Tujuh

62.3K 5.2K 236
                                    

Bagian untuk scene pertama itu flashback yaa

***

Rencana-rencana itu telah tersusun tepat. Sayang sekali, semesta menentangnya kuat. Harun yang seharusnya tidak memiliki agenda menginap, justru menghabiskan malamnya di kamar hotel yang bukan ditujukan untuknya. Jadwal-jadwal Rakernas yang telah ia setujui, mendadak tak mampu ia selesaikan.

Bukan salahnya.

Jeratan afrodisiak yang dicampur pada minumannya, membuat malam yang seharusnya bertema politik, berubah menjadi penuh intriks. Dirinya yang diwajibkan berdiri gagah, justru kalah pada gairah yang membuncah di kepala. Tak ada yang tersisa. Baik pakaian, maupun akal. Segalanya menghilang, terbang, lalu karam.

Sial!

Ia sadar betul, apa yang terjadi.

Ia paham benar, ada yang ingin mengacaukan acaranya.

Dan semua kesadaran itu tak berarti apa-apa, saat dirinya harus menuruti amukan gairah yang menuntut penuntasan. Sebab, alih-alih berdiri gagah di podium dan kembali memimpin jalannya acara, ia justru membiarkan tubuhnya jatuh terjerembab pada pusaran hasrat. Dengan seorang wanita yang merupakan bagian dari partainya, Harun mencecap warna baru dari malam yang tak pernah terbayang.

Satu kali, bibirnya mencumbu.

Dua kali, remasannya mendayuh.

Dan kala kali ketiga mulai membuatnya lupa pada bumi, Harun berpacu liar dan enggan berhenti.

Ya Tuhan ...

Ia menutup mata.

Gerak halus di sisi kirinya, buat Harun segera waspada. Dirinya telah terjaga dari lelap yang tadi sempat menjemputnya. Dan kini, ia tengah menyandarkan punggung pada headboard ranjang. Dadanya tak lagi berlapis keringat yang sedari tadi membasahi. Telah mongering, lewat sapuan pendingin. Pada bagian perutnya tersampir bedcover tebal. Berbagi dengan sosok lain yang kini terlelap sambil memunggunginya. Punggung pualam yang sempat ia cecap kala gairah itu masih merontah-rontah, kini terpampang kembali di mata. Rambut panjang kusut, yang tadi ia gelung di telapak tangan, tampak berantakan di bantal yang wanita itu kenakan.

Wanita itu?

Benar.

Harun bersama seorang wanita.

Wanita ...

Berengsek!

Menyugar rambutnya yang lembab karena tersiram keringat, Harun mendesah. Sekarang, pukul tiga dinihari. Ia membutuhkan ponselnya segera.

Menurunkan kaki dengan kondisi tanpa busana, Harun lagi-lagi mendesah. Tak mungkin ia merampas selimut yang melilit tubuh wanita itu. Bukan apa-apa, ia tahu betul wanita tersebut pun tak berpakaian serupa dengannya.

Mencari potongan-potongan pakaiannya, Harun menemukan celana panjangnya tergeletak di lantai. Ia butuh ponsel tuk menghubungi ajudannya. Dan setelah ponsel itu berada di tangan, ia menemukan puluhan panggilan.

Well, ia tidak suka menyalakan nada dering di ponsel genggam. Ia lebih menyukai, jika benda pipih itu bergetar tanpa suara. Ia tidak suka berisik. Namun sekarang, lihatlah yang terjadi? Karena benda itu tak mengeluarkan suara, ia tidak bisa menerima panggilan-panggilan dari ajudan serta asisten pribadinya. Beberapa anggota partai pun sepertinya menyadari bahwa ia menghilang. Terbukti dengan adanya riwayat panggilan dari Sekjen yang baru saja ia lantik, Dewan Kehormatan Partai, juga beberapa elite partai.

Merasa tak penting untuk membalas pesan-pesan atau menghubungi kembali nomor-nomor itu di jam seperti ini, Harun hanya mendial panggilan pada ajudannya saja.

Nyala RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang