12 | Tak Sadarkan Diri

2.5K 195 0
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Tepat tengah malam, Diah baru benar-benar selesai mengubah suasana di lantai dua rumah itu dan menjadikannya ruang kerja yang lebih terbuka. Pintu geser yang sepenuhnya terbuat dari kaca membuat tempat tersebut akan menjadi lebih terang saat siang hari. Diah bahkan menambahkan gorden berwarna hijau mint yang cukup lebar, sehingga suasana terlihat jauh lebih sejuk.

Tidak ada gangguan apa pun yang terjadi sejak semalam, setelah Diah mengusir kuntilanak dan genderuwo kemarin siang. Semua orang tidur dengan nyenyak dan bisa bangun saat subuh tanpa diiringi rasa was-was. Hal itu terjadi untuk pertama kalinya setelah dua belas tahun berlalu. Eman, Laila, dan Fikri pun merasa cukup lega karena tidur malam Diah sama sekali tidak terganggu. Wanita itu keluar dari kamarnya setelah shalat dan langsung beranjak menuju ke lantai dua sambil membawa perlengkapan kerjanya.

"Non Diah benar-benar menjadikan lantai dua sebagai ruang kerja, Pak? Bapak sudah lihat hasil kerja pada tembok yang Non Diah ubah sejak kemarin sore?" tanya Laila, seraya mencuci piring di dapur.

"Iya, Bu. Lantai atas akan menjadi ruang kerja Non Diah mulai sekarang. Bapak juga sudah lihat hasil kerja Non Diah pada tembok di lantai dua. Hasilnya bagus dan rapi. Bapak pikir akan ada sedikit kesulitan yang Non Diah alami ketika akan memasang kaca yang kemarin Bapak pesan untuk dia. Tapi ternyata Non Diah benar-benar bisa memasangnya sendiri dan membuatnya menjadi pintu geser yang begitu mudah dibuka jika ingin bersantai di balkon," jawab Eman.

Fikri masuk ke dapur setelah menyelesaikan tugasnya menyapu seluruh rumah di lantai bawah. Eman dan Laila menatapnya yang baru saja bersiap akan mengambil alat pel.

"Sudah bersihkan kamar Non Diah, Nak?" tanya Laila.

"Non Diah melarang, Bu. Dia sudah membersihkan kamarnya sendiri dan bahkan sudah mengepel lantainya. Dia bilang ada alat pel lipat di kamarnya yang sengaja dibawa ke sini," jawab Fikri.

"Sudah benar itu. Kamu jangan sembarangan masuk ke kamar Non Diah, karena Non Diah bukan lagi anak kecil seperti dulu. Dia sudah dewasa dan kamu pun begitu. Tidak sopan jika kamu sampai masuk ke dalam kamarnya. Kamu boleh masuk, kecuali ada keadaan yang sangat darurat terjadi pada Non Diah," ujar Eman, memberi pesan pada Fikri.

"Iya, Pak. Insya Allah aku tidak akan pernah masuk ke dalam kamar Non Diah kecuali ada keadaan darurat. Aku akan mengepel dulu. Nanti aku akan membantu Bapak mengerjakan pekerjaan di halaman."

Setelah Fikri pergi dari dapur, Eman pun langsung menatap ke arah istrinya.

"Lain kali tidak usah ditanyakan hal-hal seperti tadi, Bu. Fikri tidak boleh sampai masuk ke kamar Non Diah. Kalau memang kamar Non Diah harus dibersihkan, maka Ibu yang harus membersihkannya. Tapi selama Non Diah selalu membersihkan kamarnya sendiri, maka Ibu juga tidak perlu lagi masuk ke sana kecuali mau membantunya mengganti sprei dan gorden."

"Iya, Pak. Ibu tidak akan menyuruh Fikri lagi untuk membersihkan kamar Non Diah," jawab Laila, patuh.

Diah pun muncul tak lama kemudian di ambang pintu dapur. Hal itu jelas membuat Eman dan Laila langsung tersenyum ke arahnya.

"Ada apa, Non? Non Diah sudah lapar dan mau sarapan?" tanya Laila.

"Eh, bukan Bulik. Anu ... aku sedang mencari Mas Fikri. Mas Fikri ada di mana, ya? Aku mau minta bantuannya untuk mengangkat meja kerja yang baru diantar oleh kurir di teras depan," jawab Diah.

"Fikri sedang mengepel, Non. Biasanya dia mulai mengepel dari bagian belakang rumah," jawab Eman, mewakili Laila yang sedang sibuk menyusun piring di lemari.

Diah pun segera mencari keberadaan Fikri setelah mendapat jawaban dari Eman. Diah menjelajahi bagian belakang rumah yang terdapat beberapa ruangan dengan pintu tertutup rapat. Ada ruang khusus menaruh cucian bersih namun belum disetrika, ada ruang untuk menyimpan peralatan khusus berkebun, dan ada gudang tempat penyimpanan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Dari ketiga ruangan itu, hanya pintu gudang yang terbuka meski tidak begitu lebar. Diah pikir Fikri sedang mengepel di dalam gudang tersebut, sehingga membuatnya mendekat dan masuk ke sana meski keadaan begitu gelap.

"Mas Fikri? Mas? Mas ada di dalam?" panggil Diah.

Diah mengedarkan pandangan ke seluruh area gudang yang gelap, sambil menuruni anak tangga yang terletak di dalam gudang itu. Tidak ada sahutan sama sekali dari Fikri, padahal Diah sudah memanggilnya dengan cukup keras. Semakin jauh ia melangkah dari pintu, hawa di dalam gudang itu terasa semakin dingin dan menusuk di kulit Diah. Diah bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak wajar di dalam gudang itu. Namun langkahnya enggan untuk diajak kompromi oleh hatinya yang sedang berontak meminta berhenti.

Sesosok makhluk halus tengah mengintai keberadaan Diah dari balik rak-rak penuh barang nan berdebu. Diah mewaspadai keadaan sekitarnya, meski langkahnya tetap saja sulit untuk ia hentikan.

"Ya Allah, ada apa dengan kakiku? Kenapa aku terus melangkah sendiri seperti ini?" batin Diah.

Sesaat setelahnya, tatapan Diah tertuju pada sebuah benda mengkilap di antara tumpukan barang pada salah satu rak. Ia meraih benda itu, melihatnya sejenak, lalu memasukkannya ke dalam saku piyama yang masih ia kenakan. Makhluk halus yang tengah mengintai Diah akhirnya menunjukkan wujud. Diah bisa melihatnya dengan jelas meski berada di tengah kegelapan. Kewaspadaannya meningkat begitu hebat saat melihat makhluk itu. Diah sedang tidak memiliki persiapan apa pun untuk mengusir makhluk itu, namun pikirannya tetap sejernih biasa sehingga membuat bibirnya otomatis mengucapkan doa.

"A'udzubillahi minassyaitanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. A'uudzu bi kalimaatil laahit taammaatillatii laa yujaawizuhunna barruw wa laa faajirum min syarri maa khalaq, wa dzara-a wa bara-a wa min syarri maa yunazzilu minas samaa-i wa min syarri maa ya'ruju fiihaa, wa min syarri maa dzara-a fil ardh, wa min syarri ma yakhruju minhaa, wa min syarri fitanil laili wan nahaar, wa min syarri kulli thaariqin illaa thaarigan yathruqu bi khairin yaa rahmaan."

Makhluk itu menyerang ke arah Diah secara tiba-tiba, namun sama sekali tidak bisa merasuki tubuh yang diserangnya. Makhluk itu hanya berhasil menembus pada tubuh Diah dan membuatnya berada di belakang wanita itu. Diah pun berbalik, lalu menerima serangan satu kali lagi dari makhluk itu. Makhluk itu tetap gagal dan tidak berhasil merasuki tubuh Diah. Namun Diah bisa merasakan bahwa energi di dalam dirinya seakan terkuras habis, hanya karena berusaha bertahan pada posisinya yang terkena serangan sebanyak dua kali. Makhluk itu pun mendadak hilang dari gudang setelah mengalami kegagalan. Tubuh Diah mendadak limbung dan hampir terkapar ke lantai jika saja seseorang tidak menangkapnya lebih dulu.

"Non Diah! Non? Bangun, Non! Non Diah!" panggil Fikri, sambil menepuk-nepuk pipi Diah dengan panik.

* * *

KUTUKAN (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang