45 | Tidak Punya Pilihan Lain

1.9K 152 13
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"... Fa subhaanalladzii biyadihii malakuutu kulli syai'iw wa ilaihi turja'uun. Shadaqallahul 'azhiim."

Diah meniup air dalam baskom berukuran sedang yang terbuat dari besi milik Safira. Itu adalah yang ketiga kalinya Diah meniup air tersebut, usai membaca surah Yasin. Wanita itu kini berdoa sangat lirih, sebelum akhirnya akan mencelupkan benda yang pernah terikat pada lengan Raga pada air tersebut.

"Dengar, Farah. Kalau terjadi sesuatu yang terasa menyakitkan di area wajahmu, cobalah untuk bertahan sekuat mungkin. Terus berdzikir. Ucapkan laa ilaaha illallah dan jangan berhenti. Dengan kamu mengucapkan kalimat itu, maka Allah akan menjadi satu-satunya yang memberikan pertolongan untuk kamu. Dengan begitu pula, maka kamu tidak akan terlalu lama melewati rasa sakitnya. Kamu paham, 'kan?" tanya Diah, seraya mengikat rambut Farah agar tidak menghalangi wajahnya.

"I-iya, Di. Aku akan mencoba untuk bertahan sekuat mungkin. Insya Allah," jawab Farah.

"Kalau Rida atau Ayu mencoba memegangi tubuhmu yang mungkin saja akan memberontak, maka kamu tidak boleh menepis. Biarkan mereka memegangimu, karena dengan begitu kamu akan terbantu untuk bertahan lebih lama ketika merasakan yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya," tambah Diah.

"Iya. Aku juga tidak akan melakukan hal itu."

Diah kini menatap ke arah Safira dan Irham. Rosa dan Yunus hanya diam di tempat sejak tadi. Diah melarang mereka untuk ikut campur. Karena dalam prosesnya nanti, Farah hanya boleh diurus oleh kedua orangtuanya.

"Jika kalian mendengar Farah berteriak dan meminta bantuan, maka abaikan saja. Jika kalian mendengar Farah memohon agar kalian berbelas kasih agar hati kalian luluh dengan permohonannya, maka abaikan juga. Apa pun yang kalian dengar dari mulut Farah, itu bukanlah keinginan Farah. Yang kalian dengar akan jauh berbeda dengan apa yang kami semua dengar. Jin yang menempel pada wajah Farah selama ini akan terus mencoba menghasut kalian, agar kalian merasa bahwa saat ini Farah sedang disiksa olehku. Jika kalian terhasut, maka apa yang aku lakukan untuk Farah akan gagal total dan benda yang akan aku rendam ke dalam air ini akan menghilang dengan sendirinya alias kembali pada si pengirim. Setelah itu, tidak ada lagi kesempatan lain. Farah akan selamanya memiliki tanda itu di wajahnya, jika benda itu sampai hilang dengan sendirinya. Apa kalian paham?"

Irham dan Safira kini saling menatap satu sama lain usai mendengar penjelasan dari Diah, mengenai hal yang harus mereka lakukan. Keduanya menatap ke arah Farah dan tentunya perasaan mereka sebagai orangtua tidak menginginkan kalau putri semata wayangnya terus menanggung hal yang begitu membebani seumur hidup.

"Iya, Nak Diah. Insya Allah kami akan mencoba untuk tidak terpengaruh meski akan ada yang membisik di telinga sekalipun," jawab Irham, sekaligus mewakili Safira.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan memulai prosesnya."

Diah kembali menatap ke arah Farah. Ayu menyerahkan handuk kecil yang sejak tadi dipeganginya ke tangan Diah. Setelah menerima handuk kecil tersebut, Diah segera mencelupkannya ke dalam air pada baskom tadi, lalu mengusapkan handuk basah tersebut pada bagian kiri wajah Farah.

"Bismillahirrahmanirrahim," lirih Diah.

Farah langsung mengerenyitkan wajahnya karena merasakan panas yang begitu hebat. Seakan wajahnya baru saja terbakar.

"Laa ilaaha illallah. Laa ilaaha illallah. Laa ilaaha illallah ...." ujar Farah, berusaha menahan kesakitannya.

"Tahan dan terus berdzikir, Farah. Yang selanjutnya akan terasa lebih menyakitkan," ujar Diah.

Raga, Zainal, dan Fikri kembali muncul di teras rumah Safira. Mereka berdiri di ambang pintu seperti tadi, karena ingin memberi ruang yang luas pada Diah dan Farah. Tepat pada saat Diah akan mencelupkan benda yang pernah terikat di tangan Raga, makhluk-makhluk suruhan Rusdi berdatangan ke rumah itu dan mulai mengelilingi Diah. Diah berusaha untuk tetap tenang, meski sebenarnya ia sedikit merasa gelisah karena takut terjadi sesuatu saat dirinya sedang menemani Farah menjalani proses melepaskan Jin dari diri wanita itu.

"Jangan lakukan, Diah. Jangan lakukan. Kamu hanya akan memberi keuntungan pada Keluarga Wardana, jika sampai kamu membantu wanita itu terlepas dari penderitaannya."

"Keluarga Wardana sudah membunuh seluruh anggota keluargamu menggunakan kutukan. Kenapa kamu harus berbaik hati kepada mereka?"

Yunus menoleh ke arah Fikri dan Zainal, saat melihat Diah diam saja di tempatnya dan tak melakukan apa pun.

"Ada apa dengan Diah? Kenapa dia diam saja dan tidak melakukan apa pun?" bisik Yunus.

"Entahlah, Pak. Kami berdua pun tidak paham mengapa dia jadi tidak bergerak sama sekali," jawab Zainal.

"Ada yang aneh. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada Non Diah," ujar Fikri, yang paham betul kalau ekspresi Diah telah berubah sejak tadi.

"Pergi!" Diah buka suara dan terdengar begitu lantang. "Jangan coba-coba menghasutku! Aku akan membuat kalian semua merasakan akibatnya jika terus berusaha menghasutku! Pergi!"

Ayu dan Rida mundur satu langkah ke belakang. Safira dan Irham kini menatap ke arah Fikri dan Zainal, persis seperti yang Yusuf lakukan.

"Siapa yang dia usir? Apakah kalian tahu?" tanya Irham.

"Kemungkinan ada makhluk halus di sekitarnya saat ini dan makhluk halus itu sedang mencoba menghasutnya agar tidak mencelupkan benda itu ke dalam air, Pak," jawab Fikri.

"Kamu akan rugi, Diah. Kamu akan kembali dirugikan oleh Keluarga Wardana jika terus membantu mereka. Begitu pula jika kamu terus berada di sisi Raga. Kamu tidak benar-benar berharga baginya, Diah. Dia hanya berpura-pura jatuh cinta padamu, karena dia ingin kamu terluka lebih dalam dari pada saat kamu kehilangan seluruh anggota keluargamu."

"Kalau kalian pikir aku akan termakan hasutan murahan seperti itu, maka kalian jelas salah besar! Aku tidak bodoh dan aku tidak akan menyerah meski tahu bahwa kalian akan melukai Farah jika aku memaksa untuk membantunya!" balas Diah, masih selantang tadi.

"Ya ... kamu jelas pintar, Diah. Kamu jelas tahu bahwa kami akan melukai wanita ini, ketika kamu mencoba membantunya terlepas dari Jin yang selama ini mendekapnya dengan erat. Kamu tidak bisa membagi dirimu. Kamu akan kalah oleh kami, jika memaksakan diri. Menyerahlah, lalu pergi dari sini serta tinggalkan Keluarga Wardana selama-lamanya. Atau ... nyawa wanita yang akan kamu bantu itu akan menjadi taruhan yang selanjutnya."

"Itu benar. Kamu akan melihat kematian lagi, seperti yang pernah terjadi di dalam keluargamu."

"Tidak! Aku tidak akan menyerah! Aku tidak akan meninggalkan Keluarga Wardana sendirian, apa pun alasannya!" tolak Diah.

Diah kemudian menoleh tepat ke arah Fikri. Fikri dapat merasakan bahwa Diah sedang berusaha keras untuk Farah dan membutuhkan sesuatu.

"Hubungi Mas Deden, Mas! Katakan padanya agar dia datang ke sini dan membantuku!" seru Diah, sambil bertahan selama mungkin untuk mengamankan Farah di tempatnya.

* * *

KUTUKAN (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang