Beberapa menit sebelum tragedi, yang tersisa hanya sunyi karena desa ini telah mati.
Ketika siang tergantikan dengan kelam, maka seluruh penduduk seolah tak sudi keluar rumah. Mereka memilih istirahat, mengumpulkan tenaga demi memulai hari setelah fajar meninggi. Itu sebabnya Ares di sini, menjadi penguntit demi ibu dari si kecil karena bahaya bisa saja mengintai.
Dingin adalah salah satu faktor pemicu ngilu. Namun, Ares masih bertahan meski harus mengembuskan napas berkali-kali di balik kelamnya malam. Memperhatikan punggung sosok yang amat keras kepala dan terus mengibarkan bendera perang, ia tersenyum miris. Mungkin memang tidak ada cara selain tunduk pada takdir karena pria itu belum menemukan celahnya. Ini pun hukuman karena dosa-dosa akibat dunia gelap, dan ucapan Leexter pun benar adanya bahwa dunia mereka—pekerjaan—tak dapat berdamai dengan perasaan.
Jemarinya mengetuk kemudi setelah mengangkat panggilan Robert. Hanya ada dua alasan bawahan pria itu menelepon, yaitu memberi kabar baik, atau kabar buruk. Kali ini, ia berharap bahwa Robert melayangkan informasi memabukkan.
"Seluruh dana hasil penjualan senjata minggu ini telah dikirim ke relawan Nevillena, Tuan."
Informasi yang pria itu beri mampu membuat Ares tersenyum lega. Robert benar-benar dapat diandalkan. "Terima kasih," balasnya singkat sebelum menekan tombol merah dan kembali fokus pada wanita di ujung sana.
Willis memberitahu bahwa Rhea akan ke supermarket, membeli bahan makanan. Itu sebabnya ia menguntit dan hanya mampu tersungging samar dari jauh, bersama luka-luka. Rindu jelas merasuk, tapi nasi telah lebur.
Ketika menyadari ketidaknyamanan Rhea, ia kembali mengutak-atik ponsel. Steve perlu diberi peringatan. "Beberapa puluh meter, Steve. Jangan terlalu dekat, berlebih menimbulkan suara. Nanti ia curiga."
"Baik, Tuan."
Willis tidak cukup, membuatnya harus menitahkan antek-antek untuk mengawasi dua makhluk tersayang di tanah ini. Kini, para pengawal tengah bersembunyi di balik pohon sebelum berpindah ketika Rhea mulai menjauh. Namun, karena rindu dan penasaran, ia pun turun tangan.
Ares mulai resah. Jalanan berbukit membuat wujud Rhea makin mengecil, meskipun masih menyisakan bayangan. Sama dengan Steve dan dua anak buahnya, pria itu tidak berani mendekat karena takut ketahuan. Mereka bak main kucing-kucingan.
Wanita gembul dan keras kepala itu menuntut ketenangan. Namun, Ares tidak pernah berpikir bahwa ketenangan yang Rhea maksud adalah tinggal di desa minim penduduk—berada di selatan padang rumput. Willis pun memberitahu bahwa wanita itu tidak ingin bersama orang asing— termasuk pembantu—meskipun harus melakukan segala aktivitas seorang diri. Dengan sangat terpaksa, pria itu meminta Willis menetap di tanah ini hingga si kecil lahir setelah memasuki bulan rawan. Namun, beberapa waktu lalu Willis harus ke Melbourne selama tiga hari.
"Sebenarnya kau ingin ke mana, Sayang?" Pria itu melepas napas lelah sebelum menghubungi seseorang sekeluarnya dari SUV hitam yang sedari senja terparkir di ujung jalan, tepat setelah Willis memberitahu perihal niat Rhea yang akan ke supermarket sesudah mandi karena wanita itu baru terjaga dari letih. "Will, kapan kau tiba? Aku tidak tega membiarkannya berjalan sendiri menuju supermarket." Punggung tangan kiri Ares menyangga siku kanan, menunggu jawaban.
"Membutuhkan waktu tiga jam dari Melbourne ke Onewhero. Namun, karena adanya penundaan jam terbang, aku terlambat lima jam. Pesawat baru saja mendarat. Sebentar lagi aku sampai."
"Baiklah." Ares memutus sambungan telepon dan kembali menghela napas.
Usia si kecil telah memasuki sembilan bulan, pertanda bahwa sebentar lagi makhluk mungil itu akan lahir, dan sang ibu memerlukan penjagaan ekstra. Itu sebabnya nyaris seminggu Ares berada di sini, menggantikan Willis yang harus terbang ke Melbourne. Ia tidak memercayai siapa pun. Jika pria itu memiliki urusan yang harus meninggalkan Rhea agak lama, Ares sendiri yang akan turun tangan.
Willis merupakan mahasiswa tingkat akhir, sama halnya dengan Rhea. Ia tak dapat berada di Onewhero setiap waktu karena memiliki kewajiban lain di Melbourne. Meskipun anak itu dapat dikatakan beruntung karena skripsi amat fleksibel—dapat dikerjakan di mana pun—bahan yang ia butuhkan tidak tersedia di tanah ini.
Ares beruntung karena mata kuliah orang terpercayanya hanya tinggal skripsi. Jika masih sibuk dengan teori, Willis tidak berada di Australia. Pria itu akan menetap di Jepang dan kembali jika libur semester. Baru kali ini ia beranggapan bahwa status yang melekat di jidat Willis amat menyusahkan jika sewaktu-waktu gagal membantunya mengawasi Rhea.
Akhirnya, Ares melangkah pelan karena resah. Jika tidak ketahuan, tungkai itu pun akan tiba di supermarket. Mungkin rindu mulai terkelupas, meskipun entah sampai kapan mereka dapat berdamai dengan sebenar-benarnya karena pria itu tidak mampu memastikan apa pun lagi.
Willis menyewa rumah tepat di selatan padang rumput, tentu saja atas persetujuan Ares. Itu sebabnya dapat dikatakan bahwa SUV pria itu memang terparkir di jalan buntu karena tidak ada lagi akses ke utara, selain rumput hijau penghubung tempat ini dengan laut lepas.Sunyi.
Langkah santai Ares terhenti sebelum menoleh ke kiri ketika Steve dan dua anggotanya melesatkan peluru hingga menembus tubuh tiga dari sepuluh orang yang mendekat. Darah di tubuhnya mendidih karena ketiga antek-antek ikut tersungkur setelah ditembak oleh tujuh orang sisanya, menimbulkan suara nyaring patahan ranting di tengah malam sunyi akibat tubuh yang terjerembap. Kejadian ini amat cepat, hanya terhitung detik.
Ares berlari sembari mengeluarkan pistol dari saku jaket, enggan mengotori keadaan dan harus mengalihkan perhatian mereka agar tidak menyadari keberadaan Rhea. Namun, ia lebih dulu terseret sebelum memberi perlawanan. Nahasnya, objek yang dilindungi berbalik dan menyadari kehadiran bersama keterkejutan.
Dari jauh Ares menggeleng dan menjerit penuh taktik, tak berharap Rhea mendekat. Jika tidak melakukannya, mereka akan mati bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIMMERIAN (Terbit)
Romance⚠ Bijaklah Memilih Bacaan! BlURB Aku pikir, ia berselingkuh. Rupanya, akulah yang pantas disebut orang ketiga. Tidak sesederhana kami yang saling mencinta. Tak setolol istrinya yang rela berbagi. Bahkan, lebih rumit dari aku yang penuh suka memberin...