Yes yuk lanjut pelan2 yaaa hahaha
Pak Ketum emang belum greget di part awal2. Nnti baru deh dia bikin menggigit bgt wkwkwkHappy reading ...
"Anak kemarin sore seperti Harun itu tahu apa soal politik?"
Langkah Harun melambat.
Ia mengangkat tangannya tinggi, agar ajudannya juga berhenti.
Siang ini, memang ada rapat di meeting room lantai empat. Ruang rapat paling besar di gedung ini. Dapat menampung lebih dari seratus orang peserta rapat bila memungkinkan. Dilengkapi layar-layar proyektor besar untuk memudahkan presentasi saat dibutuhkan.
Dan barusan, ia mendengar namanya disebut di ruangan Sekjen yang memang berada di lantai yang sama dengan ruangannya berada. Ruangan Harun berada di lantai lima. Berbeda sisi dengan ruangan Sekjennya. Namun, kebetulan sekali Harun memang ada sedikit keperluan dengan anggotanya itu. Makanya, sebelum memutuskan turun ke lantai empat, ia menyempatkan diri menyambangi ruangan anggotanya tersebut.
Tetapi kemudian, telinganya justru mendengar sesuatu yang seharusnya tak ia dengar. Melalui cela di pintu yang berukuran satu kepalan orang dewasa, membuat Harun mendengar hal-hal yang diperbincangkan oleh beberapa orang di sana.
"Pak Rangkuti itu memang salah, tapi seenggaknya dia ngerti gimana caranya politik bekerja. Ya, memang seperti itu. Kita semua perlu membuat dana taktis untuk pemilu. Kita dekati mafia-mafia tanah. Apa salahnya sih, menimbun harta? Toh, itu akan dipakai untuk kampanye pemilu. Lihat sekarang, semenjak Pak Rangkuti di penjara, nasib partai kita jadi dipandang sebelah mata."
Ah, suara itu milik Herlambang Suseno, anggota DPR komisi X.
Tapi ngomong-ngomong, untuk apa Herlambang ke sini?
Bukankah, jadwal meeting kali ini akan berpusat pada kader-kader partai yang baru saja ia tunjuk saat Rakernas dua malam yang lalu?
"Apalagi, semenjak anak kemarin sore itu yang menjabat jadi ketua umum. Ck, kalau nggak ingat jasa-jasa Pak Hassan, nggak mungkin ada yang milih si Harun!"
Seringai Harun terbit segaris.
Lagi-lagi, ia mengenali suara para kader senior yang biasanya terlampau manis berbicara di depannya.
Rahmat Sailendra, atau biasa di sini mereka panggil Pak Amat. Merupakan kader senior yang menemani ayahnya merintis partai ini. Dulu, mereka-mereka itu adalah kader setia dari partai Golongan Seni. Yang kemudian tak lagi sejalan dengan pendiri partai itu, hingga nekat mendirikan partai baru dengan orang-orang yang diharapkan memiliki ideologi yang sama.
Harun ingat, ayahnya pernah berkata, bahwa Nusantara Jaya tak sekadar partai semata. Nusantara Jaya, merupakan wadah untuk para generasi muda bangsa yang bermimpi memimpin Indonesia. Mereka harus memulainya dari bawah. Supaya mengerti aspirasi masyarakat di desa. Makanya, banyak kader partai yang memulai karir politik mereka dengan menjadi pemimpin-pemimpin daerah. Partai pasti memberikan dukungan penuh pada calon-calon kepala desa, kepala camat, Bupati, Walikota, hingga Gubernur.
Tidak heran, pendukung Rangkuti Malik masih banyak. Sebab, sosok tersebut memang memulai karir politiknya dari bawah.
"Dia cuma bisa tebar pesona karena merasa masih muda. Selebihnya, dia nggak punya prestasi apa-apa. Mau dibawa ke mana partai kita ini kalau ketua umumnya sok suci begitu?" Herlambang Suseno terdengar menyepelekan. "Harusnya, dia mulai kejar koneksi presiden. Bukan malah sibuk mecatin kader-kader yang menurutnya berkhianat. Ck, buang-buang waktu aja!" decihnya kesal. "Harusnya, dia juga segera menikah! Bukan apa-apa, masyarakat justru akan berpendapat, ketua umumnya saja belum berumah tangga. Tahu apa dia, tentang membangun Negara? Pasti! Pasti ada yang berpikiran begitu!"
![](https://img.wattpad.com/cover/357458896-288-k576691.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyala Rahasia
RomanceSebagai putra sulung, Harun diberi warisan politik yang membingungkan. Alih-alih bahagia, ia justru menderita sakit kepala tiada habisnya. Partai yang didirikan orangtuanya, menyisakan kader-kader kacau yang minta dibina. Hingga geliat saling sikut...