- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
"Fikri dan Non Diah belum pulang, Pak?" tanya Laila.
"Fikri barusan kirim pesan, Bu. Katanya Non Diah melarang dia pulang dulu. Ada hal penting yang akan Non Diah lakukan di rumah Keluarga Wardana. Kalau Fikri pulang duluan, Non Diah takut nanti Deden bisa curiga dan berusaha mencari-cari tahu ke rumah Keluarga Wardana. Hal itulah yang ingin mereka cegah," jawab Eman.
"Kalau mereka berdua tidak berada di rumah jam segini, sudah pasti Deden juga akan tetap curiga. Katakan pada Fikri untuk memikirkan cara, agar Deden tidak perlu curiga meski dia dan Non Diah belum pulang," saran Laila.
Mendengar hal itu, Eman pun segera mengeluarkan ponselnya kembali dan duduk di sofa ruang tengah. Ia mulai mengetik pesan untuk Fikri, yang sesuai dengan saran dari Laila.
BAPAK
Kata Ibumu, pikirkan cara agar Deden tidak curiga meski kamu dan Non Diah belum pulang. Menurut Ibumu, Deden tetap saja akan curiga kalau kamu dan Non Diah belum berada di rumah pada jam segini.Fikri kembali mengeluarkan ponselnya dari saku jaket, ketika merasakan getaran berkali-kali. Pesan dari Eman baru saja masuk dan pria itu segera membukanya. Ia membaca pesan itu dan mulai berpikir lebih jauh. Sejenak ia menatap ke arah Diah yang saat ini tengah mengaji di samping Farah. Farah sendiri tidak boleh terganggu konsentrasinya. Rida dan Ayu pun saat ini sedang menjaga Farah. Jika akan ada reaksi dari wanita itu ketika Diah memulai prosesnya, mereka bisa dengan sigap menahan tubuh Farah agar tetap diam di tempat.
"Deden belum pernah ke sini, 'kan, ya?" tanya Fikri.
Raga dan Zainal pun menoleh ke arah Fikri dengan kompak.
"Iya, Deden belum pernah ke sini sama sekali," jawab Raga.
"Tumben kamu menanyakan hal itu. Memangnya kenapa, Fik?" tanya Zainal.
"Bapakku mendapat saran dari Ibuku, katanya aku harus mencoba mencari cara agar Deden tidak curiga meski aku dan Non Diah belum pulang ke rumah. Ibuku tidak mau kalau sampai Deden berusaha mencari-cari tahu keberadaan Non Diah dan aku, terutama setelah dia tahu kalau kami tidak berada di rumah," jelas Fikri.
"Oh, itu perkara gampang," ujar Raga. "Ayo, ikut denganku."
Fikri dan Zainal pun segera mengikuti langkah Raga menuju ke rumah sebelah. Raga langsung mengambil gelas jus seperti yang sering digunakan di restoran, lalu mengisinya dengan jus mangga. Setelah itu tidak lupa ia mengambil sedotan dan menyimpannya ke dalam gelas berisi jus tersebut. Raga kemudian mengarahkan Fikri agar ikut dengannya ke halaman belakang di rumah itu. Ada sebuah meja makan kecil di sana dan Raga meminta Fikri untuk duduk pada kursi yang tersedia.
"Duduk di situ," ujar Raga.
"Biar terlihat seakan Fikri sedang berada di cafe atau coffee shop?" tebak Zainal.
"Ya, benar sekali. Mas Fikri bisa membuat story pada WhatsApp miliknya, lalu membuat situasi seakan dirinya merasa sebal karena harus menunggu Diah yang masih saja belum selesai bekerja," jawab Raga.
"Wah ... itu jelas ide yang tidak perlu dimodifikasi lagi. Ayo, Fik, segera ambil foto selfie dan tunjukkan wajah sebalmu yang biasanya," dukung Zainal.
Fikri langsung menatap sebal ke arah Zainal dan Raga.
"Bagaimana caranya memasang dan membuat-buat wajah sebal? Memangnya kalian pikir aku ini aktor, sehingga aku bisa membuat-buat ekspresi wajahku?" tanyanya, setengah mengomel.
Raga dan Zainal dengan kompak menunjuk ke arah wajah Fikri.
"Itu ... wajah sebalmu sedang terlihat oleh kami," jawab keduanya, tanpa basa-basi.
Fikri berhasil membuat story pada WhatsApp miliknya, lalu menunggu hasil yang ia inginkan. Ia ingin Deden segera melihat story pada WhatsApp miliknya, agar perkara kecurigaan Deden bisa dengan cepat ia hindari.
"Deden benar-benar suka pada Diah?" tanya Raga, mendadak merasa penasaran.
Fikri dan Zainal kini saling menatap satu sama lain, ketika mendengar pertanyaan yang Raga ajukan. Mereka tidak ingin menjawab, karena takut Raga merasa cemburu jika suatu saat pria itu melihat interaksi antara Diah dan Deden. Diah dan Deden adalah teman dekat sejak kecil, jadi tidak mungkin kalau mereka berdua akan bertengkar terlalu lama. Jadi sudah jelas ada kemungkinan kalau mereka akan berinteraksi lagi seperti biasanya dan Raga mungkin saja akan merasa cemburu.
"Jawab saja. Apa pun jawaban yang kalian berikan, aku tidak akan memikirkannya terlalu jauh. Toh, Diah sudah memilihku. Aku percaya pada Diah, bahwa dia tidak akan pernah mengubah pilihannya," Raga berupaya meyakinkan Fikri dan Zainal.
"Tapi janji, jangan pernah kamu merasa cemburu setelah tahu. Non Diah dan Deden itu dekat sekali saat masih kecil. Jadi kalau saat ini mereka bertengkar dan saling diam, hal itu tidak akan bertahan lama. Mereka akan berbaikan dan kembali akrab seperti biasanya," ujar Fikri, memberi peringatan lebih awal kepada Raga.
"Iya. Insya Allah aku tidak akan cemburu," janji Raga.
Fikri pun memberi tanda pada Zainal untuk menceritakan soal hubungan Deden dan Diah kepada Raga. Zainal lebih bisa menjelaskan secara detail daripada Raga, sementara Fikri hanya bisa menceritakannya secara singkat.
"Dekatnya Deden dengan kami berdua tidak sama dekatnya antara dia dan Diah, Ga. Mereka tumbuh bersama, sering bermain bersama, dan bahkan saat remaja mereka sering saling berbagi cerita soal kehidupan pribadi masing-masing. Jadi bisa dibilang, wajar kalau akhirnya dalam hati Deden tumbuh rasa suka kepada Diah. Bagi Deden, Diah seorang pendengar yang baik dan juga selalu memberikan saran atau jalan keluar ketika dia sedang ada masalah. Deden suka dengan kepribadian Diah yang seperti itu. Kepribadian yang sama persis dengan kepribadian Almarhum Pakde Abdi. Jadi selain Diah mewarisi raut wajah Almarhum Pakde Abdi yang sangat tampan, sehingga Diah terlihat sangat cantik sejak lahir, Diah juga mewarisi sifat dan sikap Beliau. Jika merasa senang, dia akan terus tersenyum tanpa henti. Jika merasa sedih, dia tidak akan segan-segan menangis. Jika merasa marah, dia akan murka tanpa tebang pilih dengan siapa yang sedang dihadapinya. Bagiku dan Fikri, Diah itu terlalu jujur dalam banyak hal. Dia tidak suka menyimpan-nyimpan sesuatu di dalam hatinya. Tapi terhadap Deden, dia benar-benar tidak punya perasaan apa pun. Bagi Diah, Deden tidak lebih dari sekedar teman dekat yang sudah dia kenal sejak kecil," jelas Zainal.
Mereka terdiam selama beberapa saat.
"Tapi tenang saja, Ga. Deden tidak akan memaksakan kehendaknya jika memang Diah sudah memilih kamu. Perlahan dia akan paham dan berhenti menyukai Diah. Deden itu mewarisi sifat Bulik Yunita sepenuhnya. Tidak ada sedikit pun sifat Paklik Rusdi yang dia warisi," tambah Zainal, untuk membuat perasaan Raga jauh lebih tenang.
"Tapi Paklik Rusdi bisa saja mempengaruhi dia. Karena menikahkan Diah dengan Deden adalah ambisi terbesarnya," sahut Fikri, mengungkapkan keresahannya secara terbuka.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUKAN (SUDAH TERBIT)
Terror[COMPLETED] "Jangan pernah pulang ke sana, jika kamu tidak mau mati sia-sia." Itu adalah pesan terakhir dari Ibunya sebelum meninggal dunia akibat penyakit aneh yang sudah menggerogoti tubuhnya selama bertahun-tahun. Diah ingin sekali menuruti pesan...