- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
BLAAARRRRR!!!
Rusdi langsung terbangun dari tidurnya, ketika mendengar suara benda yang tampaknya baru saja disambar oleh sesuatu. Ia mengucek matanya beberapa saat sambil menguap, baru setelah itu ia keluar dari kamar dan mencoba mencari tahu suara yang tadi didengarnya. Kedua matanya terbelalak dan rasa kantuknya seketika menghilang, saat pandangannya tertuju pada gentong besar berisi sesajen yang selama ini ia jaga dengan baik. Gentong itu telah hancur lebur dan isinya yang telah membusuk serta mengering berhamburan di lantai.
"A-apa yang ter-terjadi? Ke-kenapa gentong itu bi-bisa hancur begitu saja, padahal aku sudah menjaganya de-dengan baik?" heran Rusdi.
Rusdi mulai mengalami keringat dingin. Ia teringat bahwa sesajen dalam gentong itu terikat dengan nyawanya. Iblis yang membantunya selama ini pasti akan segera mencarinya dan membunuhnya, setelah gentong sesajen itu hancur. Nyawanya benar-benar terancam sekarang dan dia tidak bisa menghindar. Dengan mengingat hal tersebut, Rusdi pun teringat dengan hal yang tidak boleh terjadi, yang menjadi syarat amannya gentong sesajen tersebut.
"Apakah Keluarga Wardana dan Keluarga Prawira berhasil bersatu, sehingga gentong sesajen itu bisa hancur dengan sendirinya? Kalau memang begitu, bagaimana caranya? Diah sudah aku buat agar menderita karena sakit. Tidak mungkin kalau dia menikah dengan Raga malam-malam begini dan sedang dalam keadaan sakit. Tapi ... tidak mungkin ada hal lain yang menjadi sebab hancurnya gentong sesajen itu. Gentong sesajen itu hanya akan hancur jika Keluarga Wardana dan Keluarga Prawira berhasil bersatu. Itu adalah isi perjanjian yang aku buat," gumam Rusdi, mulai frustrasi.
Saat dirinya kembali menatap ke arah serpihan pecahan gentong yang berhamburan, Rusdi pun langsung berniat ingin bergegas pergi dari rumah itu. Ia segera mengambil semua yang dibutuhkannya, lalu segera angkat kaki demi menghindari datangnya Iblis yang selama ini membantunya.
"Aku tidak boleh mati! Sebelum aku berhasil menikahkan Deden dan Diah serta menikmati hidup yang aku impikan, maka aku tidak boleh mati!" batin Rusdi.
Zainal dan Fikri menatap ke arah Deden yang saat itu sedang mengawasi bagian luar rumah Keluarga Prawira melalui jendela. Ayu, Farah, dan Rida ada bersama pria itu sejak tadi, karena mereka ikut merasa penasaran dan ingin tahu serangan apa lagi yang akan Rusdi kirimkan kepada Diah.
"Dugaanmu tepat, Den. Bapakmu memang sengaja membuat Non Diah sakit agar memutus hubungannya dengan Raga. Non Diah sudah berniat begitu, tadi, hanya saja terpatahkan oleh keinginan Raga yang begitu besar untuk menikahinya," ujar Fikri.
"Intinya saat ini jangan ada yang lengah. Meski energi di dalam diri Diah sudah kembali normal dan Diah sudah bisa kembali melakukan kegiatan seperti biasanya, kita tetap harus waspada. Kita tidak tahu rencana jahat apa lagi yang sedang dipikirkan oleh Bapakku saat ini. Bisa saja dia akan mencoba untuk memisahkan Diah dari Raga, setelah kita berhasil membuat mereka bersatu," sahut Deden, datar dan penuh kewaspadaan.
"Apakah ada yang mau menyumbang ide, soal bagaimana caranya agar Pak Rusdi tidak lagi berusaha memisahkan Diah dan Mas Raga?" tanya Farah.
"Kalau menurutku, sebaiknya kita minta Diah dan Raga untuk tidak tinggal sementara waktu di rumah ini atau di rumah Keluarga Wardana. Pak Rusdi selama ini lebih sering mengirimkan serangan pada kedua rumah itu, bukan? Kalau Diah dan Raga tinggal jauh sementara waktu, Pak Rusdi pasti akan kehabisan akal untuk memisahkan ikatan antara Keluarga Wardana dan Keluarga Prawira yang terjalin melalui pernikahan mereka. Dengan begitu, Pak Rusdi juga tidak lagi memiliki cara untuk mengancam Diah," saran Rida.
"Tapi Pak Rusdi pasti akan mengancam keselamatan Paklik Eman, Bulik Laila, dan juga Mas Fikri seperti yang tadi terjadi, Da. Diah pasti tidak akan mau kalau mereka sampai menjadi korban hanya karena dirinya mencoba menyelamatkan diri. Kamu hafal sifatnya Diah, 'kan? Diah tidak akan pernah membiarkan siapa pun menjadi tameng demi keselamatannya. Dia akan lebih memilih untuk maju paling depan, kalau memang Pak Rusdi kembali mencoba mengancam dirinya," sanggah Ayu.
"Ayu benar, Da. Diah pasti tidak akan mau jika diminta pergi dari rumah ini bersama Raga. Maka dari itulah, sebaiknya kita yang bersiaga jika seandainya Bapakku akan muncul secara mendadak," ujar Deden.
"Mana mungkinlah Bapakmu akan muncul begitu saja, Den," sanggah Zainal. "Setelah topengnya Bapakmu terbuka di depan semua orang, dia jelas akan memilih bersembunyi dan hanya menyerang dari jauh. Dia akan muncul, kecuali kita sengaja memancingnya."
"Hah? Dipancing?" heran Farah.
"Mau dipancing pakai apa, Mas Zain? Pak Rusdi bukan anak kecil yang mudah dipancing, kalau memang dia harus dipancing agar keluar dari tempatnya bersembunyi," Rida terdengar tidak setuju dengan yang Zainal katakan.
"Bisa dan dia akan terpancing," sahut Fikri.
Semua mata kini menatap ke arah Fikri dengan kompak.
"Jika pernikahan Non Diah dan Raga dirayakan oleh kedua pihak keluarga besar, maka Pak Rusdi akan langsung keluar dari tempatnya bersembunyi dan berupaya menghancurkan perayaan itu. Hal itu akan terjadi dengan sangat mudah, karena Pak Rusdi akan merasa bahwa harga diri dan ambisinya telah diinjak-injak dengan terselenggaranya acara pernikahan antara Non Diah dan Raga, bukan antara Non Diah dan Deden," jelas Fikri.
Yunus--yang sejak tadi berdiri di balik tembok bersama Eman dan Irham--langsung menatap ke arah Irham sambil menahan senyum.
"Calon menantumu cukup cerdas, Dek. Kapan mau dinikahkan dengan Farah?" godanya.
Kedua mata Eman langsung membola dalam sekejap.
"Eh? Maksudnya bagaimana, Pak Yunus? Siapa yang mau dinikahkan dengan Nak Farah?" tanya Eman.
"Tentu saja Putra sampeyan, Pak Eman. Saya tidak punya kandidat lain, kok, untuk dinikahkan pada Putri saya," jawab Irham, apa adanya.
Raga mendekap Diah dengan erat ke dalam pelukannya. Perasaannya lega luar biasa, setelah Diah benar-benar tidak lagi kesakitan seperti tadi. Bahkan Rosa yang kini telah berstatus sebagai Ibu mertua Diah pun ikut merasakan kelegaan yang sama, seperti yang Raga rasakan.
"Tolong jangan pernah pesimis lagi, Sayang. Demi Allah tadi aku merasakan ketakutan saat kamu pesimis atas kondisimu. Aku tidak ingin lagi kamu pesimis seperti itu. Aku ada di sisimu sekarang dan telah berstatus sebagai Suamimu. Insya Allah aku akan selalu mendampingi kamu, tidak peduli bagaimana pun keadaannya," janji Raga.
Diah membiarkan Raga terus mendekapnya seperti itu. Hatinya merasa jauh lebih tenang saat Raga ada di sisinya. Helaan nafas dan hangat pelukan pria itu membuatnya hidupnya kembali terasa lengkap.
"Maaf, karena aku sempat membuatmu ketakutan seperti tadi. Tapi jujur saja, aku memang seputus asa itu saat dia mengirimkan kesakitan yang sama kepadaku. Yang bisa aku pikirkan tadi hanya satu, apakah Allah akan mengampuni semua dosa-dosaku yang selama ini belum aku pertanggungjawabkan jika memang aku akan meninggal dunia. Dan aku juga memikirkan kamu sekaligus mendoakan agar hidupmu bisa terus berjalan, meski tidak akan berakhir bersamaku. Aku ...."
"Mana mungkin aku bisa?" potong Raga, dengan cepat. "Hanya kamu yang bisa menerima aku apa adanya, meski sejak awal kamu sudah tahu bahwa diriku dititipkan ilmu hitam. Mana mungkin hidupku akan terus berjalan, jika tidak bersama kamu?"
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUKAN (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] "Jangan pernah pulang ke sana, jika kamu tidak mau mati sia-sia." Itu adalah pesan terakhir dari Ibunya sebelum meninggal dunia akibat penyakit aneh yang sudah menggerogoti tubuhnya selama bertahun-tahun. Diah ingin sekali menuruti pesan...