19. Menguak Fakta

33 2 0
                                    

Sakit di dadaku masih nyata. Kilas balik betapa hebat mereka berdusta adalah mimpi buruk yang secuil pun tak sudi kudambakan. Aku tidak ingin egois, tapi tidak satu pun insan patut disalahkan selain penyandiwara.

Ketika mendarat di pangkuan pria itu, bibirku merekah samar sembari memperhatikan sorot sang pemilik sendu. Selama menjadi istri kakaknya, aku baru menyadari bahwa gurat wajah Eme amat keruh ketika kami bermesraan.

Kepalaku tertunduk berat di tengah hening. Napas dari paru-paru seolah tersumbat ketika keduanya masih bungkam. Aku beranjak perlahan dari pangkuan Ares, memilih duduk di sisi lain sofa yang agak jauh dari mereka. Hawa letih di tubuh menguap. Sesak di dada pun bak bogem mentah di atas luka. Sakit, tapi aku hanya perlu bertahan sedikit lagi.

"Model utama brand-mu ganti?" Ares menyesap teh yang baru saja aku buatkan sebelum menyorot datar. Mungkin, ia berpikir keras mengapa raga ini turun dari pangkuannya sebelum menjauh.

Emeline mengangguk. "Ia kedapatan berselingkuh. Karena tidak ingin reputasi brand-ku hancur, jalan terbaik adalah menggantinya." Berkelas sekali penuturannya. Terkesan santai dan tenang, tapi memuakkan.

"Bagaimana mungkin ia bisa selingkuh?" sarkasku sebelum tersenyum bodoh dengan alis menyatu.

Emeline menyodorkan stoples berisi kacang yang kubalas dengan gelengan ringan. "Pengusaha terkenal—Fernond Alerd. Kau tahu?"

Aku mantuk-mantuk. "Dia pebisnis, terkenal, dan tampan." Lirikanku jatuh pada Ares. "Setahuku, ia juga tidak keparat," tekanku tanpa perasaan.

Pria itu berdecak yang kubalas dengan helaan napas santai.

"Ia menemuiku dan memberitahu bahwa Ameria selingkuh."

Ares mantuk-mantuk paham. "Kita bisa mencari model lain. Aku pikir, selingkuh sulit ditoleransi bagi sebagian besar orang."

Bibir ini tergigit hingga anyir akibat meredam sakit. Enggan menatap karena mereka amat memuakkan, aku menunduk sembari menahan sesak ketika mengingat kelaknatan keduanya. "Aku bisa menggantikan Ameria jika kau bersedia."

Eme tampak tersenyum, tapi tidak dengan Ares. Pria itu berdecak yang kubalas dengan sunggingan sinis.

"Ups, tidak jadi." Rasa lucu ini terkekeh sumbang. "Ares tidak suka jika sang istri menjadi model karena tubuh ini kurang seksi." Tidak ingin munafik, aku sungguhan berniat mencakar wajah lembut Eme yang ikut terkekeh.

"Bagi Ares, kau termasuk seksi."

Bibir kananku terangkat. "Apakah Ares pernah bercerita padamu soal tubuhku?" Netra ini menyorot keduanya bergantian. "Kau yang lebih seksi," ucapku telak sebelum sibuk mengunyah buah.

Mereka tersenyum canggung setelah aku berbicara. Lihat, wajah sandiwara keduanya amat kentara.

"Mengapa jadi membahas lekuk tubuh?" Ares berdehem kaku.

"Mungkin selingkuhan Ameria merasa bahwa istrinya tidak seseksi Ameria." Netra ini kembali menyorot keduanya. "Menjadi orang yang diselingkuhi atau selingkuh, sama sekali tidak berguna."

Keduanya bisu.

Aku hanya ingin melihat bagaimana ego mereka dipojokkan karena telah melukai korban, meskipun logika ini tidak mampu mengukur luka Eme karena belum menemukan bukti yang kuat siapa wanita itu di hidup Ares. Secuil pemikiran positif perihal suara nista mereka pun masih nyata.

Ares tiba-tiba berdehem, kemudian meraih tanganku agar mendekati tubuhnya. "Rhea, tumben sekali berjauhan dariku?"

"Biasanya, kau selalu ingin dipangku." Eme terkekeh.

CIMMERIAN (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang