- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Rusdi tidak bisa mengatakan sepatah kata pun saat melihat Deden yang menatapnya penuh kemarahan. Mendapat pertanyaan bertubi-tubi dari putranya tersebut juga menjadi alasan selanjutnya, yang membuat Rusdi hanya bisa membeku di tempat. Ia tidak pernah membayangkan, bahwa suatu saat apa yang diperbuatnya akan dilihat secara langsung oleh Deden.
"Kamu!" tunjuk Rusdi, ke arah Diah. "Kamu sengaja membuat Deden datang ke sini, agar dia melihat semua perbuatanku! Iya, 'kan?" tuduhnya.
"Jangan salahkan Diah, Pak!!! Diah memanggilku ke sini karena dia terdesak di tengah ancaman makhluk-makhluk halus yang dikirim oleh seseorang!!! Dan ternyata orang itu adalah Bapak!!! Jangan limpahkan kesalahan Bapak pada Diah!!! Karena Bapak sudah merenggut segalanya dari kehidupan Diah!!!"
Zainal dan Fikri segera membantu Raga menahan Deden agar amukannya tidak semakin parah.
"Sudah, Mas Deden. Sudah," bujuk Raga.
"Den, tahan emosimu. Marahmu tidak akan mengubah apa pun," Zainal ikut membujuk.
"Demi Allah aku enggak pintar membujuk, Den. Bahkan saat Non Diah sedang merajuk pun, aku hanya bisa pasrah," gerutu Fikri, sambil mendekap tubuh Deden erat-erat.
Rusdi yang niatan awalnya ingin memberikan penderitaan bagi seluruh anggota Keluarga Wardana, mendadak tidak lagi ingin melanjutkan aksinya. Ia tidak ingin Deden melihat hal yang akan diperbuatnya, sehingga dengan cepat memutuskan untuk pergi tanpa mengatakan apa pun lagi.
"Jangan pergi, Pak!!! Berhenti!!!" Deden hendak mencegah.
Diah pun melepaskan Farah dari pelukannya. Wanita itu segera berdiri di hadapan Deden, yang masih mencoba melepaskan diri agar bisa mengejar Rusdi.
"Berhenti, Mas. Istighfar," saran Diah.
"Lepaskan aku!!! Aku mau mengejar Bapakku!!! Dia harus memberiku penjelasan soal semua perbuatan jahatnya!!!"
"Mas Deden, berhenti!!!" Diah bicara jauh lebih keras.
Hal itu benar-benar sukses mendiamkan Deden, hingga pria itu kini terdiam sambil menatap Diah dengan penuh rasa bersalah. Diah paham bahwa Deden tidak akan lagi menjadi sosok yang ia kenal, setelah tahu tentang perbuatan Rusdi selama dua belas tahun terakhir. Deden akan dihantui rasa bersalah seumur hidup ketika berhadapan dengan Diah, dan hal itu bukanlah sesuatu yang bisa dihindari.
"Ayo pulang, Mas," ajak Diah. "Aku dan Mas Fikri akan mengantar Mas Deden pulang."
Rosa ikut mendekat pada Deden yang saat itu masih ditahan oleh Raga.
"Ikutlah pulang bersama Diah. Aku akan datang ke rumahmu untuk menemui Ibumu. Aku dan Diah akan memberi penjelasan, mengenai apa yang dilakukan oleh Bapakmu selama ini. Kamu dan Ibumu tidak ada sangkut pautnya dengan yang Bapakmu perbuat. Jadi kalian berhak tahu, agar tidak terjadi salah paham," ujar Rosa, ikut membujuk Deden.
Deden akhirnya luluh. Pria itu benar-benar diantar pulang oleh Diah dan Fikri sampai ke rumahnya. Rosa meminta Yunus untuk ikut bersamanya. Raga dan Farah memilih pergi ke rumah Keluarga Prawira bersama Rida, Zainal, dan Ayu. Rosa dan Diah kini berada di rumah Deden seperti yang sudah direncanakan. Setelah mengantar sampai ke hadapan Yunita, Yunus sendiri ikut bersama Fikri menuju ke rumah Keluarga Prawira dan disambut oleh Eman serta Laila yang memberikan tatap penuh cemas.
"Apakah benar, Nak, kalau ternyata dalang di balik semua tragedi yang menimpa Keluarga Prawira dan Keluarga Wardana adalah Pak Rusdi?" tanya Laila, yang sudah mendengar semuanya dari Zainal.
Fikri pun menganggukkan kepala tanpa menunjukkan ekspresi pada wajahnya. Pria itu sudah tidak tahu lagi harus berekspresi seperti apa mengenai Rusdi. Orang yang selama ini terlihat bijak dan baik di depan matanya, ternyata adalah orang yang telah membuat Diah kehilangan seluruh anggota keluarganya. Diah akhirnya hidup sebatang kara akibat perbuatan Rusdi dan Fikri benar-benar tidak bisa menerima hal itu dari sudut pandang mana pun.
"Jadi, sakit dan kematian yang terjadi pada seluruh anggota Keluarga Prawira bukan terjadi karena kutukan?" tanya Eman.
"Bukan, Pak. Menurut Non Diah sendiri, tidak ada manusia yang bisa mengutuk manusia lainnya meski begitu membenci orang yang dikutuknya. Allah adalah penentu takdir dan tidak ada manusia mana pun yang bisa mendahului takdir dari Allah. Almarhum Mbah Tomo mungkin merasa marah atas batalnya perjodohan antara Bu Rosa dan Almarhum Tuan Abdi, hingga akhirnya mengucapkan kutukan untuk seluruh anggota Keluarga Prawira. Tapi hal itu tentu tidak sampai di hatinya, karena bagaimana pun juga Almarhum Tuan Abdi adalah pria yang paling dia inginkan untuk menjadi calon menantunya. Begitulah menurut Non Diah, Pak. Dan setelah kami semua meragu bersama-sama, Non Diah akhirnya membuktikan hasil pemikirannya serta mengungkapkan siapa dalang sebenarnya dari semua tragedi yang terjadi selama dua belas tahun terakhir," jelas Fikri, terdengar sangat tidak bertenaga.
Yunus menatap ke arah Eman dan Laila. Pria paruh baya itu tampak menghela nafas sejenak.
"Kesimpulannya begini, Pak Eman ... Bu Laila ... kami dari pihak Keluarga Wardana pun ikut menjadi korban dari perbuatan Pak Rusdi. Pak Rusdi benar-benar mengadu domba kedua keluarga ini, tanpa ada yang menyadari selama bertahun-tahun termasuk Istriku sendiri. Istriku tidak akan menyadari bahwa Pak Rusdi adalah dalangnya, jika Nak Diah tidak membuatnya sadar dan teringat dengan semua yang terjadi dimasa lalu. Kami semua yang ada di sini mendengar dengan jelas pembicaraan mereka berdua siang tadi, termasuk Nak Fikri. Nak Diah ... dengan caranya sendiri dan dengan keyakinannya sendiri, berhasil membongkar topeng yang dipakai oleh Pak Rusdi sehingga segalanya menjadi lebih jelas," ujar Yunus.
"Dan hal itulah yang saya sesalkan, Pak Yunus. Kami sudah sering berhadapan dengan Pak Rusdi. Kami sering bicara dengannya. Tapi kami sama sekali tidak curiga kalau ...." Eman mendadak berhenti bicara.
Semua orang yang sedang menatapnya mendadak kebingungan. Bagi yang sudah lama mengenal Eman, mereka pasti tahu kalau Eman tidak pernah bicara setengah-setengah. Eman selalu menyelesaikan ucapannya, sebelum memutuskan untuk diam.
"Astaghfirullah," lirih Eman, yang kemudian menoleh ke arah Laila.
"Ada apa, Pak?" tanya Laila, tidak bisa menyembunyikan perasaan cemasnya.
"Itulah alasannya, mengapa Pak Rusdi selalu lebih memperhatikan Non Diah daripada Almarhum Den Ardit dan Den Apri ketika mereka masih kecil. Dia memang sudah berencana jahat sejak jauh-jauh hari, sebelum peristiwa sakitnya Almarhum Tuan Besar Suryo terjadi. Dia sengaja membuat seakan kutukan dari Almarhum Tuan Tomo terjadi pada keluarga ini ketika Non Diah berusia tiga belas tahun. Dia tahu kalau pada usia tersebut Non Diah sudah bisa merasakan kesedihan dan kemarahan, karena Non Diah selalu mengungkapkan semua perasaannya kepada seseorang yang menjadi tempat curhatnya, yaitu Nak Deden. Karena Non Diah sudah bisa memahami kesedihan dan kemarahan, maka dari itulah dia memulai perbuatan jahatnya dengan harapan agar Non Diah terus merasa sedih dan akhrinya marah pada seluruh anggota Keluarga Wardana serta membenci mereka," jelas Eman.
"Tapi sayangnya, dia tidak tahu kalau Non Diah selalu mengedepankan akal sehat ketimbang perasaan pribadinya. Maka dari itulah dia tidak menyadari bahwa dirinya akan gagal sampai topengnya benar-benar terbuka," tambah Laila.
"Iya, Paklik ... Bulik ... itu benar," sahut Diah, yang ternyata sudah kembali bersama Rosa dari rumah Deden. "Dugaan kalian sama sekali tidak meleset. Dan kalian juga benar, bahwa Pak Rusdi gagal karena tidak benar-benar mengenali bagaimana diriku yang sebenarnya. Dia tidak tahu bahwa akal sehatku selalu lebih dominan daripada perasaanku, meski aku dulu selalu curhat pada Mas Deden."
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUKAN (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] "Jangan pernah pulang ke sana, jika kamu tidak mau mati sia-sia." Itu adalah pesan terakhir dari Ibunya sebelum meninggal dunia akibat penyakit aneh yang sudah menggerogoti tubuhnya selama bertahun-tahun. Diah ingin sekali menuruti pesan...