"Selamat ulang tahun, Pak," ujar Putra dengan senyum kecil untuk sang atasan.
"Semoga Bapak selalu sehat," Rafael pun mengucapkan doanya untuk sang atasan. Tak lupa, ia pun membukakan pintu mobil. "DPP sudah ramai dengan karangan bunga," ia menginformasikan.
Harun hanya mengangguk sebagai tanggapan. Ia langsung masuk ke dalam mobil yang siap tuk membawanya ke DPP Nusantara Jaya yang sudah tidak ia kunjungi seminggu ini. Dan bertepatan dengan hal itu pula, ternyata hari ini adalah hari kelahirannya. Banyak panggilan yang masuk ke ponselnya pagi tadi. Pesan-pesan yang belum sempat ia baca, menumpuk di WhatApp pribadi.
"Saya 38 tahun, ya, Put?" ia tertawa mengingat umurnya yang hampir mendekati kepala empat.
"Benar, Pak," Putra tersenyum menanggapi. "Ada yang ingin Bapak lakukan hari ini?"
Mengerling pada sang asisten, Harun tertawa. "Bukannya kamu bilang, hari ini jadwal saya padat, ya?"
"Para kader begitu bersemangat menghubungi saya hanya untuk memastikan bahwa hari ini Bapak nggak memiliki jadwal di luar kota."
Walau Harun enggan merayakan, tetapi para kadernya memiliki pemikiran berbeda. Selain karangan bunga yang sudah berjajar memenuhi halaman hingga trotoar jalanan, petang nanti para kadernya akan membuat perayaan untuknya. Sudah sejak minggu lalu, sekretarisnya menanyakan tentang kesediaannya merayakan ulang tahun. Ada beberapa tempat yang sudah direncanakan. Namun Harun memilih tuk mengadakan syukuran kecil saja di DPP Nusantara Jaya. Tepatnya di lantai enam. Ada aula luas yang bisa digunakan untuk mengumpulkan para kader yang sekiranya dapat datang petang nanti.
Well, Harun tak mungkin mengundang seluruh kadernya yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Jadi, yang kemungkinan hadir adalah kader-kader yang berada di dalam kota.
Bisa dipastikan, hari ini akan berlangsung panjang.
"Larangan memberi hadiah sudah saya sebarkan, Pak. Tapi sepertinya, banyak yang mengabaikan."
"Hm," Harun bergumam lirih. Ia sedang tidak ingin membahas kado-kado itu. Perjumpaannya dengan Nyala setelah seminggu ia menghindari wanita itu, buat perasaan Harun kian berkecamuk. Kemarahan jelas terselip di sana, namun entah kenapa kekecewaan lebih mendominasi hatinya. "Bagaimana dengan Sanusi? Dia sudah berada di DPP?"
Sanusi Wijaya dan para kader elite lainnya, tidak setiap hari berada di DPP. Karena selain bergelar politisi, mereka juga merupakan pengusaha yang memiliki kepentingan-kepentingan pribadi. Selain itu, banyaknya acara sosial-sosial yang diikuti demi membangun citra, cukup membuat kader partainya tak selalu ada di tempat.
"Sekretaris Pak Sanusi sudah memastikan kalau hari ini, beliau ada di DPP, Pak."
Harun mengangguk.
Ia tak punya banyak waktu untuk mengajukan basa-basi. Karena tenggat waktu untuk bertemu kembali dengan Kusno Aji adalah malam ini. Sebab lusa, partai Persatuan Bangsa alias salah satu partai yang sudah mendeklarasikan dukungannya pada Kusno Aji, akan mengadakan Musyawarah Partai Luar Biasa. Dan beberapa tokoh penting turut diundang dalam Musyawarah partai tersebut. Harun sendiri pun sudah mendapat undangannya. Kusno Aji juga akan berada di sana lusa malam. Kusno Aji akan memberikan pidatonya sebagai calon Presiden. Dan momen itulah yang Harun takutkan.
"Sebenarnya, apa yang diinginkan Kusno Aji dari Sanusi?" Harun bergumam sambil memegangi kepalanya. Padahal tadi, ia baik-baik saja. Tetapi begitu memikirkan keberlangsungan partai dan konflik yang akan terjadi di masa depan, Harun terserang sakit kepala.
"Sumbangan dana pemilu, Pak," jawab Putra yakin. "Widjaja Group adalah salah satu penyumbang dana pemilu terbanyak tiap kali Pilpres digelar. Walau setidak terang-terangan Hartala Group dalam menunjukkan dukungan pada pemerintahan, tapi Widjaja Group masuk ke dalam daftar para penyumbang dana untuk calon Presiden yang mereka pilih."

KAMU SEDANG MEMBACA
Nyala Rahasia
RomanceSebagai putra sulung, Harun diberi warisan politik yang membingungkan. Alih-alih bahagia, ia justru menderita sakit kepala tiada habisnya. Partai yang didirikan orangtuanya, menyisakan kader-kader kacau yang minta dibina. Hingga geliat saling sikut...