dua rumahmu," ujar Deden.
Zainal berhenti makan secara mendadak, ketika mendengar yang dikatakan oleh Deden kepada Diah. Fikri--yang sudah tahu bahwa Diah memiliki kemampuan seperti yang Deden miliki--hanya diam saja dan tetap fokus pada makanannya, meski Zainal memberi kode untuk mendapat penjelasan.
"Genderuwo itu menatapku seolah aku adalah manusia yang lemah. Dia bahkan menertawai aku ketika aku mengusirnya. Maka dari itulah aku marah besar dan memberikan pelajaran padanya, untuk tidak meremehkan aku. Aku paling tidak suka diremehkan oleh makhluk-makhluk halus itu. Makanya Mas Deden bisa melihat betapa marahnya aku ketika sedang mengejarnya," jelas Diah.
Deden mengubah posisi duduknya agar jauh lebih nyaman. Tatapannya terlihat begitu serius terarah kepada Diah. Namun Diah tetap sesantai biasanya saat balas menatap Deden.
"Katakan, bagaimana cara yang kamu lakukan sehingga bisa mengusir makhluk halus dari rumahmu? Selama ini aku hanya bisa melihat keberadaan mereka, tapi tidak pernah tahu kalau mereka juga bisa diusir. Aku dengar dari Fikri, kamu tadi mengusir kuntilanak yang selalu datang ke ambang pintu dapur. Jadi hari ini, totalnya sudah dua kali kamu mengusir makhluk halus yang datang ke rumahmu," Deden mengungkapkan rasa penasarannya.
Diah pun tersenyum.
"Semua orang bisa melakukannya, Mas. Bahkan Mas Deden sekalipun, jika Mas mau belajar. Aku tidak pernah melakukan hal berlebihan untuk bisa mengusir makhluk halus yang aku hadapi. Aku hanya memerlukan media air dan membaca doa. Setelah itu aku hanya perlu menyiramkan air yang sudah kudoakan ke arah makhluk halus yang ingin kuusir. Setelah itu mereka akan pergi dengan sendirinya dan Insya Allah tidak akan kembali lagi. Tapi ... aku rasa Mas Deden tahu sendiri kalau di rumahku ada banyak sekali makhluk halus yang terus berdatangan dan sering mengganggu penghuni rumah. Jadi, sudah jelas usahaku masih belum sebanding dengan keadaan yang harus aku hadapi."
Zainal kini paham dengan poin penting pembicaraan kedua orang tersebut. Diah ternyata memiliki kemampuan yang sama seperti yang Deden miliki untuk melihat makhluk-makhluk halus. Bahkan tampaknya Deden sudah memastikan sendiri hal tersebut, sehingga menanyakan bagaimana cara Diah mengusir makhluk halus yang dihadapinya. Deden mungkin merasa heran mengenai perkara yang satu itu, karena pria tersebut tidak pernah bisa mengusir makhluk halus yang dilihatnya selama ini.
"Kalau boleh jujur, aku kembali pulang ke sini karena sebuah alasan," ujar Diah, kembali buka suara.
Kini bukan hanya Deden yang menatap ke arah Diah. Fikri dan Zainal pun juga ikut menatapnya, karena ingin tahu soal alasan kepulangan Diah ke Desa Benowo setelah dua belas tahun berlalu.
"Sebelum Almarhumah Ibuku meninggal tiga hari lalu, Beliau berpesan padaku agar tidak pernah kembali ke rumah lama milik keluarga kami. Dia bilang padaku, 'jangan pernah pulang ke sana, jika kamu tidak mau mati sia-sia'. Pada saat itu aku langsung kepikiran soal rahasia yang selama ini disembunyikan dariku. Seluruh anggota keluargaku yang sudah meninggal tahu betul apa masalah sebenarnya, dan hanya aku yang tidak tahu apa-apa sampai detik ini. Jadi, aku mengabaikan pesan yang Almarhumah Ibuku katakan sebelum meninggal dan bertekad pulang ke sini, demi mencari tahu apa yang dirahasiakan dariku sebenarnya," ungkap Diah.
Uhukkk-uhukkk!!!
Fikri mendadak tersedak, usai tahu mengenai alasan Diah kembali pulang ke Desa Benowo. Pria itu dengan panik langsung meminum es teh dari gelas miliknya, tanpa berani menatap ke arah Diah. Melihat gelagat Fikri saat itu, Diah tahu bahwa akan ada lagi yang menghalangi dirinya untuk mencari tahu kebenaran yang disembunyikan oleh keluarganya.
"Wah, tampaknya aku akan melalui kesulitan yang baru. Mas Fikri tampaknya akan berusaha mati-matian mencegahku mencari tahu," sindir Diah.
Deden dan Zainal pun saling menatap satu sama lain di tengah kecanggungam antara Fikri dan Diah. Fikri kini kembali menatap Diah setelah berusaha menghindari wanita itu beberapa saat lalu.
"Maaf, Non. Aku hanya tidak ingin Non Diah ...."
"Rumah dan seluruh anggota keluargamu itu dikutuk oleh seseorang, Di. Orang yang mengutuk, adalah orang yang memusuhi Almarhum Kakek dan Almarhumah Nenekmu," tutur Zainal.
Kedua mata Fikri langsung membola dalam sekejap dan tatap tajamnya terarah kepada Zainal.
"Zain! Kenapa kamu malah membocorkan hal itu pada Non Diah?" Fikri menumpahkan kekesalannya.
"Mau sampai kapan kamu membantu menyembunyikan faktanya, Fik? Kalau kita tidak memberi tahu Diah, maka Diah akan mencari tahu sendiri sampai dia mendapat jawabannya. Kamu mau melihat dia berusaha sendiri demi mencari jawaban, sampai akhirnya nanti akan terjadi sesuatu padanya? Kamu sudah lihat sendiri kalau tadi dia sampai memecahkan kaca jendela di lantai dua, hanya karena berusaha mengejar genderuwo yang datang membuatnya marah. Mau sejauh apa kamu biarkan dia terombang-ambing tanpa arah, Fik? Mau selama apa kamu membiarkan Diah tidak tahu apa-apa, sementara kita tidak pernah tahu apa yang sedang mengincarnya saat ini?" tanya Deden.
Diah menghabiskan jus alpukatnya, lalu bangkit dari kursi yang tengah ia duduki.
"Oke. Kalau begitu terima kasih atas informasinya soal rahasia yang dirahasiakan dariku, Mas Zain ... Mas Deden ... aku duluan. Aku akan bayar semua yang kalian pesan," pamit Diah.
"Non ... tunggu sebentar. Kita pulang sama-sama," cegah Fikri.
"Aku belum mau pulang, Mas Fikri. Kalau Mas Fikri mau pulang, pulanglah duluan. Aku ada tujuan lain yang harus kudatangi," balas Diah, seraya berjalan menjauh menuju meja kasir.
Makanan dan minuman yang dipesan oleh ketiga pria itu belum habis. Diah tahu persis kalau mereka tidak suka buang-buang makanan atau minuman. Jadi dirinya jelas punya kesempatan untuk pergi tanpa bisa dicegah. Diah segera menaiki taksi online yang sudah dipesannya diam-diam sejak tadi. Ketika Fikri, Zainal, dan Deden menyusul langkahnya keluar dari warung makan, jejak wanita itu sudah tidak lagi terlihat oleh mereka.
"Uh ... Non Diah selalu saja seperti ini dan tidak pernah berubah," sesal Fikri, sambil mengacak rambutnya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUKAN (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] "Jangan pernah pulang ke sana, jika kamu tidak mau mati sia-sia." Itu adalah pesan terakhir dari Ibunya sebelum meninggal dunia akibat penyakit aneh yang sudah menggerogoti tubuhnya selama bertahun-tahun. Diah ingin sekali menuruti pesan...