57 | Yang Diharapkan

2K 159 7
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Diah telah dirias oleh tim perias pengantin usai shalat subuh. Laila dan Yunita sibuk sepenuhnya mengurus letak-letak makanan yang telah diantar oleh pegawai katering. Kebaya yang kemarin dipilih oleh Diah berwarna merah marun, sehingga Rosa langsung menyelaraskan warna pakaian yang akan Raga pakai. Raga juga telah bersiap di kamar tamu. Pria itu sengaja menggunakan kamar tamu kembali, agar tim perias pengantin bisa lebih leluasa merias istrinya sebelum acara dimulai.

"Mulai nanti malam, Ibu dan Ayah tidak akan menginap di sini lagi. Sudah dua malam berturut-turut kami menginap di sini, jadi setelah acara selesai kami akan langsung pulang," ujar Rosa.

"Kenapa begitu? Istriku tidak keberatan kalau Ibu dan Ayah masih mau menginap di sini. Dia justru senang karena Ibu dan Ayah tidak merasa enggan tinggal bersama dengan kami berdua," heran Raga.

"Terus kapan kamu mau belajar mandiri, Nak, kalau kami berdua terus-menerus tinggal bersamamu? Masa hanya Istrimu saja yang bisa hidup mandiri, sementara kamu tetap tidak bisa jauh dari kami? Sekarang kamu sudah berstatus sebagai Kepala Keluarga. Kamu harus memimpin keluarga kecilmu dan menjalaninya berdua dengan Diah. Hal pertama yang harus kamu jalani adalah hidup terpisah dari kami. Paham, 'kan?" tanya Yunus, selalu sabar seperti biasanya.

"Kalau dia tidak paham, maka nanti Ibu akan minta Diah membuatnya jadi paham, Yah," niat Rosa.

"Eh ... jangan dong," cegah Raga. "Itu sama saja Ibu mengadukan aku pada Istriku. Nanti kalau Diah marah dan merajuk padaku, bagaimana? Aku belum tahu caranya mengatasi Diah yang merajuk, Bu."

"Calon Adik iparmu pasti tahu caranya mengatasi merajuknya, Diah. Nanti tanya saja padanya," saran Yunus.

"Mas Fikri orang yang tidak suka membocorkan rahasia, Yah. Dia adalah orang yang paling rapat menutup mulutnya jika sudah dipercayakan satu rahasia oleh orang lain. Dan aku yakin, Istriku pasti sudah memintanya untuk tidak membocorkan apa pun padaku mengenai kehidupannya sehari-hari," tanggap Raga, sambil memasang wajah tak ada harapan.

Acara perayaan pernikahan antara Raga dan Diah pun dimulai tepat pada pukul delapan pagi. Diah terlihat sangat cantik usai dirias oleh tim perias pengantin. Aura kecantikannya benar-benar terpancar jelas dimata siapa pun yang menatapnya hari itu. Raga juga terlihat begitu tampan dan gagah dalam balutan pakaian pengantin yang dikenakannya. Ketika akhirnya mereka bersanding di pelaminan, banyak sekali warga Desa yang hadir pada acara tersebut merasa terpukau dengan apa yang sedang mereka lihat.

"Masya Allah. Kok mereka serasi sekali, tho? Cantik dan tampan. Aku enggak pernah membayangkan kalau Keluarga Wardana dan Keluarga Prawira akan sampai pada titik sepakat untuk berdamai," ujar Saras--Ibu kandung Ayu.

"Iya, aku juga berpikir begitu. Benar-benar tidak terduga yang terjadi pada dua keluarga itu. Karena berdamainya mereka sampai pada tahap saling menikahkan keturunan masing-masing, seperti yang sudah dijanjikan oleh Tuan Besar Sutomo dan Tuan Besar Suryo pada masa lalu." sahut Salamah--Ibu kandung Zainal.

"Benar, tho, omongan saya? Sama persis seperti keinginan dua Kepala Keluarga dari kedua keluarga itu. Mereka tidak bisa menikahkan anak masing-masing dimasa lalu, tapi ternyata berhasil menikahkan Cucu masing-masing dimasa depan," tambah Nuri--Ibu Lurah

"Kalau menurut Cah Ayuku, itu semua bisa terjadi karena usaha dari Nak Diah. Dia berusaha keras untuk mendamaikan kedua keluarga ini dengan caranya sendiri, setelah tahu apa akar masalahnya dari Nak Zain. Lalu untuk urusan pernikahannya dengan Nak Raga, itu karena mereka tanpa sengaja memang sudah saling suka saat bertemu pertama kali dan belum saling mengenal. Jadi bisa dibilang, pernikahan yang terjadi di antara mereka itu bonus, Ibu-ibu," jelas Winda--Ibu kandung Rida.

"Oh ... begitu rupanya. Tapi ngomong-ngomong, kok dari tadi kita tidak melihat Pak Rusdi, ya? Padahal Bu Yuni dan Nak Deden hadir, loh, di acara ini," heran Nuri.

Rida, Ayu, dan Farah menjadi pagar ayu yang bertugas menyambut tamu-tamu yang datang. Deden, Fikri, dan Zainal bersikap seolah mereka adalah pagar bagus. Namun di balik itu, mereka sebenarnya sedang mengawasi semua tamu yang sudah masuk ke halaman rumah Keluarga Prawira. Mereka bertiga merasa tidak boleh kecolongan, apabila Rusdi mencoba berdiam di antara para tamu yang menghadiri acara tersebut.

Benar dugaan Fikri, Rusdi kini memang sudah mendengar soal pernikahan yang terjadi antara Diah dan Raga. Laki-laki itu saat ini sedang mengawasi lokasi acara perayaan pernikahan tersebut dari jauh. Ia sudah mendengar banyaknya perbincangan para warga sejak kemarin mengenai pernikahan antara Raga dan Diah. Amarahnya semakin memuncak setelah tahu alasan hancurnya gentong sesajen yang ia jaga selama ini.

"Kurang ajar! Bisa-bisanya Raga Wardana tetap menikahi Diah pada saat wanita itu sedang sakit! Dia nekat atau bodoh, sih, sebenarnya? Kenapa dia harus punya keinginan menikahi orang sakit yang sudah terlihat sekarat?" umpat Rusdi, tak bisa terima kenyataan.

Rusdi pun segera bersiap-siap. Ia akan datang ke acara perayaan pernikahan itu secara terang-terangan. Ia ingin memancing Diah agar menyerangnya secara terang-terangan di depan semua tamu yang notabene adalah warga Desa Benowo. Karena dengan cara begitu akan membuat semua orang tahu, kalau Diah memiliki kemampuan yang disertai dengan ilmu. Orang-orang akan mengira bahwa Diah telah mempelajari ilmu hitam dan memiliki kemungkinan telah mempengaruhi seluruh anggota Keluarga Wardana dengan ilmunya, agar kedua belah pihak keluarga yang saling membenci itu bisa berdamai.

"Nama baik Diah akan tercoreng pada saat semua orang menuduhnya sebagai penganut ilmu hitam. Pada akhirnya Keluarga Wardana jelas akan memutuskan hubungan dengan Diah demi menjaga nama baik mereka sendiri, meski sebenarnya mereka tahu kalau ilmu yang Diah miliki bukanlah ilmu hitam," pikir Rusdi.

Rosa tampak begitu cemas ketika duduk di dekat kursi pengantin. Diah menyadari bahwa Ibu mertuanya itu tidak bisa tenang sejak tadi, sehingga membuatnya bangkit dari kursi pengantin dan bersimpuh sejenak di dekat Rosa. Raga tidak mencegahnya, karena tahu bahwa kemungkinan ada hal yang hendak disampaikan oleh Diah kepada Rosa.

"Bu, jangan gelisah terus. Berdzikir saja, agar hati Ibu jauh lebih tenang," bisik Diah.

Rosa mengernyitkan keningnya selama beberapa saat usai mendengar yang Diah bisikkan di telinganya.

"Dari mana kamu tahu kalau Ibu sedang gelisah, Nak?" tanya Rosa, ikut berbisik. "Jarak tempat duduk kita cukup jauh, dan rasanya sejak tadi Ibu sama sekali tidak berbicara."

"Aku bisa merasakan kegelisahan Ibu meski jarak kita jauh," jawab Diah. "Ibu tenang saja. Dia memang akan datang ke sini. Itulah yang aku harapkan sejak tadi. Tapi jangan takut. Insya Allah semuanya akan baik-baik saja. Percayakanlah semuanya padaku, Bu."

* * *

KUTUKAN (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang