- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Raga dan Farah diminta datang ke gazebo malam itu juga oleh orangtua masing-masing. Rosa dan Yunus sudah mendengar soal pertemuan Raga dan Farah dengan Diah, yang tak lain adalah putri dari Keluarga Prawira. Raga dan Farah hanya bisa menurut saja dengan permintaan itu. Mereka benar-benar muncul di gazebo belakang rumah, lalu duduk pada kursi yang sudah disediakan khusus untuk mereka berdua.
"Katakan, apakah benar bahwa kalian berdua bertemu dengan Putri Keluarga Prawira yang bernama Diah?" tanya Rosa.
Raga dan Farah saling melirik satu sama lain ketika mendengar pertanyaan itu. Keduanya jelas merasa takut kalau akan menerima larangan untuk mengenal Diah lebih jauh.
"Aku yang pertama bertemu Diah, Bu. Aku sudah cerita pada Ibu dan Ayah saat pulang kerja kemarin. Dia adalah wanita yang aku temui di Ekowisata Mangrove dan tidak bisa aku pengaruhi dengan ilmu penjerat. Kami bertemu lagi siang tadi, ketika aku mengantar Farah ke warung makan milik Pak Tarjo. Dia ternyata warga di Desa ini, dan dia menyebutkan namanya tanpa ragu di hadapanku," jawab Raga.
Rosa dan Yunus pun langsung saling menatap satu sama lain setelah mendengar jawaban Raga. Mereka cukup kaget, karena ternyata wanita yang gagal dipengaruhi oleh Raga menggunakan ilmu penjerat adalah Diah.
"Itu benar, Mas Raga yang lebih dulu bertemu dengan Diah. Aku dengar sendiri saat mereka berdua saling bicara di warung makan milik Pak Tarjo. Mas Raga hampir berusaha menggunakan ilmu penjerat itu lagi ketika bicara dengan Diah. Tapi Mas Raga tidak jadi melakukannya, karena Diah mendadak minta maaf soal pertemuan mereka kemarin yang menurutnya sangat tidak pantas. Diah meminta maaf karena telah bertingkah begitu kasar kepada Mas Raga hanya karena pikirannya sedang berantakan. Tapi itu juga adalah salah Mas Raga, karena Mas Raga mendekat pada Diah dengan cara membuatnya agar terlihat seperti wanita bodoh di depan orang banyak. Diah benar-benar mengakui semuanya, sampai akhirnya dia menyebut siapa namanya dan bahkan menyebut nomor telepon agar Mas Raga bisa mencatatnya. Setelah itu, barulah aku yang bertemu dengan dia serta kedua sahabatnya," jelas Farah.
"Bagaimana bisa setelah itu kamulah yang bertemu dengannya, Nak? Dia masih ada di warung makan saat kamu kembali?" Yunus ingin tahu.
"Awalnya gara-gara aku terlupa satu pesanan makanan yang Ibu mau, Paklik. Jadi aku kembali ke sana dan tidak pergi bersama Mas Raga, karena Mas Raga sudah kembali ke kantor. Diah sudah sampai setengah perjalanan ketika bertemu aku dan menyapa. Dia bahkan bertanya di mana orang yang tadi menemaniku, yang maksudnya adalah Mas Raga. Setelah tahu kalau aku tidak lagi ditemani oleh Mas Raga karena Mas Raga pergi kembali ke kantor, dia langsung merangkulku dan menemaniku ke warung makan tanpa aku minta. Bahkan kedua sahabatnya juga ikut bersama kami. Diah mengajak aku berkenalan, karena tidak ada satu pun dari mereka yang mengenal siapa aku. Aku menyebutkan namaku dengan lengkap sambil menatap ke arah Diah. Aku ingin lihat ekspresinya, dan yang aku dapatkan adalah senyum sempurna di wajahnya setelah mendengar siapa namaku. Dia sama sekali tidak terlihat membenci sesuatu, meski baru saja mendengar nama keluarga yang aku sebutkan. Dia banyak bicara, dia benar-benar cerewet dan sangat menghibur. Dia dan kedua sahabatnya bahkan mengantar aku pulang sampai di halaman depan. Ibu lihat sendiri kalau aku memang diantar oleh mereka, termasuk oleh Diah."
Rosa kini menatap ke arah Safira.
"Ya, itu benar. Aku bahkan mendengarkan mereka bercanda pada Farah, sebelum pulang. Seakan mereka ingin memastikan kalau Farah tidak akan murung lagi setelah mereka pergi. Makanya aku tidak melarang Farah sama sekali ketika dia bilang bahwa mereka adalah teman-temannya. Aku belum pernah lihat Farah bicara dan tertawa sebebas itu, Mbak. Aku benar-benar tidak bisa berkomentar apa pun, saat melihat orang lain menatap Putriku seakan dia adalah sosok yang normal untuk dilihat," ujar Safira, tanpa ditanya oleh Rosa.
Semua orang memilih diam. Pembicaraan mengenai tanda di wajah Farah selalu menjadi topik paling sensitif di dalam keluarga tersebut. Maka dari itu, terkadang mereka semua memilih untuk tidak membicarakannya.
"Mbak tahu sendiri bagaimana tatapan orang lain, terutama yang sebaya dengan Farah. Hanya karena Farah memiliki tanda di bagian kiri wajahnya, mereka langsung menatap seakan wajah Farah begitu menjijikan. Dan tadi adalah pertama kalinya aku melihat Farah diperlakukan dengan sangat baik oleh orang lain, Mbak. Bahkan mereka tidak ragu untuk merangkulnya atau merapikan rambut Farah yang sedikit berantakan. Aku memperhatikan semua itu dari balik jendela sebelum membuka pintu, dan aku melihat Putriku merasa nyaman bersama mereka," jelas Safira.
"Tapi Diah itu adalah Putri ...."
"Putri dari seseorang yang menolak dijodohkan denganmu, Mbak?" tanya Irham, sengaja memotong ucapan Rosa.
Rosa pun terdiam kembali dalam sekejap. Tidak ada lagi kata-kata yang bisa keluar dari mulut wanita paruh baya itu ketika diingatkan soal masa lalunya.
"Dengar, tanpa mengurangi rasa hormatku terhadap Mbak Rosa dan Mas Yunus, aku harap sebaiknya kita berhenti ikut membenci dan memusuhi Keluarga Prawira. Kalau kita terus-menerus ikut membenci Keluarga Prawira seperti yang diinginkan oleh Bapak, entah apa yang akan selanjutnya terjadi pada anak-anak kita. Lihat Farah, dia harus menanggung rasa malu seumur hidup akibat memiliki tanda seperti itu di wajahnya. Padahal saat lahir, wajah Farah sama sekali tidak memiliki tanda seperti itu. Lalu Raga ... apakah kalian tidak merasa lelah karena harus membiarkan Raga memegang ilmu penjerat seperti yang Bapak inginkan? Raga bahkan tidak menginginkan ilmu itu ketika Bapak memberikan kepadanya sebelum meninggal. Apa yang akan terjadi selanjutnya pada anak-anak kita, kalau kebencian terhadap Keluarga Prawira terus kita lanjutkan?"
Apa yang Irham katakan sudah jelas tidak bisa disanggah oleh siapa pun. Rosa sendiri--sebagai orang yang pernah ditolak oleh Almarhum Abdi--tidak pernah berpikir akan membenci seumur hidup, seperti yang dilakukan oleh Almarhum Bapaknya. Dia sudah lama melupakan peristiwa itu, terutama setelah dirinya bertemu dengan Yunus.
"Irham benar. Kita tidak bisa melanjutkan apa yang Bapak perintahkan. Tapi masalah besarnya saat ini adalah, nasib anak-anak kita juga ada di dalam perintah itu. Raga tidak bisa melepaskan ilmu penjerat yang diberikan oleh Bapak sebelum Beliau meninggal. Nyawa Raga akan menjadi taruhan jika sampai dia berusaha melepaskan ilmu penjerat dari tangannya. Dan wajah Farah pun tidak akan bisa kembali seperti semula. Tanda itu akan terus ada di wajahnya dan aku takut tanda itu akan semakin melebar jika kita berhenti membenci Keluarga Prawira. Katakan ... bagaimana kita akan menangani hal itu ke depannya?" tanya Rosa, seakan tengah berputus asa dengan keadaannya sendiri.
Semua orang kembali terdiam. Raga dan Farah kembali saling melirik satu sama lain. Mereka berdua pun ikut merasa tidak tenang, meski ingin sekali diberi izin untuk bisa mengenal Diah lebih dekat. Entah kenapa, hal itulah yang paling mereka inginkan saat ini. Tidak lebih.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUKAN (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] "Jangan pernah pulang ke sana, jika kamu tidak mau mati sia-sia." Itu adalah pesan terakhir dari Ibunya sebelum meninggal dunia akibat penyakit aneh yang sudah menggerogoti tubuhnya selama bertahun-tahun. Diah ingin sekali menuruti pesan...