44 | Rencana Busuk

2K 166 16
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Rusdi membuka kedua matanya usai bertapa. Sesajen yang telah ia siapkan tengah dinikmati oleh beberapa makhluk yang telah ia panggil. Satu makhluk yang biasa berkomunikasi dengannya mendekat, tak berapa lama setelah ikut menikmati sesajen.

"Apa yang kali ini kamu inginkan, Rusdi? Bukankah semua harapanmu sudah aku kabulkan? Seluruh anggota Keluarga Prawira sudah aku sakiti sampai mati. Kini hanya tersisa satu orang yang ada dalam keluarga itu, dan nantinya akan kamu nikahkan dengan anakmu. Jadi, apa lagi harapanmu selanjutnya, Rusdi?"

"Belum. Harapanku belum terwujud sepenuhnya. Betul memang kalau di dalam Keluarga Prawira kini hanya tersisa satu orang, yang nantinya akan aku nikahkan dengan Putraku, Deden. Tapi sayangnya saat ini dia justru memilih jatuh cinta pada Putra dari Keluarga Wardana. Dia menolak Putraku, padahal Putraku memiliki perasaan terhadapnya. Aku harus memisahkan Diah Arasti Prawira dari Raga Wardana. Itu adalah tujuan besarku saat ini," jawab Rusdi.

"Lalu, apa yang hendak kamu perintahkan kepadaku dan yang lainnya? Apakah kamu ingin aku membuat Diah Prawira merasa takut ketika ada di samping Raga Wardana? Kamu tahu sendiri, bahwa kami bisa menakut-nakuti siapa pun manusia yang dituju dengan sangat mudah."

"Itu tidak akan cukup untuk membuat Diah menjauh dari Raga. Diah memiliki kemampuan yang sama dengan Putraku. Dia bisa melihat keberadaan makhluk halus di sekitarnya. Dia bahkan tidak percaya dengan kutukan yang Sutomo Wardana ucapkan dan tidak pernah merasa takut ketika melihat makhluk halus muncul di hadapannya. Jadi sebaiknya kamu dan yang lainnya menggunakan cara selain yang biasa digunakan. Intinya, buat Diah terpengaruh dan membenci Raga. Buat Diah tahu, bahwa Keluarga Wardana adalah dalang di balik kematian seluruh anggota keluarganya. Dengan cara itulah, Diah akan benar-benar menjauh dari Raga," ujar Rusdi, mengungkapkan keinginannya secara terbuka.

"Baiklah kalau begitu. Aku dan yang lainnya akan memenuhi keinginanmu. Tapi ingat, berikan sesajen yang melebihi biasanya jika kami berhasil melaksanakan perintah darimu."

"Tenang saja. Sesajen yang lebih dari biasanya akan segera siap, jika tugasmu sudah selesai dan berhasil membuat Diah membenci serta menjauh dari Raga. Pergilah," titah Rusdi.

Dalam sekejap, makhluk-makhluk yang tadi dipanggil oleh Rusdi menghilang dari hadapannya. Rusdi pun kembali menaburkan dupa ke dalam wadah tanah liat yang masih mengepulkan asap. Laki-laki itu akan melanjutkan pertapaannya, untuk memperkuat ilmu hitam yang selama ini ia praktikkan.

"Sebentar lagi Diah akan segera berpisah dari Raga. Dengan keadaan itu, aku akan segera membuat Diah menikah dengan Deden. Sebisa mungkin, akan aku buat Diah benar-benar tidak bisa lagi memberikan perlawanan. Keluarga Wardana dan Keluarga Prawira tidak boleh menemui akhir yang damai. Aku harus membuat Rosa menderita melalui Putranya. Setelah Raga hancur akibat tidak bisa memiliki Diah, maka aku akan menghancurkan Rosa sampai akhirnya wanita itu menemui ajal," gumam Rusdi, sambil tersenyum penuh kekejian.

Deden benar-benar melihat pembaruan story pada WhatsApp milik Fikri. Saat melihat hal tersebut, barulah Deden paham soal sepinya rumah Keluarga Prawira. Fikri sedang menemani Diah pergi ke suatu tempat dan tampaknya Diah sedang bekerja sehingga Fikri harus menunggu begitu lama. Setelah mengetahui hal itu, perasaan Deden menjadi cukup lega. Bagi Deden, lebih aman jika Diah hanya pergi bersama Fikri daripada wanita itu pergi sendirian. Dengan begitu Deden bisa merasa tenang, karena Fikri jelas akan menjaga Diah baik-baik sampai mereka tiba kembali ke rumah.

Setelah menyimpan ponsel ke dalam laci meja tulisnya, Deden pun keluar dari kamarnya dan langsung menuju ke meja makan. Yunita sudah menyajikan makanan untuknya. Wanita paruh baya itu tahu kalau siang tadi Deden tidak sempat makan, karena harus pulang ke rumah lebih cepat. Yunita keluar dari dapur tak lama kemudian, lalu duduk untuk menemani Deden di meja makan meski dirinya tidak ikut makan.

"Nak ... tadi kamu ketemu Diah atau tidak, ketika datang ke rumah Keluarga Prawira?" tanya Yunita.

"Tidak, Bu. Diah dan Fikri sedang tidak ada di rumah. Mereka sedang pergi dan sampai saat ini Fikri masih menunggu Diah yang sibuk mengerjakan pekerjaannya di suatu tempat," jawab Deden.

"Kamu tahu dari mana kalau Fikri dan Diah sedang berada di suatu tempat? Dan dari mana juga kamu tahu kalau Diah sedang mengerjakan pekerjaannya, saat ini?"

"Dari story pada WhatsApp-nya Fikri, Bu. Fikri sepertinya bosan menunggu Diah bekerja, sehingga mengungkapkannya melalui story. Dia jelas tidak berani bicara langsung pada Diah."

Yunita menatap begitu lama ke arah wajah putranya. Deden pun akhirnya menyadari kalau dirinya sedang diperhatikan oleh Ibunya sejak tadi.

"Kenapa, Bu? Ada yang aneh dengan wajahku?" tanya Deden.

Yunita pun menggeleng pelan.

"Ibu hanya sedang memperhatikan, bahwa kamu ternyata sudah benar-benar menjelma menjadi sosok pria dewasa. Kamu bukan lagi anak kecil ataupun remaja. Dan karena kamu sudah dewasa, Ibu harap pikiranmu juga harus sama dewasanya dengan wujudmu saat ini," jawab Yunita.

Deden berusaha mencerna yang sedang berusaha disampaikan oleh Ibunya. Ia tidak menyela sama sekali. Ia lebih memilih mendengarkan, karena sadar bahwa menyela ucapan Ibunya hanya akan membuat segalanya menjadi buruk.

"Diah sudah memilih Raga. Apa pun yang pernah terjadi antara Keluarga Prawira dan Keluarga Wardana biarlah menjadi masa lalu. Diah sudah berusaha keras memperbaiki hubungan dua keluarga tersebut dengan caranya sendiri. Masalah perasaan, tentu Diah juga punya hak untuk memilih ingin mencintai siapa pada akhirnya nanti. Ibu tahu kalau kamu menaruh perasaan terhadap Diah. Tapi memaksakan kehendak juga bukan tindakan yang baik. Kamu harus ikhlas jika Diah menolak perasaanmu terhadapnya. Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya, dan kamu harus selalu mempercayai itu. Jika bagi Allah Diah itu bukanlah jodoh untuk kamu, maka Allah akan memberikan padamu jodoh yang lebih baik daripada Diah. Ibu harap kamu mau memahami hal itu dan tidak lagi bertingkah anarkis seperti kemarin."

Deden pun mengangguk pelan. Meski batinnya memaksa untuk meraih Diah sampai benar-benar bisa didapatkan, namun Deden merasa sebaiknya ia berhenti di tempatnya dan tidak lagi memaksakan kehendak. Apa yang Ibunya katakan jelas benar, bahwa jika tidak ditakdirkan untuk dirinya maka hal itu tidak akan menjadi miliknya meski ia sangat menginginkannya. Begitu pula dengan Diah. Meski Deden menginginkannya sudah sejak lama, tapi jelas ia tidak bisa memaksa jika Diah telah memilih Raga untuk menjadi bagian hidupnya.

"Insya Allah, aku akan minta maaf pada Diah dan Raga soal kejadian kemarin. Aku akan mengikuti saran Ibu, untuk tidak berharap terlalu jauh ataupun memaksakan kehendak," janji Deden.

"Ya. Lakukanlah perlahan. Jaga emosi kamu. Belajarlah kendalikan dirimu."

* * *

KUTUKAN (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang