- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Taksi online itu akhirnya berhenti di depan salah satu tempat wisata Kota Surabaya. Diah memilih mengunjungi Ekowisata Mangrove untuk mengalihkan pikiran kusutnya, agar bisa kembali jernih. Wanita itu berjalan santai sambil menikmati pemandangan hutan mangrove. Saat tinggal di Bogor, Diah sama sekali tidak punya kesempatan untuk sekedar mengunjungi tempat wisata. Hari-harinya benar-benar hanya disibukkan dengan mendampingi orang sakit. Ia harus selalu memastikan bahwa tidak ada makhluk halus yang akan mengganggu istirahat orang yang ia dampingi. Meskipun pada akhirnya si sakit akan tetap menghadapi kematian, setelah dua tahun tidak pernah sembuh.
Ia berhenti di bagian tengah jembatan pada kawasan Ekowisata Mangrove tersebut. Pikirannya kembali berputar pada apa yang dikatakan oleh Zainal, soal rumah dan semua anggota keluarganya yang dikutuk oleh seseorang serta orang itu adalah orang yang memusuhi Almarhum Kakek serta Almarhumah Neneknya. Meski penjelasan Zainal belum benar-benar jelas bagi Diah, tapi setidaknya Diah mulai tahu harus mencari fakta dari arah mana. Ia jelas tidak bisa diam saja. Bukan karena ia takut dengan sakit atau kematian, yang sudah jelas akan menjemput setiap manusia di muka bumi ini. Ia hanya tidak mau terus-menerus merasa penasaran tanpa ujung. Ia berhak tahu dan juga berhak mencari cara, untuk mengakhiri hal yang menimpa keluarganya selama ini.
"Hai, apakah ada yang bisa aku bantu? Kelihatannya kamu adalah pengunjung baru di sini. Butuh didampingi?" tawar seorang pria yang mendatangi Diah.
Diah menoleh selama beberapa saat, hanya untuk melihat siapa orang yang mendatangi dirinya dan mengganggu ketenangannya. Setelah melihat siapa orang itu selama beberapa saat, Diah langsung kembali mengalihkan tatapannya ke arah tanaman mangrove seperti tadi.
"Terima kasih atas tawarannya. Tapi aku tidak butuh didampingi. Aku butuh dibiarkan sendiri," tanggap Diah, tetap sopan meski nada bicaranya datar.
Meski tawarannya ditolak, pria itu masih juga belum mau mundur. Ia merasa optimis dan yakin, bahwa dirinya akan mendapatkan perhatian dari wanita yang sudah ia sukai sejak pertama melihatnya dari kejauhan. Jadi meski Diah sudah mengeluarkan kalimat penolakan, pria itu akan terus berusaha sampai benar-benar berhasil membuat Diah luluh dan setuju dengan tawarannya.
"Aku sudah sering datang ke sini, loh. Jadi aku sudah sangat hafal dengan detail tanaman mangrove di tempat ini. Bahkan aku juga tahu tentang jenis-jenis ...."
"Mangrove atau hutan bakau adalah sekumpulan tumbuhan yang hidup dan tumbuh di sepanjang bibir pantai. Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di air payau dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya pada tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Fungsi hutan mangrove ini sejatinya adalah untuk melindungi pantai dari abrasi pantai, yaitu pengikisan yang disebabkan oleh ombak laut. Jenis-jenis tanaman mangrove ada sembilan, yaitu avicennia, acrostichum aureum, acanthus, bruguiera, ceriops, excoecaria agallocha, rhizophora, sonneratia, dan xylocarpus."
Pria itu terdiam. Ia tidak menyangka, kalau Diah akan memotong ucapannya dengan cepat dan tidak memberinya celah sama sekali. Diah kembali menatap ke arah pria itu dengan tatapan yang sama seperti tadi.
"Kalau kamu pikir aku ini bodoh sehingga akan mudah terjebak dengan tawaranmu itu, maka pikiranmu jelas salah besar sejak awal. Aku sudah sering menghadapi pria seperti kamu, jadi aku tahu persis apa niatanmu sejak awal. Sebaiknya lain kali kamu harus lebih pintar lagi kalau mau mendekati seseorang. Caramu terlalu kuno," saran Diah.
Diah pun kemudian berbalik dan pergi begitu saja, meninggalkan pria tadi dengan wajah yang sudah memerah sempurna akibat merasa malu. Perasaan yang ia rasakan terhadap Diah begitu menggebu, tapi nyatanya ia justru mendapat penolakan padahal belum menunjukkan sama sekali soal perasannya. Diah memang sudah menjauh, namun tatap pria itu masih terarah kepadanya diiringi dengan rasa marah yang sulit dikendalikan.
Diah tiba di rumah setelah puas berjalan-jalan di Kota Surabaya. Laila dan Eman menyambutnya. Namun mereka tidak berani bertanya ke mana wanita itu pergi, sehingga harus meninggalkan Fikri, Deden, dan Zainal. Diah juga tidak memiliki niat untuk menjelaskan apa-apa. Wanita itu langsung masuk ke kamarnya dan merebahkan diri di atas tempat tidur akibat lelah. Kedua matanya sama sekali tidak terpejam. Ia menatap lurus ke arah langit-langit kamarnya sambil memikirkan soal musuh yang begitu membenci Almarhum Kakek dan Almarhumah Neneknya. Pikirannya benar-benar hanya terpusat pada fakta tersebut.
"Siapa yang membenci mereka? Kenapa mereka bisa sampai dibenci, sehingga keluarga ini harus menerima akibatnya? Bukankah mereka adalah orang-orang yang baik? Kenapa ada orang yang membenci orang baik?" batin Diah, penuh dengan pertanyaan.
* * *
Raga langsung duduk di sofa sambil termenung ketika baru saja sampai di rumah. Hal itu membuat Ibu dan Ayahnya merasa heran, lalu segera menghampirinya yang kini berada di ruang tamu rumah tersebut.
"Raga? Ada apa, Nak? Kenapa kamu pulang dan langsung melamun? Apakah ada masalah di kantor?" tanya Rosa--Ibu kandung Raga.
"Hari ini aku ditolak secara blak-blakan oleh seorang wanita di depan umum, Bu. Aku mendekati wanita itu sewajarnya, karena aku merasa tertarik sejak pertama melihatnya. Tapi sayangnya, wanita itu sama sekali tidak tertarik dengan tawaranku. Dia malah langsung menunjukkan kepintarannya untuk mematahkan tawaranku itu, lalu membuatku malu dengan mengatakan bahwa caraku terlalu kuno. Aku pun memenuhi bisikan yang aku dengar dan menggunakan ilmu penjerat. Tapi dia tetap saja tidak bisa aku jerat, Bu. Apakah menurut Ibu, ilmu penjerat itu sudah tidak bisa aku pakai lagi sekarang? Apakah sekarang aku akan terlepas dari ilmu yang Kakek tinggalkan sebelum Beliau meninggal?" tanya Raga, sedikit berharap.
"Nak, jangan terlalu berharap. Ilmu penjerat itu sangat sulit untuk dilepaskan. Jika kamu memaksa ingin melepaskannya, maka kamu harus mempertaruhkan nyawamu sendiri. Tolong jangan buat Ibu dan Ayah merasa resah. Jika kamu mendengar bisikan itu, lakukan saja yang harus kamu lakukan menggunakan ilmu itu. Jangan dilawan," saran Yunus--Ayah kandung Raga.
Raga pun mulai memikirkan yang Ayahnya katakan. Ia kembali merenung diiringi dengan perasaan terbebani akibat harus memegang ilmu yang tidak pernah diinginkannya.
"Lagi pula, kok, tumben kamu sampai melamun hanya karena perkara bertemu satu wanita yang bahkan tidak berhasil kamu jerat dengan ilmu penjerat? Kenapa? Apakah wanita itu cantik sekali, sehingga kamu merasa sulit melupakannya ketika dia menolak tawaranmu?" Rosa ingin tahu.
Raga pun menatap ke arah Ibunya setelah berhenti memikirkan peristiwa tadi.
"Iya, Bu. Wanita itu cantik. Sangat cantik, sehingga aku tidak bisa berhenti memikirkannya sampai sekarang," jawab Raga, apa adanya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUKAN (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] "Jangan pernah pulang ke sana, jika kamu tidak mau mati sia-sia." Itu adalah pesan terakhir dari Ibunya sebelum meninggal dunia akibat penyakit aneh yang sudah menggerogoti tubuhnya selama bertahun-tahun. Diah ingin sekali menuruti pesan...