- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Diah memasuki gerbang rumahnya tak lama kemudian. Semua mata yang ada di sana menatap ke arahnya dan tampak begitu khawatir. Diah sendiri langsung tersenyum ketika melihat keberadaan Farah yang masih bersama Rida dan Ayu. Deden mencoba ingin bicara dengan Diah, namun Diah tidak menghiraukan keberadaannya dan bahkan tidak melihat ke arahnya seperti biasa. Diah bersikap seakan Deden tidak ada di sana. Wanita itu hanya menyapa Zainal dan Fikri, lalu mendekat pada Farah yang langsung bangkit untuk memeluknya.
"Eh, kenapa kamu nangis? Semuanya sudah selesai, Far. Raga baik-baik saja dan Insya Allah tidak akan ada lagi yang mengganggunya. Kamu tidak perlu khawatir dan tidak perlu merasa takut lagi. Ayo, kami akan mengantarmu pulang. Tadi kamu bilang mau cerita sesuatu pada kami, bukan? Kami bertiga jelas akan menagih cerita yang kamu janjikan," ajak Diah, sambil merapikan rambut Farah yang sedikit berantakan.
"Eh? Non Diah mau pergi lagi? Sarapan dulu, Non! Dari tadi pagi Non Diah belum sedikit pun menyentuh makanan dan malah sudah kabur! Ayo, masuk dan makan dulu!" omel Laila, sambil menyeret Diah beserta Rida, Ayu, dan Farah ke dalam rumah.
"Ta-tapi, Bulik," Diah hendak protes.
"Tidak ada tapi-tapian! Pokoknya Non harus sarapan!" tegas Laila, tidak ingin dibantah.
Deden masih terdiam di tempat setelah Diah mengabaikan keberadaannya. Zainal dan Fikri kini menatap ke arah Deden, namun tidak tahu harus mengatakan apa pada pria itu.
"Non Diah mungkin masih marah padamu setelah kejadian semalam, Den. Sabar saja. Nanti juga keadaan akan membaik lagi, jika marahnya Non Diah sudah mereda," ujar Fikri.
"Mungkin sebaiknya mulai sekarang jangan pernah lagi kamu ikut campur dengan urusannya Diah. Diah sepertinya benar-benar tidak suka jika urusannya dicampuri terlalu jauh dan juga tidak suka jika langkahnya terus-menerus dijegal oleh seseorang. Kamu harus memahami dia, Den. Dia bukan wanita lemah seperti yang kamu pikirkan. Bahkan Ayu pun tahu persis bahwa Diah tidak membutuhkan pahlawan," tambah Zainal, agar Deden paham.
Deden pun mendadak tertawa. Namun--entah mengapa--tawanya terdengar cukup sinis bagi Fikri dan Zainal.
"Dia mengabaikan aku dan menganggap aku seakan tidak ada, hanya karena aku merasa khawatir akan keselamatannya. Lalu ... dengan santainya dia justru membantu Putra dan Putri dari satu keluarga yang sudah memberi keluarganya sendiri kutukan, hingga tidak ada yang tersisa dari Keluarga Prawira selain dirinya. Apakah kalian merasa hal itu adil bagiku? Apakah menurut kalian itu adalah hal yang wajar? Berikan aku jawaban, baru aku berhenti untuk mencampuri urusan Diah!" tegas Deden.
Pria itu pun pergi dari halaman rumah Keluarga Prawira menuju ke rumahnya sendiri. Zainal dan Fikri hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, karena keras kepalanya Deden sejak dulu sangatlah sulit untuk ditaklukkan.
"Deden kenapa, ya? Heran aku sama tingkah dia akhir-akhir ini," ujar Fikri.
"Masa kamu enggak paham, Fik? Dia itu suka sama Diah, makanya mati-matian mencoba melindungi Diah dan terus ada di sekitar Diah dalam kondisi apa pun. Tapi ... kamu tahu sendiri kalau Diah tidak pernah mau memusingkan soal-soal seperti itu. Bahkan selama ini, Diah malah belum pernah suka pada seseorang, 'kan?"
Farah benar-benar diantar pulang oleh Diah, Rida, dan Ayu setelah mereka sarapan di rumah Keluarga Prawira. Safira dan Irham tampak lega saat melihat putri mereka yang sudah kembali dan tidak lagi terlihat ketakutan seperti tadi. Yunus melihat kedatangan Diah dan segera memberi tahu Rosa yang masih menemani Raga beristirahat di ruang tengah. Raga sendiri kini ikut bangkit dari sofa saat mendengar dari Ayahnya bahwa Diah kembali ke rumah keluarga mereka.
"Aku kekenyangan," ungkap Farah.
"Bulik Laila kalau menyajikan sesuatu memang tidak pernah pakai takaran, Far. Maklumi saja," saran Rida.
Safira tertawa pelan saat mendengar keluhan Farah. Farah yang jarang bisa makan banyak jelas tidak bisa lari ketika disodorkan makanan oleh Laila. Beda halnya dengan Diah dan Ayu yang memang sudah terbiasa makan sampai habis, ketika Laila menakar makanan untuk mereka. Kedua wanita itu terlihat baik-baik saja dan masih bisa tersenyum cerah di hadapan Farah maupun Rida.
"Enggak usah cengar-cengir! Kami berdua tahu kalau kalian sedang bersorak dalam hati atas penderitaan yang kami alami!" omel Rida.
"Eh? Tebakan macam apa itu? Siapa yang bilang kami sedang bersorak dalam hati atas penderitaanmu dan Farah? Yang ada di dalam hatiku saat ini justru sebuah niat, untuk mengadakan acara makan bersama setiap minggu pagi. Kalian berdua jelas akan menjadi tamu undangan utama di rumah keluargaku," balas Diah, sambil menahan tawa.
Kedua mata Farah membola dalam sekejap. Farah pun langsung menarik lengan Rida agar ikut bersamanya ke dalam rumah, demi menghindari niatan lainnya dari Ayu yang belum sempat tercetus.
"Eh? Kalian mau ke mana? Ini giliran aku mencetuskan ide yang tersirat di dalam kepalaku sejak tadi untuk kalian berdua!" omel Ayu yang merasa tidak terima karena ditinggalkan, lalu segera mengejar Farah dan Rida.
Diah baru saja bangkit dari kursi di teras rumah itu dan hendak ikut masuk, namun langkahnya dengan cepat segera dicegah oleh Rosa. Yunus tampak memapah Raga dari dalam rumah dan baru sampai di ambang pintu rumah sebelah. Diah bisa melihat sosok pria itu dan mulai merasa khawatir dengan keadaannya.
"Kami ingin bicara," ujar Rosa.
"Iya, boleh. Tapi bicaranya di rumah anda saja, biar Putra anda bisa istirahat. Dia ... pasti jauh lebih butuh istirahat daripada ikut bicara denganku," tanggap Diah.
Raga mendengar hal itu. Diam-diam ia merasa senang karena Diah ternyata peduli dengan keadaannya. Yunus pun kembali memapah Raga ke dalam rumah, namun Raga menolak dibawa ke kamar. Pria itu ingin ikut berada di ruang tamu bersama kedua orangtuanya yang akan bicara dengan Diah. Diah benar-benar datang ke rumah itu dan duduk pada sofa tunggal yang ada di di hadapan sofa lainnya. Raga terus menatapnya, namun Diah justru hanya fokus pada Rosa dan Yunus.
"Begini ... kami ingin berterima kasih atas apa yang sudah kamu lakukan untuk Raga," ujar Yunus, memulai.
Diah tampak mengubah ekspresinya saat mendengar Yunus bicara. Hal tersebut jelas membuat Rosa dan Yunus ingin tahu alasan di balik perubahan ekspresi wanita itu.
"Maaf, bolehkah aku sedikit meralat yang anda katakan?" tanya Diah.
"Silakan," Yunus memberi izin.
"Kalian ingin berterima kasih atas apa yang aku lakukan untuk Farah, agar Raga tidak menyerang ke arahnya," ujar Diah.
Raga kini terlihat ingin mendapat penjelasan atas apa yang didengarnya saat itu.
"Aku tidak punya niat untuk mencampuri urusan Raga pada awalnya. Aku datang ke sini bersama kedua sahabatku untuk menemui Farah, karena kami sudah sepakat akan bertemu. Dan karena tadi Raga hendak menyerang Farah saat dia kehilangan kendali atas dirinya, maka aku putuskan untuk ikut campur dengan urusannya agar tidak terjadi sesuatu yang buruk terhadap Farah dilain waktu. Aku harap anda berdua tidak merasa kesal setelah mendengar niatku yang sebenarnya. Aku hanya berusaha jujur di hadapan kalian, termasuk di hadapan Raga sendiri."
"Itukah alasannya, sehingga kamu tidak membalas pesan yang aku kirimkan semalam? Karena kamu tidak pernah memiliki niat untuk menjadikan aku sebagai orang yang perlu kamu perhatikan?" tanya Raga, pelan dan penuh rasa takut.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUKAN (SUDAH TERBIT)
رعب[COMPLETED] "Jangan pernah pulang ke sana, jika kamu tidak mau mati sia-sia." Itu adalah pesan terakhir dari Ibunya sebelum meninggal dunia akibat penyakit aneh yang sudah menggerogoti tubuhnya selama bertahun-tahun. Diah ingin sekali menuruti pesan...