46 | Bekerja Sama

1.8K 166 10
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Deden segera berlari menuju ke rumah Keluarga Wardana setelah mendapat telepon dari Fikri. Ia seharusnya merasa marah karena telah dibohongi oleh pria itu melalui story WhatsApp yang dilihatnya. Namun mendengar bagaimana Fikri bicara padanya soal Diah yang meminta pertolongan darinya dengan nada panik, membuat amarahnya menghilang dan berganti dengan rasa cemas yang sulit untuk dihentikan. Ketika ia tiba di rumah Keluarga Wardana, betapa kaget dirinya saat melihat kalau Diah tengah dikelilingi oleh makhluk-makhluk halus yang sedang mencoba untuk menyerang Farah.

"Mas Deden! Cepat ke sini, Mas! Bantu aku!" seru Diah, yang hampir tidak bisa lagi mempertahankan pertahanannya sendiri.

Deden segera mendekat pada Diah dan mengabaikan makhluk-makhluk halus yang mencoba menghalangi langkahnya.

"Katakan, aku harus berbuat apa?" tanya Deden.

"Sini, Mas. Gantikan aku memegang benda ini. Pastikan Mas Deden menggenggamnya kuat-kuat, saat nanti aku minta untuk mencelupkannya ke dalam air pada wadah ini. Ingat, harus digengggam sangat kuat. Kalau sampai benda ini terlepas dari genggaman Mas Deden ketika sudah berada di dalam air, maka Farah akan kehilangan kesempatannya untuk terlepas dari Jin yang mendekapnya selama ini dan wajahnya akan terus memiliki tanda seperti itu. Mas Deden paham, 'kan?"

"Ya ... ya ... aku paham. Cepat berikan benda itu agar kamu tetap bisa melindungi Farah," sahut Deden.

Diah segera memindahkan benda itu ke tangan Deden. Deden menggenggamnya kuat-kuat dan merasakan energi negatif yang begitu besar dari benda tersebut. Pada saat itulah Deden sadar, kalau Diah tidak bisa melindungi Farah jika seandainya memaksa untuk mencelupkan benda itu tanpa ada yang membantunya. Diah tidak akan bisa berkonsentrasi menjaga Farah, jika energinya dia pusatkan sepenuhnya pada benda tersebut.

"Kalian tidak akan berhasil!"

"Ya, kalian akan gagal!"

"Pergi sana, setan!!!" amuk Deden, sambil menatap ke arah salah satu makhluk halus yang ada di dekatnya.

Semua orang kembali merasa kaget, saat mendengar suara bentakan selantang yang Diah lakukan tadi. Mereka tidak menduga kalau Deden juga bisa merasa kesal saat dihasut oleh makhluk halus yang mencoba menghasut Diah. Diah kini mencoba menetralkan kembali energi di dalam tubuhnya, lalu memusatkan energi itu untuk melindungi Farah sepenuhnya.

"Oke, Mas Deden. Siap?"

"Ya, aku siap!"

Diah menatap Farah yang saat itu sudah memucat, namun tetap berusaha menenangkan dirinya agar Diah tidak kehilangan keseimbangan energi di dalam dirinya.

"Terus berdzikir. Ingat untuk terus berdzikir seperti yang saat ini sedang kamu lakukan. Oke?"

Farah menjawab dengan anggukan, karena tidak ingin dzikirnya terhenti. Diah kini memberi tanda pada Deden, untuk mencelupkan benda tersebut ke dalam air pada baskom yang ada di hadapan pria itu.

"Bismillahirrahmanirrahim," lirih Deden.

"ARRRRGGGGHHHHHH!!!" teriak Farah, begitu keras.

Kaget yang dirasakan semua orang berlanjut ketika mendengar teriakan Farah. Safira hampir mendekat pada Farah, jika saja Irham tidak segera menahannya dan mengingatkan apa yang tadi Diah katakan pada mereka. Fikri, Zainal, dan Raga terus berdoa agar segalanya berjalan dengan lancar. Baik itu untuk Diah dan Deden yang sedang membantu Farah, serta untuk Farah yang sedang berjuang menahan kesakitan yang dirasakannya. Rosa tampak begitu pucat dan takut terjadi sesuatu yang buruk, sehingga segera merangkul lengan Yunus untuk mendapatkan ketenangan.

"Berdzikir, Farah! Terus berdzikir!" perintah Diah.

"LAA ILAAHA ILLALLAH!!! LAA ILAAHA ILLALLAH!!! LAA ILAAHA ILLALLAH ...."

Benda yang ada di dalam genggaman tangan Deden terasa seakan sedang memberontak agar bisa terlepas. Deden menahannya sekuat tenaga, sambil mengawasi semua makhluk halus yang saat ini sedang mencoba ingin menyerang Farah. Ia tidak paham mengapa makhluk-makhluk itu tidak mau berhenti, padahal saat ini Diah sudah memberikan perlindungan penuh terhadap Farah. Seakan mereka tidak ingin gagal. Seakan mereka tidak mau menghadapi kegagalan.

"Keras kepala! Kenapa kamu jadi lebih membela Keluarga Wardana, padahal seharusnya kamu membenci mereka? Ada apa dengan hatimu? Kenapa tidak bisa tumbuh kebencian di sana sedikit pun?"

"Pergi yang jauh, sialan! Aku tidak ditakdirkan untuk bisa membenci siapa pun, walau aku terlahir dengan emosi yang sangat buruk dan mudah meledak! Bagaimana pun kalian mencoba menghasutku, aku tidak akan pernah bisa terhasut! Aku tahu kalau bukan Keluarga Wardana yang menjadi pusat tragedi di dalam keluargaku! Aku tidak percaya kutukan seorang manusia bisa membunuh manusia lainnya! Lagipula, mana mungkin Almarhum Mbah Sutomo benar-benar ingin mengutuk Almarhum Ayahku? Almarhum Ayahku adalah orang yang paling dia inginkan untuk menjadi menantunya, terlepas dari bagaimana pun takdir pada akhirnya berjalan dan tidak sesuai dengan keinginanya. Jadi berhentilah menghasut, karena aku benar-benar tahu siapa orang yang ada di balik semua tragedi di dalam keluargaku!" balas Diah, setengah mengejek.

Deden menatap ke arah Diah saat gejolak dari benda yang sedang digenggamnya mulai melemah. Rintihan Farah pun sudah mulai berkurang. Hal itu bisa mereka ketahui dari suara dzikirnya yang mulai kembali normal. Tanda di wajah Farah mulai menghilang seiring dengan melemahnya gejolak dari benda itu.

"Sedikit lagi, Far. Bertahan, Sayang," dorong Diah.

"Jangan menyerah. Kami berdua masih bertahan untuk kamu, jadi jangan menyerah," tambah Deden.

Farah hanya bisa mengangguk sambil tetap berdzikir. Keadaan mulai stabil kembali, sehingga Diah bisa melepaskan Farah dan mulai mengusir makhluk-makhluk halus yang sejak tadi mencoba menghasut serta mengganggunya. Deden bisa melihat bahwa satu-persatu makhluk-makhluk halus itu akhirnya menghilang dari rumah tersebut. Diah benar-benar mengeluarkan energinya, demi menyelesaikan yang harus diselesaikan.

Ketika wajah Farah akhirnya benar-benar tidak lagi memiliki tanda, Diah pun segera meminta Deden untuk melepaskan benda yang digenggamnya dan membiarkannya tetap berada di dalam air. Nafas mereka bertiga terengah-engah. Rida dan Ayu segera menangkap tubuh Farah yang melemas, agar bisa segera dibaringkan ke atas sofa. Safira dan Irham segera mendekat pada Farah, untuk melepaskan rasa cemas yang sejak tadi menggerogoti hati mereka sejak tadi. Diah menatap Deden setelah memastikan kalau Farah baik-baik saja. Deden balas menatapnya dan mengulurkan tangan ke arah wanita itu.

"Maaf atas tindakanku kemarin terhadap kamu dan juga atas niatan burukku terhadap Raga. Aku salah. Tidak seharusnya aku bersikap begitu hanya karena kamu tidak memilih untuk membalas perasaanku. Aku harap kamu mau memaafkan aku," ujar Deden.

Diah pun meraih uluran tangan itu dan menggenggamnya dengan tegas.

"Ya, sudah pasti aku akan memaafkan Mas Deden. Tidak mungkin aku tidak maafkan teman terdekatku sejak kecil hanya karena sedikit kesalahpahaman. Maafkan aku juga, karena aku sering sekali merasa emosi dan melampiaskannya begitu saja. Dan maaf, karena aku tidak bisa membalas perasaan Mas Deden terhadapku. Aku sudah menjatuhkan pilihan pada pria yang aku pilih sendiri. Mas Deden akan menemukan wanita yang lebih daripada aku. Aku yakin akan hal itu," balas Diah, tanpa menyimpan dendam apa pun.

BRAKKK!!!

Suara keras yang terdengar di atap rumah itu mengagetkan semua orang. Diah pun melepaskan jabat tangannya dengan Deden, lalu menatap ke arah Rosa.

"Siapkan diri, mental, dan keberanian anda, Bu Rosa. Dia akan datang," ujar Diah.

* * *

KUTUKAN (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang