Part 17

144 29 12
                                    

Aku sedih banget dipart sebelumnya, dikit banget yang vote. Kalian yang nikmatin cerita ini, apa gak merasa bersalah, karena gak vote sama sekali? Setidaknya kalau gabisa komen, ya tekan bintangnya, gak susah kok mencet doang. Pelit banget kalian, jujur sih sedih.

Jadi males buat update, kalo gak mikirin readers yang rajin vote, aku mah males buat update sesuai jadwal. Tapi ah sudahlah, aku update cuma buat kalian yang mau menghargai karya aku. Jadi yang gak bisa menghargai karya orang lain, mending kalian cari cerita lain, gapapa readersnya dikit, asalkan pada vote. Ini mah view doang yang banyak, 10 vote aja susah.

Oke deh, itu aja. Bagi yang masih mau baca, vote mulai sekarang, ya. Kalo gak, leave this story.

.
.

~Happy Reading~

"Menyebalkan," maki Taehyung ketika dirinya selesai meeting bersama para pemegang saham di perusahaanya ini, pembahasan yang berlangsung tadi, setidaknya bisa membuat Taehyung berdecak sebal sejak lima menit yang lalu, setelah keluar dari ruangan rapat itu. Raut wajahnya terlihat tidak bersahabat.

Pemuda Kim itu menghembuskan napas panjang, lantas berdiri dari kursi kebanggaannya. Memasang kembali kemeja abu-abu yang sempat dilepaskan, lantas berdiri.

"Siapkan mobil, Jung," ucapnya saat berlalu di depan pemuda dengan kemeja hitam, yang tengah terduduk di sofa bersama laptopnya yang menyala.

Jungkook mengalihkan fokusnya dari benda tersebut, lantas menutupnya. "Baik, Hyung," dan kemudian pergi menyusul sang boss yang sudah pergi dulu.

****

"Sial sekali. Padahal masih banyak hal yang harus ku urus, sekarang dengan begini, tugasku semakin banyak saja, ck," decak CEO muda itu ketika sudah berada di dalam mobil yang melaju kencang dengan Jungkook sebagai supirnya.

Sekretaris Jeon itu menanggapi dengan santai, ia tau alasan mengapa Taehyung jadi sangat sebal sejak selesai meeting tadi. Lantas dengan sedikit terkekeh, pemuda itu melirik ke arah boss-nya yang duduk di jok belakang.

"Sejak awal, Hyung pasti sudah tau, jika hal ini akan terjadi juga," balas Jungkook.

"Benar. Tetapi waktunya itu yang tidak tepat, astaga, rasanya kepalaku ingin pecah. Masalah di perusahaan selalu saja ada, belum lagi masalah Jieun dan balas dendamnya, dan sekarang Min Jihyun malah juga menyusahkanku, mengapa rasanya hidupku selalu dikelilingi masalah, eh!" celoteh pemuda Kim itu, menyandarkan kepalanya di punggung jok.

"Wajar saja, Nyonya Jihyun itu kan ibunya Jieun Noona, pastinya dia akan melakukan apapun untuk mencari anaknya." Mobil itu berhenti tepat saat lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah. Pemuda bergigi kelinci itu kemudian mulai meregangkan tangan dan jari-jarinya yang pegal. Lalu separuh tubuhnya berbalik, mengahadap ke arah pria tampan yang sedang frustasi tersebut.

"Anak dan ibu sama saja, sama-sama menyusahkan. Mengapa harus aku? Aku tau suaminya itu pemegang saham terbesar di perusahaan milik kami, tetapi bukankah mereka itu kaya, seharusnya tidak usah melibatkan perusahaan jika hanya ingin membuat sayembara juga dan menyebarkan poster di segala penjuru kota. Suruh saja orang lain, cih, membuatku emosi saja." Taehyung memijit pelan dahinya yang terasa pusing, pekerjaan yang banyak membuat dirinya kewalahan, pemuda itu bekerja sangat keras belakangan ini, banyak rencana-rencana yang ia buat dan harus segera dilaksanakan, tetapi banyak juga yang berusaha memperlambat pekerjaannya.

The Target ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang